BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut Undang-undang No 23 Tahun 1992
pasal 23 ayat 1,di selenggarakan untuk
mewujudkan jiwa sehat secara optimal baik intelektualmaupun emosional, yang
meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa, pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa, penyembuhan
dan pemeliharaan penderita gangguan jiwa. Di dalam undang-undang kesehatan no 3
tahun 1996 mendefenisikan sehat jiwa adalah suatukondisi yang memungkinkan
perkembangan berjalan selama dengan keadaanorang
lain ( Danang, 2008, dalam http://www.scribd.com/doc/39370973/Deter-Min-An-Terjadinya-Isolasi-Sosial-Pada
).
Masalah kesehatan jiwa
sangat mempengaruhi produktifitas dan kualitas kesehatan perorangan maupun
masyarakat. Mutu sumber daya manusia tidak dapat diperbaiki hanya dengan
pemberian makanan atau gizi seimbang, namun juga perlu memperhatikan aspek-aspek
dasar berupa aspek fisik/jasmani, mental-emosional/jiwa, dan
sosial-budaya/lingkungan. Gangguan jiwa walaupun tidak langsung menyebabkan
kematian, namun akan menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan
beban berat bagi keluarga, baik mental maupun materi karena penderita menjadi
kronis dan tidak lagi produktif.
Dampak gangguan
kesehatan jiwa tidak hanya dirasakan oleh si penderita, tetapi juga oleh
keluarga, teman, pekerja, dan komunitas. Sehingga akan mempengaruhi
produktifitas komunitas dan berdampak pada perekonomian serta kesejahteraan.
Hal itu terlihat dari hasil studi Bank Dunia tahun 1995 di beberapa negara yang
menunjukkan bahwa 8,1 persen hari-hari produktif hilang akibat beban penyakit
disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa. Angka itu lebih besar dibandingkan
hari-hari produktif yang hilang akibat penyakit tuberculosis (7,2 persen),
kanker (5,8 persen), penyakit jantung (4,4 persen) dan malaria (2,6 persen).
Bunuh diri, yang terjadi karena gangguan kesehatan jiwa, merupakan salah satu
penyebab kematian tertinggi di beberapa negara. (scribd.com/Status-Kesehatan-Jiwa-Global)
Menarik
diri bisa diperoleh dari orang tua yang sebelumnya juga menderita menarik diri
atau dari faktor genetic. Orang tua penderita menarik diri, salah satu kemungkinan
anaknya 7%-16% mengalami menarik diri, bila keduanya menderita 40%-68%, saudara
tiri kemungkinan menderita 0, 9%-1,8%, saudara kembar 2%-15%, dan saudara
kandung 7%-15% (Yosep, 2010).
Didalam makalah ini,
kelompok akan membahas mengenai isolasi sosial atau menarik diri, yang merupakan
masalah kesehatan jiwa yang dapat mengganggu kehidupan sehari-hari. Pada
makalah ini akan dibahas mengenai konsep dasar tentang isolasi sosial,
penyebab, mekanisme terjadinya, hingga respons yang dapat terjadi pada setiap
individu dan tingkatannya. Serta akan dijelaskan mengenai pendekatan konsep
asuhan keperawatan yang akan diberikan pada masalah kesehatan jiwa berupa isolasi
sosial atau menarik diri ini.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah isolasi sosial ini adalah untuk
memberikan gambaran tentang isolasi sosial serta penanganannya dalam proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Asuhan keperawatan ini disusun sebagai tugas mata kuliah keperawatan jiwa. Setelah menyusun atau mempelajari
makalah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan:
a. Konsep
dasar isolasi sosial
b. Asuhan
keperawatan dengan klien isolasi sosial secara teoritis
C. Metode penulisan
Metode penulisan dalam
penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriftif yaitu
dengan menggambarkan konsep dasar
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial. Dan dengan menggunakan studi literatur,
baik melalui literatur kepustakaan yang ada maupun litertur kepustakaan secara online.
D. Sistematika
penulisan
Penyusunan asuhan
keperawatan
pada
klien dengan isolasi sosial ini
menggunakan sistematika sebagai berikut :
1. Bab I : Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Tujuan
c. Metode penulisan
d. Sistematika
2. Bab II : Tinjauan Teoritis
a. Konsep
dasar isolasi sosial
1) Pengertian
2) Penyebab
isolasi sosial
3) Respon
isolasi sosial
4) Rentang
respon
5) Penatalaksanaan
b. Asuhan
keperawatan klien dengan ansietas secara teoritis
1) Pengkajian
2) Diagnosis
keperawatan
3) Rencana
keperawatan
4) Implementasi
5) Evaluasi
3. Bab III : Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
A. Konsep
dasar isolasi sosial
1. Pengertian
lsolasi sosial adalah keadaan di mana seorang
individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Seseorang
dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Isolasi
sosial adalah upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena merasa
kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa ,
pikiran , dan kegagalan. Klien mengalami kesulitaan dalam berhubungan secara
spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak
ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman ( Yosep, 2010 hal. 229 ).
2. Proses
terjadinya masalah
Menurut Iyus Yosep,
2010 hal. 230 :
Pattern
of parenting ( pola asuh keluarga )
|
Inefective
coping ( koping individu tidak efektif )
|
Lack
of development task ( gangguan tugas perkembangan )
|
Stressor
internal and external ( stress internal dan eksternal )
|
Misal
: pada anak yang kelahirannya tidak dikehendaki akibat kegagalan KB, hamil
diluar nikah, jenis kelamin yang tidak diinginkan, bentuk fisik kurang
menawan menyebabkan keluarga mengeluarkan komentar – komentar negatif,
merendahkan dan menyalahkan anak
|
Misal
: saat individu menghadapi kegagalan menyalahkan orang lain,
ketidakberdayaan, menyangkal tidak mampu menghadapi kenyataan dan menarik
diri dari lingkungan, terlalu tingginya self
ideal dan tidak mampu menerima realitas dengan rasa syukur.
|
Misal
: kegagalan menjalin hubungan intim dengan sesama jenis atau lawan jenis,
tidak mampu mandiri dan menyelesaikan tugas, bekerja, bergaul, sekolah,
menyebabkan ketergantungan pada orang tua, rendahnya ketahanan terhadap
berbagai kegagalan
|
Misal
: stress menjadi ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas terjadi akibat
berpisah dengan orang terdekat, hilangnya pekerjaan atau orang yang dicintai.
|
Menurut Stuart Sundeen
, rentang respon kliien ditinjau dari interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan
suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif dengan maladaptif sebagai
berikut :
|
|
|
a. Respon
adaptif
Respon yang masih dapat
diterima oleh norma – norma sosial dan kebudayaan secara umum serta masih dalam
batas normal dalam menyelesaikan masalah
1) Menyendiri
: respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi
dilingkungan sosialnya
2) Otonomi
: kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran , perasaan
dalam hubungan sosial
3) Bekerjasama
: kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain
4) Interdependen
: saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
b. Respon
maladaptif
Respon yang diberikan
individu yang menyimpang dari norma sosial. Yang termasuk respon maladaptif
adalah :
1) Menarik
diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain
2) Ketergantungan
: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan
orang lain
3) Manipulasi
: seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu setingga tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam
4) Curiga
: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain
3. Faktor
predisposisi dan presipitasi
a. Faktor
predisposisi
1) Faktor
perkembangan
Kemampuan membina
hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang.
Setiap tahap tumbuh kembang memilki tugas yang harus dilalui indifidu dengan
sukses, karna apabila tugas perkembangan ini tidak terpenuhi akan menghambat
perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih sayang,perhatian dan
kehangatan dari ibu (pengasuh)pada bayi akan membari rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
2) Faktor
biologi
Genetik adalah salah
satu faktor pendukung ganguan jiwa, fakor genetik dapat menunjang terhadap
respon sosial maladaptive ada bukti terdahulu tentang terlibatnya
neurotransmitter dalam perkembangan ganguan ini namun tahap masih diperlukan
penelitian lebih lanjut.
3) Faktor
sosial budaya
Faktor sosial budaya
dapat menjadi faktor pendukung terjadinya ganguan dalm membina hubungan dengan
orang lain, misalnya angota keluarga, yang tidak produktif, diasingkan dari
orang lain.
4) Faktor
komunikasi dalam keluarga
Pola komunikasai dalam
keluarga dapat mengantarkan seseorang kedalam ganguan berhubungan bila keluarga
hanya mengkounikasikan hal-hal yang negative akan mendorong anak mengembangkan
harga diri rendah.
Jadi,
yang dapat dikatakan faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri
adalah kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan
dan merasa tertekan.
b. Faktor
presipitasi
1) Stressor
sosial kultur
Stress dapat
ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluar dan berpisah dengan orang
yang berarti dalam kehidupannya, misalnya dirawat di rumah sakit.
2) Stressor
psikologis
Ansietas berkepanjangan
terjadi bersama dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasi tuntutan untuk
berpisah dangan orang terdekat atau kebanyakan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
Jadi,
yang dapat dikatakan dengan faktor presipitasi adalah menurunnya stabilitas
keluarga dan berpisah karena meninggal dan fakto psikologis seperti berpisah
dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa
tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar
dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and Sundeen, 1995).
4. Tanda
dan gejala
Menurut Iyus Yosep,
2010 hal 231 - 232 isolasi sosial sering ditemukan adanya
tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Gejala subjektif :
1) Klien
menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang lain
2) Klien
merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon
verbal kurang dan sangat singkat
4) Klien
mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien
merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien
tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien
merasa tidak bergun
8) Klien
tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien
merasa ditolak
b. Gejala objektif
1) Klien
banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak
mengikuti kegiatan
3) Banyak
berdiam diri dikamar
4) Klien
menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5) Klien
tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak
mata kurang
7) Kurang
spontan
8) Apatis
9) Ekspresi
wajah kurang berseri
10) Tidak
merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi
diri
12) Tidak
/ kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13) Masukan
makanan dan minuman terganggu
14) Retensi
urin dan feses
15) Aktivitas
menurun
16) Kurang
energi ( tenaga )
17) Rendah
diri
18) Postur
tubuh berubah, misalnya sikap fetus / janin ( khususnya pada posisi tidur )
5. Pohon
masalah
|
|||
|
|||
|
B. Konsep dasar asuhan keperawatan kesehatan jiwa pada klien dengan isolasi
sosial
1.
Pengkajian
Pengelompokan
data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian
stressor , sumber koping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis
tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
a.
Identitas Klien
Meliputi
nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal, MRS ,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
b.
Keluhan Utama
Keluhan
biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau
tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak
melakukan kegiatan sehari – hari , dependen
c.
Faktor predisposisi
Kehilangan ,
perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis
,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi ,
kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu
yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan
orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang berlangsung lama.
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Resiko perubahan sensori persepsi halusinasi
b.
Isolasi sosial
c.
Gangguan konsep diri : harga diri
3.
Rencana Tindakan Keperawatan
Isolasi
sosial menarik diri
a.
Tujuan umum
Tidak
terjadi isolasi sosial menarik diri
b.
Tujuan khusus
1)
Membina hubungan saling percaya
2)
Menyebutkan penyebab menarik diri
3)
Menyebutkan euntungan bergaul dengan
orang lain
4)
Melakukan hubungan sosial (secara bertahap)
5)
Mengungkapkan perasaan setelah
berhubungan dengan orang lain
6)
Memberdayakan system pendukung
7)
Mengunakan obat dengan tepat dan benar
c.
Intervensi keperawatan
1)
Bina hubungan saling percaya
a) Beri
salam atau pangil nama
b)
Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
c)
Jelaskan maksud tujuan interaksi
d)
Jelaskan tentang kontrak yang akan
dibuat
e)
Beri rasa aman dan sikap empati
f)
Lakukan kontak singkat tapi sering
2)
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki klien
a)
Diskusikan kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki klien mulai dari bagian tubuh yang masih berfungsi dengan baik
b)
Setiap bertemu klien hindari memberikan
penilaia yang negative
3)
Klien dapat menilai kemampuan yang dapat
digunakan
a)
Diskusikan dengan klien kemampuan yang
masih dapat digunakan selama sakit
b)
Diskusikan pula kemampua yang dapat
dilnjutkan pengunaannya setelah pulang sesuai dengan kondisi sakit
4)
Klien dapat menetapkan atau merenanakan
kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
a)
Rencanakan bersama klien tentang aktifitas yang
akan dilakukan sesuai dengan kemampuan klien
b)
Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi
klien
c)
Beri contoh cara pelaksanaanpada klien
untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5)
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai
dengan kondisi dan kemampun klien
a) Beri
kesempatan pada klien untu mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b)
Beri pujian atas keberhasilan
c)
Diskusikan tentang pelaksanaan dirumah
6)
Klien dapat memamfaatkan system
pendukung yang ada
a)
Beri pendidika kesehatan pada keluarga
tentang cara merawat klien dengan isolasi sosial
b)
Bantu kluarga untuk menyiapkan
lingkungan dirumah
7)
Mengunakan obat yang tepat dan benar
a)
Bantu klien mengunakan obat dengan
pirinsip 5 benar (obat, cara, dosis, waktu, klien)
b)
Anjurkan klien membicaakan efek samping
obat yang dirasakan
Format Pengkajian Pasien Isolasi
Sosial
Hubungan sosial
a.
Orang yang berarti bagi pasien
:................................................................
b.
Peran serta dalam kegiatan kelompok atau
masyarakat :.........................
c.
Hambatan berhubungan dengan orang lain
:............................................
Masalah keperawatan
:..........................................................................................
a. Pasien
menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Pasien
merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Pasien
mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
d. Pasien
merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
e. Pasien
tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f. Pasien
merasa tidak berguna.
g. Pasien
tidak yakin dalam melangsungkan hidup.
Pertanyaan –pertanyaan
berikut ini dapat anda tanyakan pada saat wawancara untuk mendapatkan data
subjektif:
a. Bagaimana
pendapat pasien terhadap orang-orang disekitarnya (keluarga atau tetangga) ?
b. Apakah
pasien memiliki teman dekat? Jika ada, siapa teman dekatnya?
c. Apa
yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?
d. Apa
yang pasien inginkan dari orang-orang disekitarnya?
e. Apakah
ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
f. Apa
yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dan orang sekitarnya?
g. Apakah
pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu?
h. Apakah
pernah ada perasaan ragu untuk dapat melanjutkan hidup?
Tanda
dan gejala isolasi sosial yang didapat melalui observasi .
a. Tidak
memiliki teman dekat.
b. Menarik
diri.
c. Tidak
komunikatif.
d. Tindakan
berulang dan tidak bermakna.
e. Asyik
dengan pikirannya sendiri.
f. Tidak
ada kontak mata.
g. Tampak
sedih, afek tumpul.
Pendokumentasian asuhan
keperawatan dilakukan pada setiap tahap proses keperawatan yang meliputi
dokumentasi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi
tindakan keperawatan, dan evaluasi.
Diagnosis keperawatan
Selanjutnya, setelah
pengkajian dilakukan dan didokumentasikan, masalah keperawatan dirumuskan dan
diagnosis keperawatan ditegakkan. Berdasarkan pengkajian tersebut, masalah
keperawatan yang dirumuskan adalah isolasi
sosial.
Tindakan keperawatan
Setalah dibuat
perumusan masalah dan diagnosis keperawatan ditegakkan, perawat dapat melakukan
tindakan keperawatan pada pasien dan keluarga.
a. Tindakan
keperawatan pada pasien
1. Tujuan
keperawatan
a) Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Pasien dapat menyadari penyebab isolasi
sosial.
c) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2.
Tindakan keperawatan
a) Membina hubungan saling percaya
untuk
membina hubungan saling percaya dengan pasien isolasi sosial kadang membutuhkan
waktu yang lama dan interaksi yang singkat serta sering karena tidak mudah bagi
pasien untuk percaya pada orang lain. Oleh karena itu, perawat harus konsisten
bersikap teraupetik terhadap pasien. Selalu memepati janji adalah salah satu
upaya yang dapat dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil.
Jika pasien sudah percaya dengan perawat, program asuhan keperawatan lebih
mungkin dilaksanakan. Membina hubungan saling percaya dapat dilakukan dengan
cara :
1)
Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
2)
Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat
serta tanyakan nama lengkap dan nama panggilan pasien.
3)
Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
4)
Buat kontrak asuhan : apa yang akan perawat lakukan bersama pasien, berapa lama
akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
5)
jelasakan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
6)
tunjukkan sikap empati terhadap pasien setiap saat.
7)
penuhi kebutuhan dasar pasien jika mungkin.
b)
membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial dengan cara :
1)
tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
2)
tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
c)
bantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara
mendiskusikan manfaat jika pasien memilki banyak teman.
d)
membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan cara sebagai
berikut:
1)
diskusikan kerugian jika pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang
lain.
2)
jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.
e)
membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
Perawat
tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam berinteraksi
dengan orang lain karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu
yang lama. Untuk itu, perawat dapat melatih pasien berinteraksi secra bertahap.
Mungkin pada awalnya, pasien hanya akan akrab dengan perawat, tetapi setelah
itu perawat harus membiasakan pasien untuk dapat berinteraksi secara bertahap
dengan orang-orang disekitarnya. Perawata dapat melatih pasien berinteraksi
dengan cara berikut :
a.
Memberikan kesempatan pasien
mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan
anda.
b.
Mulailah bentu pasien berinteraksi
dengan satu orang (paien, perawat atau keluarga).
c.
Jika pasien sudah menujukkan kemajuan,
tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
d.
Berilah pujian untuk setiap kemajuan
interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
e.
Dengarkan ekspresi perasaan pasien
setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan
keberhasilan atau kegagalannya. Berilah dorongan agar pasien tetap semangat
meningkatkan interaksinya.
Strategi
pelaksana
Hari
:
Senin , 21 Mei 2012
Pertemuan : 1
Sp/Dx
:
1/ Isolasi Sosial
Ruangan : Saraswati
Nama
Klien : Ny S
Sp
1 : membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab isolasi
sosial, membantu pasien mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain, dan
mengajarkan pasien berkenalan.
Orientasi
“selamat pagi! Saya
suster HS. Saya senag dipanggil suster H. Saya perawat diruang mawar ini.”
“siapa
nama anda? Senang dipanggil apa?”
“apa keluhan S hari
ini? Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman S?
Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau diruang tamu? Mau berapa lama,
S? Bagaimana kalau 15 menit?”
Kerja
(jika pasien baru)
“siapa saja yang
tinggal serumah dengan S? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang
dengan S? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang
bercakap-cakap dengannya?”
(jika paien sudah lama
dirawat)
“apa yang S rasakan
selama S dirawat disini? S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal diruangan
ini?”
Apa saja kegiatan yang
biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“apa yang menghambat S
dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
“menurut S, apa saja
manfaatnya kalau kita memiliki teman? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa
lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah, apa kerugiannya kalu S
tidak memiliki teman? Ya, apa lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa).
Nah, banyak juga ruginya tidak punya teman ya? Jadi, apakah S belajar bergaul
dengan orang lain?”
“bagus, bagaimana kalau
sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain?”
“begini lho S, untuk
berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita, nama panggilan yang
kita suka, asal kita, dan hobi kita. Contohnya : nama saya SN, senang dipanggil
S, asal saya dari kota X, hobi memasak.”
“ayo S coba! Misalnya
saya belum kenal dengan S, coba berkenalan dengan saya! Ya, bagus sekali! Coba
sekali lagi. Bagus sekali!”
“setelah S berkenalan
dengan orang tersebut, S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang
menyenangkan S bicarakan, misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan, dan sebagainya.”
Terminasi
“bagaiman perasaan S
setelah kita latihan berkenalan?”
“S tadi sudah
mempraktikkan cara berkenalan dengan baik sekali. Selanjutnya S dapat mengingat-ngingat
apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada sehingga S lebih siap untuk
berkenalan dengan orang lain. S mau mempraktikkan ke orang lain? Bagaimana
kalau S mencoba berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau
kan?’’
“baiklah, sampai
jumpa!”
Hari
:
Selasa , 22 Mei 2012
Pertemuan : 2
Sp/Dx
:
2/ Isolasi Sosial
Ruangan : Saraswati
Nama
Klien : Ny S
SP 2 pasien :
mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang
pertama [perawat]).
Orientasi
“selamat pagi S!
Bagaimana perasaan S hari ini?”
“sudah diingat-ingat
lagi pelajaran kita tentang berkenalan? Coba sebutkan lagi sambil bersalaman
dengan suster!”
“bagus sekali, S masih
ingat. Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit.”
“ayo kita temui perawat
N disana!’’
Kerja
(bersama-sama S,
perawat mendekati perawat N)
“selamat pagi perawat
N, S ingin berkenalan dengan N. Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N
seperti yang kita praktikkan kemarin.” (pasien mendemonstrasikan cara
berkenalan dengan perawat N : memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama
perawat, dan seterusnya).
“ada lagi yang S ingin
tanyakan kepada perawat N? Coba tanyakan tentang kaluarga perawat N!”
“jika tidak ada lagi
yang ingin dibicarakan, S dapat menyudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat
janji untuk bertemu lagi dengan perawat N, misalanya jam 1 siang nanti.”
“baiklah perawat N,
karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali keruangan S. Selamat
pagi!” (bersama pasien, perawat H meninggalkan perawata N untuk melakukan
terminasi dengan S ditempat lain.”
Terminasi
“bagaimana perasaan S
setelah berkenalan dengan perawat N?”
“S tampak bagus sekali
saat berkenalan tadi.”
“pertahankan terus apa
yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik supaya perkenalan
berjalan lancar, misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana,
mau coba dengan perawat lain? Mari kita masukkan kedalam jadwal. Mau berapa
kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik, nanti S coba sendiri. Besok kita
latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok!”
Hari
:
Rabu , 23 Mei 2012
Pertemuan : 3
Sp/Dx
:
3/ Isolasi Sosial
Ruangan : Saraswati
Nama
Klien : Ny S
SP 3 pasien : melatih
pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua).
Orientasi
“selamat pagi S!
Bagaimana perasaan S hari ini?”
“apakah S
bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang (jika jawaban pasien ya, perawat
dapat melanjutkan komunikasi berikutnya dengan pasien lain).”
“bagaimana perasaan S
setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang?”
“bagus sekali S menjadi
senang punya teman lagi!”
“kalau begitu S ingin
punya banyak teman lagi?”
“bagaimana kalau
sekarang kita berkenalan lagi dengan teman seruangan S yang lain, yaitu O.
Seperti biasa, kira-kira 10 menit. Mari kita temui dia diruang makan.”
Kerja
(bersama-sama S,
perawat mendekati pasien lain)
“selamat pagi, ini ada
pasien saya yang ingin berkenalan.”
“baiklah S, S sekarang
bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan sebelumnya.” (pasien
mendemonstrasikan cara berkenalan : memberi salam, menyebutkan nama, nama
panggilan, asal, hobi, dan menanyakan hal yang sama).”
“ada lagi yang S ingin
tanyakan kepada O? Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi
perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam
4 sore nanti (S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O).”
“baiklah O, karena S
sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali keruangan S. Selamat pagi
(bersam pasien perawat meninggalkan O untuk melakukan terminasi dengan S
ditempat lain).”
Terminasi
“bagaimana perasaan S
setelah berkenalan dengan O?”
“dibandingkan kemarin
pagi, S tampak lebih baik ketika berkenalan dengan O. Pertahankan apa yang
sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore
nanti.”
“selanjutnya, bagaiman
jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita tambahkan
lagi dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang, dan jam 8
malam, S bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan orang lain lagi secara
bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”
“baiklah, besok mkita
ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama dan tempat yang
sama ya.”
“sampai besok!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar