BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sistem
endokrin merupakan suatu sistem yang terdapat didalam tubuh manusia, dan sangat
berperan penting bagi tubuh. Sistem endokrin adalah
kelenjar yang mengirimkan hasil sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar
dalam jaringan. Kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran dan hasil
sekresinya disebut hormon. Dan hormon-hormon ini diproduksi oleh masing-masing
kelenjar endokrin yang ada didalam tubuh, yang nantinya akan disalurkan kedalam
darah dan di distribusikan pada sel target atau jaringan target. Dan salah satu
fungsi dari sistem endokrin adalah memenuhi metabolisme lemak, protein,
hidratarang, vitamin, mineral, dan air.
Sistem endokrin tidak bisa
terlepas dari sistem tubuh manusia, namun sistem endokrin ini juga memiliki
gangguan yang terdapat pada tiap-tiap kelenjarnya. Dan salah satu gangguan dari
sistem endokrin ini adalah Aldosteronisme primer. Aldoteronisme adalah keadaan
klinis yang diakibatkan oleh produksi aldosteron “ suatu hrmon steroid
mineralokortikoid korteks adrenal” secara berlebihan.Gangguan ini juga dapat
menganggu fungsi salah satu dari sistem endokrin itu sendiri dan sangat
berdampak bagi tubuh, khususnya gangguan pada kelenjar adrenal dan Konsekuensi
klinis kelebihan aldosteron adalah retensi natrium dan air, peningkatan volume
cairan ekstra sel dan hipertensi.
Dari gangguan pada sistem
endokrin yang telah dijelaskan, maka kelompok kami tertarik untuk membahas
salah satu gangguan pada sistem endokrin ini yaitu Aldosteronisme primer, yang
nantinya akan diperjelas lebih spesifiknya lagi pada bab II, yang membahas
khusus tentang gangguan Aldosteronisme Primer.
B.
TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan
Umum
Untuk memberikan
wawasan atau pengetahuan secara nyata dari gangguan Aldosteronisme Primer
kepada mahasiswa-mahasiswi keperawatan.
2. Tujuan
Khusus
a. Menjelaskan
konsep penyakit Aldosteronisme Primer
b. Memberikan
kepada pengetahuan yang lebih dan spesifik dari gangguan aldosteronisme primer
c. Mengetahui
dan menjelaskan tentang asuhan keperawatan dari gangguan Aldosteronisme primer.
C.
METODE
PENULISAN
Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriftif
yaitu dengan penjabaran masalah – masalah yang ada dan menggunakan studi
kepustakaan literatur yang ada baik di perpustakaan maupun di media internet
sebagai pelengkap baik itu media blog, web, maupun artikel demi terselesainya
makalah ini
D.
SISTEMATIKA
PENULISAN
Makalah ini terdiri dari IV bab yang disusun dengan
sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari
latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB
II :
Konsep penyakit Aldosteronisme primer yang terdiri dari definisi, etiologi,
pathofisiologi, menisfestasi klinis, diagnosis, dan pengobatan.
BAB
III : Konsep asuhan keperawatan
pada penyakit Aldosteronisme primer yang terdiri dari pengkajian, diangnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
BAB
IV : Penutup yang terdiri dari
kesimpulan dan saran
.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sistem
endokrin merupakan suatu sistem yang terdapat didalam tubuh manusia, dan sangat
berperan penting bagi tubuh. Sistem endokrin adalah
kelenjar yang mengirimkan hasil sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar
dalam jaringan. Kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran dan hasil
sekresinya disebut hormon. Dan hormon-hormon ini diproduksi oleh masing-masing
kelenjar endokrin yang ada didalam tubuh, yang nantinya akan disalurkan kedalam
darah dan di distribusikan pada sel target atau jaringan target. Dan salah satu
fungsi dari sistem endokrin adalah memenuhi metabolisme lemak, protein,
hidratarang, vitamin, mineral, dan air.
Sistem endokrin tidak bisa terlepas dari sistem tubuh manusia,
namun sistem endokrin ini juga memiliki gangguan yang terdapat pada tiap-tiap
kelenjarnya. Dan salah satu gangguan dari sistem endokrin ini adalah
Aldosteronisme primer. Aldoteronisme adalah keadaan klinis yang diakibatkan
oleh produksi aldosteron “ suatu hrmon steroid mineralokortikoid korteks
adrenal” secara berlebihan. Gangguan ini juga dapat menganggu fungsi salah satu
dari sistem endokrin itu sendiri dan sangat berdampak bagi tubuh, khususnya
gangguan pada kelenjar adrenal dan Konsekuensi klinis kelebihan aldosteron
adalah retensi natrium dan air, peningkatan volume cairan ekstra sel dan
hipertensi.
Dari gangguan pada sistem endokrin yang telah dijelaskan, maka
kelompok kami tertarik untuk membahas salah satu gangguan pada sistem endokrin
ini yaitu Aldosteronisme primer, yang nantinya akan diperjelas lebih
spesifiknya lagi pada bab II, yang membahas khusus tentang gangguan
Aldosteronisme Primer.
B.
TUJUAN PENULISAN
1.
Tujuan Umum
Untuk memberikan
wawasan atau pengetahuan secara nyata dari gangguan Aldosteronisme Primer
kepada mahasiswa-mahasiswi keperawatan.
2.
Tujuan Khusus
a.
Menjelaskan konsep penyakit
Aldosteronisme Primer
b.
Memberikan kepada pengetahuan yang lebih
dan spesifik dari gangguan aldosteronisme primer
c.
Mengetahui dan menjelaskan tentang
asuhan keperawatan dari gangguan Aldosteronisme primer.
C.
METODE
PENULISAN
Penulisan
makalah ini menggunakan metode deskriftif yaitu dengan penjabaran masalah –
masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan literatur yang ada baik di
perpustakaan maupun di media internet sebagai pelengkap baik itu media blog,
web, maupun artikel demi terselesainya makalah ini
D.
SISTEMATIKA
PENULISAN
Makalah
ini terdiri dari IV bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari
latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB
II :
Konsep penyakit Aldosteronisme primer yang terdiri dari definisi, etiologi,
pathofisiologi, menisfestasi klinis, diagnosis, dan pengobatan.
BAB
III : Konsep asuhan keperawatan pada
penyakit Aldosteronisme primer yang terdiri dari pengkajian, diangnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
BAB
IV : Penutup yang terdiri dari
kesimpulan dan saran
.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Anatomi Dan Fisiologi Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang
mengirimkan hasil sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar dalam
jaringan. Kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran dan hasil sekresinya
disebut hormon.
Berasal dari sel – sel epitel yang melakukan proliferasi ke arah
pengikat sel epitel yang telah berproliferasi dan membentuk sebuah kelenjar
endokrin, tumbuh dan berkembang dalam pembuluh kapiler. Zat yang dihasilkannya
disebut hormon, di alirkan langsung dalam darah. Hormon yang dihasilkan kelenjar
endokrin beberapa macam. Zat yang secara fungsional dapat dikualifikasi sebagai
hormon kimia dikatagorikan sebagai hormon organik.
Beberapa
fungsi dari kelenjar endokrin, yaitu :
1.
Menghasilkan hormon yang
dialirkan ke dalam darah yang diperlukan oleh jaringan dalam tubuh tertentu
2.
Mengontrol aktivitas kelenjar
tubuh
3.
Merangsang aktivitas kelenjar
tubuh
4.
Merangsang pertumbuhan
jaringan
5.
Mengatur metabolisme,
oksidasi, meningkatkan absorbsi glukosa pada usus
6.
Memenuhi metabolisme lemak,
protein, hidratarang, vitamin, mineral, dan air.
Hormn
yang bermolekul besar ( polipeptida dan protein ) tidak dapat menembus sel dan
bekerja pada permukaan sel. Hormon yang bermolekul kecil ( hormon steroid dan
tiroid ) mempunyai pengaruh terhadap spektrum sel-sel sasaran yang lebih luas,
menembus membran sel berkaitan dengan reseptor protein.
1.
Kelenjar Hipofise
Suatu kelenjar endokrin yang terletak di dasar tengkorak yang
memegang peranan penting dalam sekresi hormon dari semua organ – organ
endokrin. Dapat dikatakan sebagai kelenjar pemimpin, sebab hormon-hormon yang
dihasilkannya dapat mempengaruhi pekerjaan kelenjar lainnya. Kelenjar hipofise
terdiri dari 2 lobus, yaitu :
a.
Lobus anterior
Lobus
anterior ( adenohipofise ) yang menghasilkan sejumlah hormon yang bekerja
sebagai zat pengendai produksi dari semua organ endokrin yang lain.
1)
Hormon somatropik,
mengendalikan pertumbuhan tubuh
2)
Hormon tirotropik,
mengendalikan kegiatan kelenjar tiroid dalam menghasilkan hormon tiroksin
3)
Hormon adrenokortikotropik
(ACTH), mengendalikan kelenjar suprarenal dalam menghasilkan kortisol yang
berasal dari korteks kelenjar siprarenal
4)
Hormon gonadotropik, berasal
dari follicel stimulating hormone (FSH) yang merangsang perkembangan folicel
graaf dalam ovarium dan pembentukan spermatozoa dalam testis
5)
Luteinizing hormone ( LH ),
mengendalikan sekresi estrogen dan progesteron dalam ovarium dan testoteron
dalam testis
6)
Interstitial cell stimulating
hormone ( ICSH )
b.
Lobus posterior
Lobus posterior disebut juga neurohipofise, mengeluarkan 2 jenis
hormon :
1)
Hormon antidiuretik (ADH),
mengatur jumlah air yang keluar melalui ginjal, membuat kontraksi otot polos
ADH disebut juga hormon pituitrin
2)
Hormon oksitosin merangsang
dan menguatkan kontraksi uterus sewaktu melahirkan dan mengeluarkan air susu
sewaktu menyusui. Kelenjar hipofise terletak di dasar tengkorak, didalam fosa
hipofise tulang steroid.
Fungsi kelenjar hipofise dapat diatur oleh susunan saraf pusat
melalui hipotalamus.
2.
Kelenjar tiroid
Terdiri atas dua lobus yang terletak disebelah kanan trakea, diikat
bersama oleh jaringan tiroid dan yang melintasi trakea disebelah depan.kelenjar
ini merupakan kelenjar yang terdapat di dalam leher bagian depan bawah, melekat
pada dinding laring. Adapun fungsi dari hormon tiroksin adalah mengatur
pertukaran zat/metabolisme dalam tubuh dan mengatur pertumbuhan jasmani dan
rohani.
Hipofungsi kelenjar ini menyebabkan penyakit kretinismus dan
penyakit miksedema. Hiperfungsi menyebabkan penyakit eksoftalmik goiter.
Sekresi tiroid diatur oleh sebuah hormon dari lobus anterior kelenjar hipofise
yaitu oleh hrmon tirotropik
Beberapa
fungsi dari kelenjar tiroid, yaitu :
a.
Bekerja sebagai perangsang
proses oksidasi
b.
Mengatur penggunaan oksidasi
c.
Mengatur pengeluaran karbondioksida
d.
Metabolik dalam hati pengatur susunan kimia dalam
jaringan
e.
Pada anak mempengaruhi
perkembangan fisik dan mental
3.
Kelenjar paratiroid
Kelenjar ini terletak di setiap sisi kelanjar tiroid yang terdapat
di dalam leher, kelenjar ini berjumlah empat buah yang tersusun berpasangan
yang menghasilkan hormon paratiroksin. Kelenjar paratiroid berjumlah empat
buah. Masing-masing melekat pada bagian belakang kelenjar tiroid. Kelenjar
paratiroid menghasilkan hormon berfungsi mengatur kadar kalsium dan fosfor di
dalam tubuh.
Fungsi
kelenjar paratiroid, yaitu :
a.
Memelihara konsentrasi ion
kalsium yang tetap dalam plasma
b.
Mengontrol ekskresi kalsium
dan fosfat melalui ginjal
c.
Mempercepat absorbsi kalsium
di intestin
d.
Kalsium berkurang, hormon
paratiroid menstimulasi responsi tulang sehingga menambah kalsium dalam darah
e.
Menstimulasi dan menstranspor
kalsium dan fosfat melalui membran sel.
4.
Kelenjar timus
Terletak di dalam mediastinum dibelakang os sternum, kelenjar timus
hanya dijumpai pada anak-anak dibawah 18 tahun. Kelanjr timus terletak didalam
toraks kira-kira setinggi bifurkasi trakea, warnanya kemerah-merahan dan
terdiri atas 2 lobus. Pada bayi baru lahir sangat kecil dan beratnya kira-kira
10 gram atau lebih sedikit. Ukurannya bertambah pada masa remaja dari 30-40
gram kemudian berkerut lagi.
Fungsi
kelenjar timus, yaitu :
a.
Mengaktifkan pertumbuahan
badan
b.
Mengurangi aktivitas kelenjar
kelamin
5.
Kelenjar suprarenalis/adrenal
Kelenjar suprarenal jumlahnya ada 2, terdapat pada baigian atas
dari ginjal kiri dan kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-rata 5-9
gram. Kelenjar suprarenal ini terbagi atas 2 bagian yaitu :
a.
Bagian luar yang berwarna
kekuningan menghasilkan kortisol yang disebut korteks
b.
Bagian medula menghasilkan
adrenalin (epineprin) dan noradrenalin (norepinefrin)
Beberapa hormon terpenting yang disekresi oleh korteks adrenal
adalah : hidrokortison, aldosteron, dan kortikosteron. Semuanya bertalian erat
dengan metabolisme, pertumbuhan fungsi ginjal, dan kondisi otot.
Hipofungsi menyebabkan penyakit addison. Hiperfungsi adalah
kelainan yang timbul akibat hiperfungsi mirip dengan tumor suprarenal bagian
korteks dengan gejala pada wanita biasa terjadi gangguan pertumbuhan seks
sekunder.
Fungsi
kelenjar suprarenalis (korteks) :
a.
Mengatur keseimbangan air,
elektrolit dan garam-garam
b.
Mengatur/mempengaruhi
metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
c.
Mengatur aktivitas jaringan
limfoid
B.
Pengertian Aldoteronisme
Aldoteronisme adalah keadaan klinis yang diakibatkan oleh produksi
aldosteron “ suatu hrmon steroid mineralokortikoid korteks adrenal” secara
berlebihan. Efek metabolik aldsteron berkaitan dengan keseimbangan elektrolit
dan cairan. Aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium tubulus proksimal ginjal
menyebabkan ekskresi kalium dan ion-hidrogen. Konsekuensi klinis kelebihan
aldosteron adalah retensi natrium dan air, peningkatan volume cairan ekstra sel
dan hipertensi. Selain itu juga tejadi hipernatremia, hipokalemia dan alkalosis
metabolik. ( Sylvia A. Price, 1995;1088 )
Ada dua jenis aldosteronisme yaitu aldosteronisme primer dan
aldosteronisme skunder. Pada aldosteronisme primer kelebihan produksi
aldosteron terjadi akibat adanya tumor atau hiperplasia korteks adrenal.
Kebanyakan tumor yang mensekresi aldosteron adalah tumor jinak yang berukuran
kecil 0,5 sampai 2 cm. Aldosteronisme primer merupakan bentuk hipertensi
endokrin dan mungkin terdapat 1 sampai 2 persen penderitta hipertensi.
Pengenalan keadaan ini dapat menyembuhkan hipertensinya.
Aldosteronisme
Primer yaitu keadaan klinis yang disebabkan oleh produksi aldosteron (hormon
steroid mineralokortikoid korteks adrenal ) secara berlebihan sebagai akibat
dari adenoma/tumor/hiperplasia pada kortek adrenal.
C.
Etiologi
1.
Adenoma adrenal (sindroma conu)
2.
Hiperplasia adrenal
3.
Karsinoma adrenal
D.
Patofisiologi
Peningkatan
aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium, jumlah total natrium
dalam tubuh dan hiperpolemia. Edema jarang ditemukan karena adanya mekanisme
pengalihan, dimana terjadi reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal terhalang
dengan adanya sistem regulator ginjal.
Hipertensi
arteri terjadi karena peningkatan volume cairan, kadar natrium pada arterior
dan pembuluh darah serta reaktifitas simfatis penurunan kalium pada intra dan
ekstra seluler terjadai karena peningkatan ekresi kalium pada tubulus ginjal.
Hipokalemia berakibat kelemahan otot, patique. Polinuktoria (karena peningkatan
konsentrasi urin). Perubahan konduktifitas elektrik pada miokard dan penurunan
toleeransi glukosa. Sekresi ion hiidrogen meningkat dengan adanya hiper
aldosteronisme sehingga mengakibatkan alkalosis metabolik. Alkalosis
berhubungan dengan derajat hipokalemia. Alkalosis ditunjukan dengan tanda
chvostek dan trousseav (+), aktivitas renin plasma ditekan. Pemeriksaan lab
akan menunjukan derajat penurunan renin setelah pasien berada pada kondisi
hiperaldosteronisme.
E.
Tanda
dan Gejala
Beberapa tanda dan
gejala pada penderita aldosteronisme :
1. Hipertensi
dengan tekanan diastolik antara 100-130 mmHg
2. Hipokalemia
3. Alkalosis
Metabolik
4. Nyeri
Kepala, Edema
5. Kelemahan
Otot Berat
6. Polinukturia,
Haus
7. Tampak
bingung dan sering kesemutan
F.
Diagnosis
Diagnosis aldosteronisme didasarkan pada peningkatan kadar
aldosteron dalam plasma dan kemih dangan pengukuran renin plasma. Renin plasma
akan rendah pada aldosteronisme primer, tetapi tinggi pada aldosteronisme
sekunder. Hipokalemia merupakan gejala terpenting, jarang ditemukan
normokalemia. Diagnosis ditegakkan dengan kadar aldosteron yang tinggi dan
renin yang rendah. Sukar dibedakan antara adenoma dengan hiperplasia. Secara
klinis juga sukar dibedakan antara hiperaldosteronisme primer dengan hipertensi
esensial. Pemeriksaaan kadar kalium plasma merupakan petunjuk diagnostik.
G.
Pengobatan
Pengobatan aldosteronisme primer adalah adrenalektomi parsial,
reseksi adenoma yang mensekresi aldosteron, adrenalektomi subtotal atau total
pada penderita dengan hiperplasia adrenal dan pemberian antagonis aldosteron
seperti spironolakton. Spironolakton, suatu antagonis aldosteron dapat
menghilangkan gejala-gejala hiperaldosteronisme. Obat ini juga dapat digunakan
untuk tes diagnostik , persiapan operasi dan pengbatan jangka panjang jika
operasi merupakan kontraindikasi. Jika dijumpai adenoma harus diangkat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Observasi atau temuan
a.
Neurologis
Kelemahan otot, Keletihan,
Parestesi, Paravisis lengan dan tungkai, Tanda chvestek (+), Tetani dan
disfungsi autoimun
b. Kardiovasculer
Hipertensi, Hipotensi postural tanpa
reflek tachicardi, Peningkatan nadi ketika berjongkok,
Cardiomegali,
Penurunan konduksi melalui myocardium
c. Ginjal
Poliuri, Polidipsi, Azotemia
B.
Riwayat
Kesehatan
1. Keluhan
Utama
Klien
dengan aldosteronisme biasanya mengeluh badan terasa lemah, banyak minum,
banyak kencing, sering kencing malam, sakit kepala.
2. Riwayat
kesehatan sekarang
Tanyakan sejak kapan
klien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan yang
dilakukan untuk menanggulanginya.
3. Riwayat
penyakit dahulu
Tanyakan tentang adanya
riwayat penyakit atau pemakai obat-obatan bebas yang bisa mempengaruhi.
4. Riwayat
kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada
keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama (aldosteronisme)
C.
Pemeriksaan
Diagnostik atau Laboratorium
1.
Peningakata aldosteron plasma
2.
Aktivitas renin plasma ditekan atau
tidak dapt dirangsang
3.
Gagal untuk menekan aldosteron dengan
manuver biasa
4.
Hipernatremia (normal : 135 – 150 mEg/L)
5.
Hipokalemia (normal : 3,5 –5 mEg/L)
6.
Hiperpolemia
7.
Alkolosis metabolik
8.
Eksresi urine (24 jam) 18 – glukoronid
EKG
9.
Segmen ST dan gelombang T tertekan,
terlihat gelombang U
10. Kontraksi
ventrikel prematur
11. Scan
lodokolesterol
12. Scan
CT kelenjar adrenal untuk menentukan letak adenoma atau untuk membedakan
hiperplasia dari adenoma
13. Kateterisasi
vena adrenal
D.
Diagnosa
Keperawatan
1. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan hipernatremia sekunder terhadap
hiperaldosteronisme.
Intervensi
a. Timbang
pasien tiap hari pada waktu yang sama, timbangan pakaian yang sama, laporkan
bila terjadi penambahan berat badan > 0,5 kg / hari.
b. Ukur
intake dan output setiap 8 jam.
c. Pertahankan
diet rendah natrium.
d. Pantau
kadar natrium serum setiap 8 jam.
e. Pantau
tanda dan gejala kelebihan cairan, edema pulmoner (dipsnea, ortopnea, krekels
pada lapang paru).
f. Pantau
hasil pemeriksaan sinar X dada.
g. Pantau
tanda vital setiap 4 jam, observasi peningkatan nadi, perkembangan gallop S3 dn
pernapasan labored.
h. Pantau
efektivitas dan efek samping diuretic.
Rasional
a. Untuk
mengetahui adanya penambahan berat badan karena udema
b. Mengetahui
apakah masukan dan keluaran cairan seimbang
c. Menghindari
terjadinya hipernatremia
d. Mengetahui
keseimbangan kadar natrium di dalam tubuh
e. Mengetahui
apakah ada udema pulmoner
f. Mengetahui
apakah ada kelainan pada daerah dada
g. Memastikan
tanda vital stabil
h. Mengetahui
apakah ada efek tertentu dari diuretik
Evaluasi
Dalam waktu 2 x 24 jam kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria:
a. Edema
berkurang
b. Intake
dan output seimbang
c. Tanda-tanda
vital stabil
d. Hasil
penyinaran sinar X dada tidak ada kelainan.
2. Perubahan
kenyamanan yang berhubungan dengan ekskresi urine berlebih dan polidipsia.
Intervensi
a. Ukur
intake dan output setiap 8 jam
b. Anjurkan
klien untuk miksi dalam 1 jam sekali
c. Anjurkan
klien untuk makan dengan pola seimbang
d. Berikan
susana senyaman mungkin pada klien pada saat miksi
Rasional
a. Mengetahui
apakah masukan dan keluaran cairan seimbang
b. Memastikan
pola nutrisi klien teratur untuk kenyamanan
c. Menghindari
terjadinya obesitas pada klien
d. Memberi
rasa nyaman pada klien
Evaluasi
Dalam
waktu 2 x 24 jam perubahan kenyamana dapat teratasi dengan kriteria :
a.
Intake dan output seimbang
b.
Klien miksi dalam 1 jam sekali
c.
Klien dapat makan dengan pola seimbang
d.
Klien merasakan kenyamanan saat miksi
3. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit, pengobatan
dan perawatan diri.
Intervensi
a. Jelaskan
konsep dasar proses penyakit
b. Jelaskan
mengenai obat-obatan
c. Jelaskan
perlunya untuk menghindari obat-obatan yang dijual bebas
d. Berikan
pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan proses penyakit.
Rasional
a. Agar
klien mengetahui proses dan penyebab terjadinya penyakit
b. Agar
klien mengetahui jenis obat yang boleh di konsumsi dan tidak untuk penyakitnya
c. Agar
klien tidak menemukan masalah yang berhubungan dengan pemberian obat yang salah
d. Klien
dapat memahami pentingnya penkes bagi kesembuhannya
Evaluasi
a. Klien
dapat mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit
b. Klien
mengetahui jenis obat-obatan yang baik untuk penyakit yang diderita
4. Resiko
terhadap perubahan perfusi jaringan, kardiovaskuler berhubungan dengan
disritmia karena hipokalemia.
Intervensi
a. Pertahankan
diet tinggi kalium
b. Berikan
kalium dan suplemen sesuai pesanan
c. Pantau
kadar kalium serum setiap 8 jam
d. Pantau
terhadap tanda dan gejala hipokalemia
e. Antisipasi
kebutuhan untuk memberikan bantuan saat melakukan aktivitas
f. Bantu
saat melakukan latihan rentang gerak setiap 8 jam sekali bila pasien menjalani
tirah baring
Rasional
a. Agar
kadar kalium dalam tubuh normal
b. Untuk
menambah masuk kalium yang tidak di dapatkan
c. Mengetahui
kadar kalium normal
d. Mengetahui
adanya gejala hipokalemia
e. Agar
klien tidak mengalami kerusakan jaringan tubuh karenatirah baring yang lama.
Evaluasi
a. Kadar
kalium dalam tubuh normal
b. Tidak
ada tanda dan gejala hipokalemia
c. Terpenuhinya
diet tinggi kalium
5. Resiko
terhadap cedera berhubungan dengan kelemahan otot, parestesi, disfungsi
autonomik dan tetani.
Intervensi
a. Kaji
fungsi neuromuskular setiap 4 – 8 jam, laporkan perubahan yang menandakan
potensial terjadinya tetani, peningkatan kelamahan / parastesi
b. Bantu
dan berikan dorongan untuk melakukan ambulasi bila pasien mampu
c. Berikan
bantuan untuk memberikan ambulasi
d. Pertahankan
tempat tidur dalam posisi rendah dan pagar tempat tidur tetap terpasang
e. Singkirkan
benda-benda dan objek lain yang secara potensial membahayakan diri lingkungan
pasien
Rasional
a. Agar
mengetahui lebih awal terhadap terjadinya kelemahan otot
b. Agar
klien tidak merasa lelah daaan bosan dalam posisi yang sama pada proses
penyembuhan
c. Untuk
menghindari terjadinya cedera atau trauma yang akan terjadi saat
klien menjalani proses penyembuhan
d. Menjaga
agar terjadi hal-hal yang membahayakan bagi klien
Evaluasi
a. Tidak
terjadi cedera yang berhubungan dengan kelemahan otot
b. Mobilitas
terpenuhi
c. Tidak
terjadi intoleren aktivitas
6. Resiko
terhadap katidak efektifan penata laksanaan program terapeutik berhubungn
dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi tindakan bedah dan efek
terapi.
Intervensi
a. Tekankan
pentingnya latihan secara teratur dibarengi dengan waktu istirahat
b. Ajarkan
nama-nama obat-obatan, dosis, waktu dan cara pemberian
c. Berikan
informasi diet terapeutik rendah natrium, tinggi kalium.
Rasional
a. Agar
tidak terjadi kelemahan otot yang berakibat terbatas ruang geraknya
b. Agar
klien dapat memahami dosis, waktu dan cara pemberian obat.
Evaluasi
a. Klien
mengetahui pentingnya latihan secara teratur
b. Klien
mengetahui tentang diet terapeutik
c. Klien
dapat memahami dan mengerti jenis obat-obatan, dosis, waktu dan cara pemberian.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Observasi atau temuan
a.
Neurologis
Kelemahan otot, Keletihan,
Parestesi, Paravisis lengan dan tungkai, Tanda chvestek (+), Tetani dan
disfungsi autoimun
b. Kardiovaskuler
Hipertensi, Hipotensi postural tanpa
reflek tachicardi, Peningkatan nadi ketika berjongkok,
Cardiomegali,
Penurunan konduksi melalui myocardium
c. Ginjal
Poliuri, Polidipsi, Azotemia
B.
Riwayat
Kesehatan
1. Keluhan
Utama
Klien
dengan aldosteronisme biasanya mengeluh badan terasa lemah, banyak minum, banyak
kencing, sering kencing malam, sakit kepala.
2. Riwayat
kesehatan sekarang
Tanyakan sejak kapan
klien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan yang
dilakukan untuk menanggulanginya.
3. Riwayat
penyakit dahulu
Tanyakan tentang adanya
riwayat penyakit atau pemakai obat-obatan bebas yang bisa mempengaruhi.
4. Riwayat
kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada
keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama (aldosteronisme)
C.
Pemeriksaan
Diagnostik atau Laboratorium
1.
Peningakata aldosteron plasma
2.
Aktivitas renin plasma ditekan atau
tidak dapt dirangsang
3.
Gagal untuk menekan aldosteron dengan
manuver biasa
4.
Hipernatremia (normal : 135 – 150 mEg/L)
5.
Hipokalemia (normal : 3,5 –5 mEg/L)
6.
Hiperpolemia
7.
Alkolosis metabolik
8.
Eksresi urine (24 jam) 18 – glukoronid
EKG
9.
Segmen ST dan gelombang T tertekan,
terlihat gelombang U
10. Kontraksi
ventrikel prematur
11. Scan
lodokolesterol
12. Scan
CT kelenjar adrenal untuk menentukan letak adenoma atau untuk membedakan
hiperplasia dari adenoma
13. Kateterisasi
vena adrenal
D.
Diagnosa
Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Nyeri
b.d hipertensi
|
Nyeri
dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a. Skala
nyeri ( 0 )
b. Tidak
tamapak meringis kesakitan
c. Klien dapat mengidentifikasi cara-cara
untuk mencegah nyeri.
d. Klien dapat mengontrol dan
melaporkan nyeri yang timbul
e. Klien dapat mendemostrasikan
tehnik relaksasi dan berbagai aktivitas yang diindikasikan untuk keadaan
individual.
|
a. Observasi
nyeri ( P, Q, R, S, dan T )
b. Pelihara
dan ciptakan lingkungan yang tenang
c. Berikan
kompres dingin atau hangat
d. Ajarkan
teknik relaksasi dan distraksi
e. Kolaborasi
pemberian analgetik
|
a. Untuk
mengetahui tingkat nyeri
b. Memberikan
rasa aman dan nyaman
c. Mengurangi
nyeri
d. Mengurangi
nyeri dan memberikan rasa nyaman
e. Mengurangi
nyeri
|
2.
|
Kelebihan
volume cairan b.d retensi natrium dan air abnormal
|
kelebihan volume
cairan teratasi dengan kriteria hasil:
a. Edema
berkurang
b. Intake
dan output seimbang
c. Tanda-tanda
vital stabil
d. Hasil
penyinaran sinar X dada tidak ada kelainan.
|
a. Timbang
pasien tiap hari pada waktu yang sama, timbangan pakaian yang sama, laporkan
bila terjadi penambahan berat badan > 0,5 kg / hari.
b. Ukur
intake dan output setiap 8 jam.
c. Pertahankan
diet rendah natrium.
d. Pantau
kadar natrium serum setiap 8 jam.
e. Pantau
tanda dan gejala kelebihan cairan, edema pulmoner (dipsnea, ortopnea, krekels
pada lapang paru).
f. Pantau
hasil pemeriksaan sinar X dada.
g. Pantau
tanda vital setiap 4 jam, observasi peningkatan nadi, perkembangan gallop S3
dn pernapasan labored.
h. Pantau
efektivitas dan efek samping diuretic.
|
a. Untuk
mengetahui adanya penambahan berat badan karena udema
b. Mengetahui
apakah masukan dan keluaran cairan seimbang
c. Menghindari
terjadinya hipernatremia
d. Mengetahui
keseimbangan kadar natrium di dalam tubuh
e. Mengetahui
apakah ada udema pulmoner
f. Mengetahui
apakah ada kelainan pada daerah dada
g. Memastikan
tanda vital stabil
h. Mengetahui
apakah ada efek tertentu dari diuretik
|
3.
|
Intoleransi
aktivitas b.d kelemahan otot, cepat lelah, ketidakseimbangan elektrolit
terutama hipokalemia
|
intoleransi
aktivitas teratasi dengan kriteria hasil :
a. Menyeimbangkan
aktivitas dan istirahat
b. Tingkat
daya tahan adekuat untuk aktivitas
c. Tidak
terjadi cedera yang berhubungan dengan kelemahan otot
d. Mobilitas
terpenuhi
Tidak terjadi intoleren aktivitas
|
a. Ajarkan
tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemaen waktu
b. Bantu
pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, berdiri, dan
ambulasi yang dapat ditoleransi
c. Bantu
pasien dengan aktivitas fisik teratur (misalnya, ambulasi,pemindahan posisi)
d. Batasi
rangsangan lingkungan
|
a. Untuk
mencegah kelelahan
b. Untuk
melatih otot agar tidak kaku
c. Agar
klien tidak merasa lelah dan bosan dalam posisi yang sama pada proses
penyembuhan
d. Menjaga
agar terjadi hal-hal yang membahayakan bagi klien
e. Untuk
memfasilitasi relaksasi dan
|
4.
|
Gangguan
sensori persepsi : penglihatan b.d perubahan persepsi sensori
|
Gangguan
penglihatan teratasi dengan kriteria hasil :
a. Pasien
dapat mengkompensasi defisit sensori dengan memaksimalkan indra yang tidak
rusak
|
a. Bantu
pasien dalam pembelajaran dan penerimaan metode alternatif dengan kurangnya
fungsi penglihatan
b. Memanipulasi
lingkungan sekitar pasien
|
a. Untuk
membantu pasien dalam menjalani hidup dengan kurangnya fungsi penglihatan
b. Untuk
memanfaatkan terapeutik
|