BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Profesi keperawatan sebagai profesi yang unik dan kompleks. Dalam
melaksanakan prakteknya, perawat harus mengacu pada model konsep dan teori
keperawatan yang sudah ada. Konsep merupakan suatu ide dimana terdapat suatu kesan
yang abstrak yang dapat diorganisir dengan simbol-simbol yang nyata. Sedangkan
konsep keperawatan merupakan ide untuk menyusun suatu kerangka konseptual atau
model keperawatan. Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk
memandang situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat didalamnya.
Model konseptual keperawatan jiwa sebagai usaha-usaha untuk
menguraikan fenomena mengenai keperawatan jiwa. Teori keperawatan jiwa
digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu model konsep dalam keperawatan dan
model konsep keperawatan digunakan dalam menentukan model praktek keperawatan.
Model konseptual keperawatan jiwa terdiri dari beberapa pendekatan
salah satunya model prilaku. Model prilaku sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku sebagai akibat adanaya interaksi antara stimulus dengan respons
yang menyebabkan seseorang mempunyai pengalaman baru.
B.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini, mahasiswa di harapkan mampu memahami
model konseptual keperawatan jiwa : model prilaku.
2.
Tujuan Khusus
Setelah
membaa makalah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang :
a.
Menjelaskan model konseptual
keperawatan jiwa
b.
Menjelaskan model perilaku
c.
Mengaplikasikan model
perilaku pada keperawatan jiwa
C.
Metode Penulisan
Metode penyusunan makalah ini menggunakan metode deskriftif untuk
menyelesaikan makalah ini yaitu dengan mencari sumber-sumber buku yang ada dan
literature yang lain.
D.
Sistematika Penulisan
Adapun
sistematika penulisannya yaitu :
BAB I :
Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II :
Tinjauan teoritis yang terdiri dari model konseptual keperawatan jiwa, model
perilaku.
BAB III : Kasus terdiri dari
aplikasi model perilaku pada keperawatan jiwa
BAB IV :
Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
Tinjauan
Teoritis
Model adalah
contoh, menyerupai, merupakan pernyataan simbolik tentang fenomena,
menggambarkan teori dari skema konseptual melalui penggunaan symbol dan
diafragma ( christensen.2009, hal 123 ). Konsep adalah suatu
keyakinan yang kompleks terhadap suatu obyek, benda, suatu peristiwa atau
fenomena berdasarkan pengalaman dan persepsi seseorang berupa ide, pandangan
atau keyakinan. Model konsep adalah rangkaian
konstruksi yang sangat abstrak dan berkaitan yang menjelaskan secara luas
fenomena-fenomena, mengekspresikan asumsi dan mencerminkan masalah. ( christensen.2009,
hal 29 )
Teori adalah
hubungan beberapa konsep atau suatu kerangka konsep atau definisi yang
memberikan suatu pandangan sistematis terhadap gejala-gejala atau fenomena
–fenomena dengan menentukan hubungan spesifik antara konsep tersebut dengan
maksud untuk menguraikan, menerangkan, meramalkan dan atau mengendalikan suatu
fenomena. Teori dapat diuji, diubah atau digunakan sebagai suatu pedoman dalam
penelitian. ( christensen.2009, hal 26 )
Model konseptual keperawatan merupakan suatu
cara untuk memandang situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di
dalamnya. Model konseptual keperawatan memperlihatkan petunjuk bagi organisasi
dimana perawat mendapatkan informasi agar mereka peka terhadap apa yang terjadi
pada suatu saat dengan apa yang terjadi pada suatu saat juga dan tahu apa yang
harus perawat kerjakan. Konsep keperawatan terus dikembangkan dan diterapkan
serta diuji melalui pendidikan dan praktik keperawatan ( christensen.2009,
hal 29 ). Tujuan
dari model konseptual keperawatan ( christensen.2009, hal 33 ) :
1.
Menjaga
konsisten asuhan keperawatan.
2.
Mengurangi
konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim
keperawatan.
3.
Menciptakan
kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4.
Memberikan
pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.
5.
Menjelaskan
dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap anggota
tim keperawatan.
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal
yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku paien yang berperan pada
fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa individu,
keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. American nurses’ association
mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi
praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebaai ilmunya dan
penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya ( Stuart. 2007, hal. 2 ).
B. Model Perilaku
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa
muncul jika hubungan antara stimulus dan respons tidak terkondisikan dengan baik oleh seorang
individu sehingga menimbulkan kecemasan yang selanjutnya dapat menyebabkan
gangguan jiwa. Behaviorism sebagai ilmu psikologi timbul dari rcaksi
terhadap model introspeksi yang berfokus pada isi dan opcrasi pikiran. Behaviorism
adalah ilmu psikologi yang berfokus pada perilaku yang dapat diamati dan apa
yang dapat dilakukan individu secara eksternal untuk mengubah perilaku. Ilmu
ini tidtak berupaya menjelaskan cara kerja pikiran ( videbeck.2008 hal 66 ).
Para ahli behaviorism
yakin bahwa perilaku dapat diubah oleh sisteni pujian dan hukuman. Untuk
individu dewasa, menerima gaji secara teratur merupakan umpan balik positif
yang konstan. Gaji merupakan umpan balik positif yang kontinu dan merupakan
salah satu alasan individu terus bekerja setiap hari dan berupaya melaksanakan
tugas de- ngan baik. Gaji ini membantu memotivasi perilaku positif di tempat
kerja. Apabila seseorang tidak menerima gaji, ia kemungkinan besar berhenti
bekerja ( videbeck. 2008
hal 66 ).
Apabila seorang pengendara motor terus- menerus
mengebut (perilaku negatif dan tidak pernah tertangkap, ia cenderung terus
mengebut. Apabila pengendara tersebut ditilang (umpan balik negatiO, ia
cenderung mengurangi kecepatan motor- nya. Akan tetapi, jika pengendara
tersebut tidak ditangkap karena mengebut selama empat minggu berikutnya (umpan
balik negatif dihilangkan), ia cenderung kembali mengebut ( videbeck. 2008 hal 66 ).
1.
Edward Lee
Thorndike (1874 - 1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi
antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R). ( videbeck, 2008
hal 66 )
a
Stimulus
adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat.
b
Respon
adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan
dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai
hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons
yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar
adalah “trial and error
learning atau selecting and connecting lerning” dan berlangsung menurut hukum-hukum
tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering
disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon
ini mengikuti hukum-hukum berikut ( videbeck. 2008, hal 66 ) :
a
Hukum
kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh
suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b
Hukum
latihan (law of exercise),
yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka
asosiasi tersebut akan semakin kuat.
c
Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon
cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut ( videbeck. 2008
hal 67 ):
a
Hukum
Reaksi Bervariasi (Multiple
Response). Hukum ini
mengatakan bahwa pada individu diawali oleh proses trial dan error yang
menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat
dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b
Hukum
Sikap (Set/Attitude). Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku
belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon
saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik
kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
c
Hukum
Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency
of Element), Hukum ini
mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon hanya pada
stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi
(respon selektif).
d
Hukum Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu
dapat melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu
sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan
situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan
unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak
unsur yang sama/identik, maka transfer akan makin mudah.
e
Hukum perpindahan asosiasi (Associative
Shifting). Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang
dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara tertahap dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit
unsur lama.
Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain ( videbeck. 2008
67 ):
a
Hukum
latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan, saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan
stimulus respon belum tentu diperlemah.
b
Hukum akibat
direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan
tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
c
Syarat utama
terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling
sesuai antara stimulus dan respon.
d
Akibat suatu perbuatan dapat menular (spread of effect) baik pada bidang lain maupun pada
individu lain.
2.
Ivan Petrovich Pavlov (1849 - 1936)
Classic Conditioning (pengkondisian atau
persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya
terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus
bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing ( cheney. 2004,
hal 11 ):
a
US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus
tidak dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya
daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.
b
UR (unconditioned respons): disebut perilaku responden (respondent behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon
yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karen anjing
melihat daging.
c
CS (conditioning stimulus):
stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat langsung menimbulkan
respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara
terus-menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan
anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
d
CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang
muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing
mendengar bel.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasan dapat diketahui
bahwa daging yang menjadi stimulus alami (UCS = Unconditional Stimulus =
Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai
stimulus yang dikondisikan (CS
= Conditional Stimulus =
Stimulus yang dikondisikan). Ketika
lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang
dikondisikan. Dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat
untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya (cheney. 2004, hal
11 ).
3.
Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)
Manajemen kelas
menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior modification) antara
lain dengan proses penguatan (reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada
perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang
tidak tepat. ( Rantus. 2011, hal 200 )
Operant
Conditioning atau pengkondisian
operan adalah suatu proses penguatan perilaku operasn (penguatan positif atau
negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau
menghilang sesuai dengan keinginan. ( Rantus. 2011, hal 200 )
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan dan bebas
Skinner membuat eksperiment sebagai berikut: dalam laboratorium. Skinner
memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut”Skinner
box”, yang sudah dilengkapi dengan
berbagai peralatan, yaitu tombol, alat pembeli makanan, penampung makanan,
lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik. ( Rantus. 2011, hal
200 )
Karena dorongan lapar (hunger
drive), tikus berusaha keluar
untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari
box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal
diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan
si tikus, proses ini disebut shaping. ( Rantus. 2011, hal
201 )
Yang terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang
terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif
dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan
terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat
mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. ( Rantus. 2011, hal 201 )
Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado,
makanan, dan lain-lain), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk
menyetujuim bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A,
juara 1 dan sebagainya). ( Rantus. 2011, hal 201 )
Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda / tidak memberi
penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang
(menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dan lain-lain). ( Rantus. 2011, hal
201 )
Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain: ( Rantus. 2011, hal
202 )
a
Hasil
belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika
benar diberi penguat.
b
Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c
Materi
pelajaran, digunakan sistem modul.
d
Dalam proses
pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e
Dalam proses
pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk ini lingkungan perlu diubah, untuk
menghindari adanya hukuman.
f
Tingkah laku
yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan
digunakannya jadwalvariable rasio reinforcer.
g
Dalam
pembelajaran, digunakan shaping.
Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori, Skinner adalah penggunaan
hukuman sebagai salah satu cara untuk mendiskripsikan siswa menurut Skinner
hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya
misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari
kesalahan. Penggunaan hukuman verba maupun fisik seperti : kata-kata kasar,
ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa. ( Rantus. 2011,
hal 202 )
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi di dalam
situasi pendidikan seperti penggunaan rangking juara di kelas yang mengharuskan
anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan
sesuai dengan kemampun yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat
banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa;
misalnya: penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari,
atau olahraga. ( Rantus. 2011, hal 200 )
C.
Aplikasi Model Perilaku
1. Pandangan tentang
penyimpangan perilaku
Perilaku dipelajari. Penyimpangan terjadi karena
manusia telah membentuk kebiasaan perilaku yang tidak diinginkan. Karena
perilaku dapat dipelajari, maka perilaku juga tidak dipelajari. Perilaku
menyimpang terjadi berulang karena berguna untuk mengurangi ansietas. Jika
demikian, perilaku yang lain dapat mengurangi ansietas dapat dipakai sebagai
pengganti.
2.
Indikasi model Perilaku
Indikasi utama ialah gangguan fobik dan
perilaku kompulsif, disfungsi sexual (misalnya impotensi dan frigiditas) dan
deviasi sexual (misalnya exhibisionisme). Dapat dicoba pada pikiran-pikiran
obsesif, gangguan kebiasaan atau pengawasan impuls (misalnya gagap, enuresis,
dan berjudio secara kompulsif), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia)
dan reaksi konversi. Terapi perilaku tidak berguna pada skizofrenia akut,
depresi yang hebat dan (hipo) mania
3. Proses terapeutik
Terapi merupakan
proses pendidikan. Penyimpangan perilaku tidak dihargai. Perilaku yang lebih
produktif dikuatkan. Terapi relaksasi dan latihan keasertifan merupakan
pendekatan perilaku.
4. Peran pasien dan
terapis
Pasien. Mempraktekan
teknik perilaku yang digunakan. Mengerjakan pekerjaan rumah dan penggalakan
latihan. Pasien membantu mengembangkan hierarki perilaku.
Terapis. Mengajar
pasien tentang pendekatan perilaku, membantu mengembangkan hierarki perilaku,
dan menguatkan perilaku yang diinginkan.
BAB III
KASUS
A. Kasus
Klien bernama surya dengan umur 18 tahun. Mahasiswa yang nakal,
susah ditegur dan sering mendapatkan masalah disekolah. akibatnya masalah
sekolahnya terganggu, karena tugas – tugas kuliah tidak pernah dikerjakan.
masalah yang paling utama adalah dia sering tidak masuk kuliah karena tidak mau
mengikuti ujian, pada saat dikelas dia selalu diam dan
suka melawan dosen serta mengganggu teman.
B.
Analisa Masalah
Pada saat ditanya kepada klien, rupanya klien kecewa kepada salah
satu dosen yang sepertinya tidak menyukainya selain itu klien memiliki masalah
keluarga dikarenakan orang tua klien yang tidak pernah perduli dengan masalah
klien. Tapi setelah melihat akibat dari
apa yang telah dilakukannya seperti kuliahnya yang terbengkalai, klien merasa
menyesal dan ingin berubah.
1.
Thorndike
Pertama kita akan menggunakan hukum kesiapan yaitu dengan cara
melihat apakah individu tersebut siap berubah, dan setelah itu menggunakan
hukum latihan yaitu hukum yang melatih perilaku yang baik agar asosiasi semakin
kuat setelah dengan menggunakan hukum akibat yaitu apakah hasil dari latihan
tersebut memuaskan atau tidak. Jika memuaskan akan membuat stimulus dan respons
yang semakin kuat.
a
Hukum kesiapan
Pertama
– tama perawat perlu mengetahui secara mendalam ( inquiry ) bahwa klien benar –
benar ingin berubah. Kemudian barulah kita memberikan tugas berupa hukuman
kepada klien untuk mengerjakan tugas kuliahnya yang telah dia tinggalkan, dan
memberikan laporan kepada perawatnya. setelah kien berhasil mengerjakan hukuman
atau tugas dari perawat barulah kita ketahap yang kedua.
b
Hukum latihan
Yang
harus dilakukan perawatdalam tahap ini adalah memberikan sebuah solusi kepada
klien berupa tugas atau hukuman yang
diberikan perawat kepada klien tapi dengan latihan yang berulang – ulang.
Perawat memberikan hukuman kepada klien agar klien berpartisipasi dalam segala
kegiatan kuliah dari inroom ( seperti diskusi kelompok, bimbingan belajar, dll
) maupun outroom ( seperti pengabdian masyarakat, kegiatan ekskull )
c
Hukum akibat
Setelah
tahap kedua dilewati, kemudian masuklah ketahap yang ketiga. Dalam tahap ini
perawat tidak perlu memberikan tugas atau hukuman kepada klien tetapi perawat
perlu mengetahui apa respons pasien setelah melakukan hukum latihan apakah
memuaskan atau tidak memuaskan, sehingga keputusan berubah kita letakkan kepada
klien.
2.
Pavlov
Dengan memberikan stimulus yang netral ditambah dengan stimulus
yang tidak netral sehingga menimbulkan respons yang bersyarat.
Pertama yang harus kita lakukan adalah memberikan suatu solusi
kepada klien dengan cara memberikan sebuah stimulus yang dikondisikan sehingga
menghasilkan respon yang terkondisikan. Dengan cara memberikan pasien sebuah
penyelesaian masalah ( stimulus ) sehingga menghasilka perilaku yang positif (
respons ). Kita memberikan sebuah syarat yang perlu pasien lakukan jika klien
ingin berubah syarat pertama klien harus
aktif dalam perkuliahan dan selalu masuk kuliah, kedua klien harus mulai
berkomunikasikan kepada orang tuanya segala keluhan dan apa yang klien inginkan
dari orang tua, syarat ketiga klien harus mematuhi segala peraturan yang
terdapat di kampus, syarat yang ketiga
klien harus mengerjakan tugas perkuliahan, syarat keempat klien harus
melaporkan kepada perawat apa yang klien rasakan setiap harinya dengan cara
mobile dan/dengan saksi dari dosen serta orang tua. Kemudian perawat harus
melihat respons dari syarat – syarat tersebut.
3.
Skinner
Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam
belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment). Penguatan dan Hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi
yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya,
hukuman (punishment)
adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Yang harus dilakukan perawat dalam model ini adalah
perawat memberikan penguatan kepada klien. Dengan cara perawat berkerjasama
dengan orangtua agar memberikan sebuah hadiah kepada klien jika klien berubah.
Hadiah dapat berupa benda ataupun perhatian
yang lebih jika dia dapat berubah.
BAB IV
Penutup
A. Kesimpulan
Model konseptual keperawatan memiliki fungsi sebagai rancangan pedekatan penyelesaian masalah keperawatan. Rancanga
tentunya adalah rencana kerja yang berfungsi sebagai gambaran kepada perawat
untuk menyelesaikan masalah keperawatan.
Model konseptual keperawan jiwa digunakan perawatan sebagai senjata dasar dala
menyelesaikan masalah gangguan kesehatan jiwa. Model konseptual keperawatan
jiwa menggambarakan bagaimana seseorang perawat dapat menyelesaikan sebuah
masalah keperawatan mempunyai kerangka konsep yang profesional.
Salah satunya adalah model konseptual perilaku yang menyelesaikan
masalah keperawatan jiwa dengan melihat interaksi antara stimulus dan respon
yang berasosiasi dengan baik.
B. Saran
1. Perawat dalam
menyelesaikan masalah keperawatan jiwa dengan model perilaku yang harus diperhatikan
terfokus pada bagaimana hubungan stimulus dan respon dari individu sehingga
perawat bisa mencegah terjadinya
kecemasan yang mengakibatkan gangguan jiwa pada individu.
2. Pendidikan
keperawatan : dalan pengajaran model perilaku harus memberikan penjelasan dan
gambaran metode ini sehingga para mahasiswa perawat dapat mengerti konsep
dasarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar