Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Sistem endokrin dalam kaitanya dengan system
syaraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua system ini bersama-sama
bekarja untuk mempertahankan homeostatis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain
berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya
medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf
(neural) jika keduanya dihancurkan atau di ikat, maka fungsi dari kedua ginjal
ini sebagian diambil alih oleh system syaraf.
Terdapat 2 tipe kelenjar yaitu eksokrin dan
endokrin. Kelenjar eksokrin melapaskan sekresinya kedalam duktus pada permukaan
tubuh, seperti kulit atau organ internal, seperti lapisan traktus intestinal.
Kelenjar endokrin termasuk hepar, pancreas(kelenjar eksokrin dan endokrin),
payudara kelenjar lakrimalis untuk air mata. Sbaliknya kelenjar endokrin
langsung melepaskan ekskresi langsung kedalam darah.
Kelenjar endokrin termasuk :
1.
pulau lagerhans pada pancreas
2.
gonad (ovarium dan testis)
3.
kelenjar adrenal, hipofise,tiroid dan
paratiroid serta timus.
Infusiensi hipofise menyebabkan hipofungsi
organ sekunder. Hipofungsi hipofise jarang terjadi, namun dapat saja terjadi
dalam setiap kelompok usia. Kondisi ini dapat mengenai semua sel
hipofise(panhipopituitarisme) atau hanya sel-sel tertentu, terbatas pada suatu
subset sel-sel hipofise anterior(mis.: hipogonadisme sekunder terhadap
defisiensi sel-sel gonadotropik) atau sel-sel hipofise posterior (mis,: diabetes
insipidus).
B. Tujuan Penulisan
a.
Tujuan umum
Penulisan makalah ini
bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan kelenjar pytuitari yaitu dengan hipopytuitari anterior dan
posterior seperti diabetes insipidus dan SIADH.
b. Tujuan khusus
Penulisan makalah ini
mempunyai tujuan khusus yaitu:
1.
Untuk memahami teoritis dari hipopytuitari anterior dan posterior (
defenisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan
fisik dan asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan hipopytuitari ).
2.
Untuk memahami teoritis dari Diabetes Insipidus ( defenisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan fisik dan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes
Insipidus ).
C. Manfaat Penulisan
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat
membantu mahasiswa untuk lebih mendalami tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan kelenjar
pytuitari yaitu dengan hipopytuitari anterior dan posterior seperti diabetes
insipidus.
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini tim penulis
menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan data-data yang
diambil dari sumber buku perpustakaan dan internet, diskusi kelompok, serta
konsultasi dengan dosen pembimbing.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun
berdasarkan sistematika penulisan dalam 3 BAB yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teori
yang terdiri dari konsep dasar teori dan konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan kelenjar
pytuitari yaitu dengan hipopytuitari anterior dan posterior seperti diabetes
insipidus dan SIADH.
BAB III : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FISIOLOGI HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS
1. HORMON HIPOFISIS ANTERIOR
Pro-opiomelanokortin dan ACTH
Aksis HPA
adalah bagian utama sistem stress fisiologi, berbagai stresor (mis, stres
metabolik, fisik, mental ) menyebabkan aktivasi aksis HPA. Regulator hipotalamus
yang utama adalah peptida CRH dan, dengan derajat yang lebih rendah, arginin
vasopresin (AVP), yang diproduksi di nucleus paraventricularis dan supraopticus
hypothalami serta dibebaskan ke dalam sistem portal hipotalamus-hipofisis.
Hormon-hormon ini memicu pembentukan dan transpor intrasel suatu protein besar
yang dinamai pro-opiomelanokortin (POMC). POMC diproses lebih lanjut oleh
berbagai protase (prohormon konvertase) untuk menghasilkan peptida-peptida yang
lebih kecil, termasuk peptida 39 residu asam amino, yaitu ACTH. Sebagian besar
peptida yang besar dari POMC lainnya belum jelas benar fungsinya. Meskipun ACTH
adalah hormon hipofisis yang utama yang merangsang fungsi endokrin
adrenokorteks, bagian terminal-amino dari peptida POMC (N-POMC) tampaknya
memiliki fungsi mendorong pertumbuhan.
Hormon-hormon
steroid ini selanjutnya memiliki efek kompleks terhadap banyak jaringan untuk
melindungan organisme dari stres : Hormon-hormon ini meningkatkan tekanan darah
dan glukosa darah, mengubah responsivitas sistem imun, dan seterusnya.
Glukokortikoid
juga memberi umpan balik ke hipotalamus, tempat zat ini menghambat sekresi CRH,
dan ke hipofisis, tempat zat ini menghambat sekresi ACTH lebih lanjut. Tanpa
adanya stres yang tak lazim, pelepasan CRH, ACTH, dan steroid adrenal setiap
harinya berlangsung dalam irama diurnal.
a
Hormon
Glikoprotein
TSH dan
gonadotropin berasal dari famili hormon glikoprotein. Anggota-anggota famili
hormon glikoprotein klasik TSH dan gonadotropin, FSH dan LH, serta hormon
kehamilan gonadotropin korion manusia (Hcg) terdiri atas subunit α-glikoprotein
(α-GSU), yang dimiliki oleh semua anggota, dan subunit β yang dimiliki secara
individual. Subunit-β yang unik pada hormon glikoprotein berperan menentukan
perbedaan biologis hormon-hormon ini. Anggota lain famili ini adalah
tirostimulin, yang juga memiliki komposisi subunit α dan β. Peran fisiologi
hormon ini masih dipastikan.
1)
Tirotropin
Tirotropin yang dilepaskan dari sel-sel
spesifik di hipofisis atas rangsangan oleh thyrotropin-releasing
hormone (TRH) dari hipotalamus. Faktor-faktor hipotalamus yang secara
negatif mengatur pelepasan TSH adalah somatostatin. TSH selanjutnya mengalir
melalui aliran darah sistematis ke kelenjar tiroid, tempat hormon ini
merangsang pembentukan dan sekresi hormon-hormon tiroid memiliki efek terhadap
hampir semua jaringan di tubuh tetapi khususnya pada sistem kardiovaskular,
pernapasan, tulang, dan sistem saraf pusat. Hormon tiroid sangat penting untuk
perkembangan, dan defisiensinya sewaktu perkembangan menimbulkan efek yang
tidak dapat pulih sempurna pada pemberian hormon tiroid berikutnya.
2)
Gonadotropin
Peran gonadotropin adalah mengatur aksis
neuroendokrin sistem reproduksi. Karena itu, suatu releasing factor dari hipotalamus yang dinamai gonadotropin-releasing hormone (GnRH) merangsang sekresi LH dan
FSH, yang merangsang steroidogenesis di dalam ovarium dan testis. Selain itu,
gonadotropin mendorong fungsi sel Sertoli dan teka serta gametogenesis.
Steroid-steroid yang diproduksi oleh ovarium (estrogen) dan oleh testis
(testosteron) menghambat pembentukan GnRH, LH, dan FSH serta memiliki efek
terhadap folikel yang sedang tumbuh di dalam ovarium itu sendiri, terhadap
uterus (mengontrol siklus haid), terhadap perkembangan payudara, terhadap
spermatogenesis, dan terhadap banyak jaringan serta proses fifiologi lain.
b
Hormon
Pertumbuhan dan Prolaktin
Hormon pertumbuhan dan prolaktin merupakan polipeptida satu-rantai
yang secara struktural berkaitan tetapi memiliki spektrum kerja yang berbeda.
1)
Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan (growth hormone, GH), yang secara positif diatur oleh growth hormone-releasing hormone (GNRH)
hipotalamus dan dihambat oleh somatostatin, memicu berbagai efek yang mendorong
pertumbuhan di beragam jaringan.GH memiliki efek langsung (mis, merangsang
pertumbuhan tulang rawan) dan tak-langsung (mis, melalui insulin-like growht factor-1 [IGF-1], suatu polipeptida yang
disekresikan oleh hati dan jaringan. IGF-1 memiliki efek yang mirip dengan
insulin, yaitu mendorong penyimpanan bahan bakar di berbagai jaringan. IGF-1
selanjutnya menghambat sekresi GNRH dan GH. Seperti pada berbagai aksis
umpan-balik meuroendokrin, SSP dan faktor lain dapat secara bermakna
memengaruhi aksis regulasi sederhana ini.
2) Prolaktin
Peran utama prolakatin manusia adalah
merangsang perkembangan payudara dan produksi air susu. Sekresi prolaktin
diatur secara negatif oleh neurotransmiter dopamin dari hipotalamus, dan bukan
oleh suatu peptida. Dopamin lebih bekerja sebagai penghambat ketimbang sebagai
perangsang sekresi prolaktin. Proses-proses yang menyebabkan terpisahnya
kelenjar hipofisis dan hipotalamus menyebabkan lenyapnya semua hormon hipofisis
kecuali prolaktin (panhipopituitarisme akibat
ketiadaan releasing hormone hipotalamus).
Ketiadaan dopamin menyebabkan peningkatan sekresi prolaktin dari sel hipofisis
anterior spesifik yang kini dibebaskan dari inhibisi oleh dopamin. Prolaktin
juga dapat bekerja sebagai fungsi imun.
2. Hormon Hipofisi Posterior
Vasopresin dan Oksitosin
Hormon peptida
vasopresin dan oksitosin disintesis di nucleussupraopticus dan
paraventricularis hypothalami. Akson dari neuron di nukleus-nukleus ini
membentuk hipofisis posterior, tempat hormon-hormon peptida ini disimpan.
Karena itu, untuk memicu pelepasan vasopresin atau oksitosin, set terpisah
releasing factor hipotalamus tidak diperlukan.
1)
Vasopresin
Respon terhadap peningkatan ringan osmolalitas
darah, ‘’osmostat’’ hipotalamus bereaksi dengan memicu rasa haus, pada saat
yang sama, menyebabkan pelepasan vasopresin. Vasopresin meningkatkan jumlah
kanal air aktif di membran sel ductus colligens ginjal sehingga air bebas dapat
dihemat. Hal ini meningkatkan kepekatan urine. Penghematan air bebas dan
stimulasi rasa haus memiliki efek akhir berupa koreksi perubahan ringan
osmolalitas darah.
Vasopresin berikatan dengan sedikitnya tiga
kelas reseptor. Salah satu kelas resptor vasopresin ditemukan otot polos. Efek
utama resptor ini adalah memicu vasokontriksi. Reseptor V18 dijumpai
di kortikotrop, dan reseptor ini berperan meningkatkan sekresi ACTH. Kelas
resptor yang lain (V2) ditemukan di nefron distal di ginjal; fungsi
utamanya adalah memerantarai efek vasopresin terhadap osmolalitas. Karena
efeknya yang diperantarai oleh reseptor V2 ini, vasopresin juga
dikenal sebagai hormon antidiuretik
(ADH). Hubungan diantara gaya osmotik, volume, dan sekresi vasopresin
diilustrasikan. Meskipun fungsi utama vasopresin adalah mempertahankan
osmolalitas darah, sekresi hormon ini juga ditingkatkan oleh penurunan tajam
volume intravaskular. Hal ini membantu aldosteron meningkatkan volume
intravaskular, meskipun dengan pengorbanan berupa penurunan osmolitas.
Kombinasi vasokontriksi perifer dan retensi air yang diperantarai oleh ADH
(dalam keadaan hipotensi meskipun osmolaritas normal atau rendah) dapat
dipahami sebagai suatu cara yang dilakukan oleh tubuh untuk mempertahankan
perfusi dalam menghadapi dafisit volume intravaskular yang besar, bahkan ketika
volume dan komposisi osmolar darah tidak ideal.
2)
Oksitosin
Seperti vasopresin, peptida ini disimpan
diujung saraf neuron hipotalaus di hipofisis posterior. Peptida ini berperan
penting dalam kontraksi otot polos uterus dan payudara baik selama menyusui
maupun pada kontraksi rahim sewaktu persalinan.
Faktor
|
Meningkatkan Sekresi
|
Menghambat Sekresi
|
Neurogenik
|
Tidur stadium III dan IV
Stress
(traumatik, bedah, peradangan, psikis)
Agonis
adrenergik-alfa
Antagonis
adrenergik-beta
Agonis
dopamin
Agonis
asetilkolin
|
Tidur REM
Antagonis
adrenergik-alfa
Agonis
adrenergik-beta
Antagonis
asetilkolin
|
Metabolik
|
Hipoglikemia
Puasa
Penurunan
kadar asam lemak
Asam
amino
Diabetes
melitus tak-terkontrol
Uremia
Sirosis
hati
|
Hiperglikemia
Peningkatan
kadar asam lemak
Obesitas
|
Hormonal
|
GNRH
Insulin-like growth factor yang
rendah
Estrogen
Glukagon
Vasopresin
arginin
|
Somastostatin
Insulin-like growth factor yang
tinggi
Hipotiroidisme
Kadar
glukokortikoid yang tinggi
|
B.
Konsep Dasar Penyakit Diabetes Incipidus
1.
Pengertian
Diabetes insipidus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi
pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopis. (Kapita Selekta
Kedoteran : 2000)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit dengan simtoma poliuria dan polidipsia. Jenis Diabetes insipidus yang paling sering
dijumpai adalah Diabetes insipidus
sentral, yang disebabkan oleh defisiensi arginina pada hormon AVP
( ariginin
vasopresin ).
Jenis kedua adalah Diabetes insipidus
nefrogenis yang disebabkan oleh kurang pekanya ginjal terhadap
hormon dengan sifat anti-diuretik, seperti AVP. (http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_insipidus)
Diabetes
insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak yang
disebabkan oleh dua hal yaitu Gagalnya pengeluaran vasopressin dan Gagalnya ginjal terhadap
rangsangan AVP.
Diabetes
insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan
oleh berbagai penyebab yang dapat menganggu mekanisme neurohypophyseal – renal
reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkoversi air .
Diabetes insipidus adalah suatu sindrom poliuria yang terjadi
akibat ketidakmampuan tubuh memekatkan urine sehingga menghemat air akibat
ketiadaan efek vasopressin. (McPHEE, Stephen : 2011).
Jadi menurut kelompok Diabetes Insipidus adalah sindroma yang
ditandai dengan poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin
oleh system saraf pusat yang dapat disebut dengan diabetes insipidus sentral
dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan ketidakmampuan responsive
tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat disebut dengan diabetes
insipidus nefrogenik.
2. Klasifikasi
Pada diabetes insipidus sentral dan nefrogenik,
urin bersifat hipotonik. Kausa sentral tersering adalah kecelakaan trauma
kepala, tumor intracranial, dan pasca bedah intracranial. Kausa yang lebih
tercantum adalah:
a
Diabetes insipidus sentral
Diabetes Insipidus Sentral (DIS) dapat terjadi akibat beberapa hal,
yaitu: (Asman,dkk, 1996, hal : 816)
1) Tumor-tumor pada hipotalamus.
2) Tumor-tumor besar hipofisis
dan menghancurkan nucleus-nukleus hipotalamik.
3) Trauma kepala.
4) Cedera operasi pada
hipotalamus.
5) Oklusi pembuluh darah pada
intraserebral (trombosis
atau perdarahan serebral, aneurisma
serebral, post-partum necrosis).
6) Pengangkutan ADH/AVP yang
tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya akson pada traktus
supraoptikohipofisealis.
7) Sintesis ADH terganggu.
8) Kerusakan pada nucleus
supraoptik paraventricular.
9) Gagalnya pengeluaran ADH.
10) Infeksi (Meningitis, ensefalitis, landry-Guillain-Barre’s
syndrome)
b
Diabetes insipidus nefrogenik
1) Kegagalan tubulus renal untuk
bereaksi terhadap ADH, akibat:
-
Penyakit ginjal kronik
-
Penyakit ginjal polikistik
-
Medullary cystic disease
-
Pielonefritis
-
Obstruksi ureteral
-
Gagal ginjal lanjut
2) Gangguan
elektrolit
-
Hipokalemia
-
Hiperkalsemia
3) Obat-obatan
-
Litium
-
Demoksiklin
-
Asetoheksamid
-
Tolazamid
-
Glikurid
-
Propoksifen
4) Penyakit sickle cell
5) Gangguan diet
-
Intake air yang berlebihan
-
Penurunan intake NaCl
-
Penurunan intake protein
6) Lain-lain
-
Multipel mieloma
-
Amiloidosis
-
Penyakit Sjogren’s
-
Sarkoidosis
3. Etiologi
a. Hipotalamus mengalami kelainan
fungsi dan berkurangnya produksi ADH baik total maupun parsial.
b. Kelenjar hipofisis posterior
mengalami penurunan atau gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran
darah.
c. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar
hipofisa akibat pembedahan, trauma kepala, cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak), tumor otak, operasi ablasi, atau
penyinaran pada kelenjar hipofisis.
d. Ketidakmampuan ginjal berespon
terhadap kadar ADH dalam darah akibat berkurangnya reseptor atau second messenger (diabetes insipidus
nefrogenik). Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan penyakit ginjal.
e. Infeksi sistem saraf pusat (ensefalitis
atau meningitis).
f. Pengaruh
obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin,
alkohol, lithium carbonat.
g. Sarkoidosis atau tuberculosis.
h. Gangguan aliran darah (Aneurisma atau penyumbatan
arteri yang menuju ke otak).
i.
Idiopatik : dalam hal ini tidak ditemukan
kelainan walaupun terdapat gejala. Gejala sering mulai pada masa bayi, tetapi
tidak hilang selama hidup, tanpa mengganggu kesehatan dan mempengaruhi umur
penderita
3.
Patofisiologi
Vasopresin
arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik,
paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu
neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat
pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar
hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis,
vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang
tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor
volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau
penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin
kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air
melalui suatu mekanisme yang melibatkan
pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik (yaitu Adenosin Mono Fosfat).
Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun.
Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit
antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan
dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus
pengumpul ginjal meningkat karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak
kencing.
Selain
itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya
penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic
pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin.
Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan
mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan
merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak
(polidipsia).
Secara
patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral,
dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus
nefrogenik, dimana gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal
terhadap vasopresin.
Diabetes
insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik
ADH yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan
oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus
yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS ( diabetes insipidus sentral ) juga
timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptiko hipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan
untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DIS
dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang
kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak
berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena
terbentuknya antibody terhadap ADH.
4.
Manifiestasi klinis
Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut:
(Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 290)
a)
Gejala
utama: poliuria (banyak
kencing) dan polidipsi
(banyak minum). Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24
jam sangat banyak. Produksi
urin sangat encer dengan jumlah sekitar 4-30 liter/hari, dengan berat
jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 – 1005 atau 50 – 200
mOsmol/kg berat badan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air kemih,
penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika kompensasi ini
tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang
menyebabkan tekanan darah rendah dan syok.
b) Penderita
terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam hari.
c) Pada bayi yang
diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang tidak berhenti,
sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai syok.
d)
Gejala
lain:
- Penurunan
berat badan
- Nocturia
- Kelelahan
- Hipotensi
- Gizi kurang baik
- Gangguan emosional
- Enuresis
- Kulit kering
- Anoreksia
- Gangguan pertumbuhan
5.
Penatalaksanaan Medis
a.
Prevent Dehidration
1)
Infus IV Elektrolit Untuk Dehidrasi
Fungsi larutan elektrolit secara
klinis digunakan untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal
elektrolit dalam darah.
2)
INFUS IV GLUKOSA NaCl / GLUKOSA 10%
Pada umumnya larutan glukosa untuk
injeksi digunakan sebagai pengganti kehilangan cairan tubuh, sehingga tubuh
kita mempunyai energi kembali untuk melakukan metabolismenya dan juga sebagai
sumber kalori. Dosis glukosa adalah 2,5-11,5 % (Martindale), pada umumnya
digunakan 5 %. Dalam formula ini ditambahkan NaCl supaya diapat larutan yang
isotonis, dimana glukosa disini bersifat hipotonis. Dalam pembuatan aqua p.i
ditambahkan H2O2 yang dimaksudkan untuk menghilangkan pirogen, serta di dalam
pembuatan formula ini ditambahkan norit untuk menghilangkan kelebihan H2O2.
3)
Corsalit 200 Sachet
Komposisi : Glucose
anhydrate 4 g, NaCl 0.7 g, Na citrate 0.58 g, KCl 0.3 g
b.
Check body Weights Daily
Berat badan harus di periksa dengan menggunakan
timbangan yang akurat.
c.
Hormonal medic
Penggantian dengan
vasopressin. Desmopresin (DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopressin
yang tidak memiliki efek vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat
berguna karena mempunyai durasi kerja yang lebih lama dab efek samping yang
lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan
untuk mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal
dengan menyemprotkan larutan obat kedalam hidung melalui pipa plastic fleksibel
tidak yang kerjanya singkat dan diabsorpsi lewat mukosa nasal ke dalam darah.
Jika kita menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi
kondisi pasien unutk mengetahui adanya ranofaringitis kronis.
Bentuk
terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin tannat
dalam minyak, yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan.
Preparat suntikan diberikan tiap 24 jam hingga 96 jam. Sebelum digunakan botol
obat suntik terlebih dahulu dihangatkan atau digucangkan dengan kuat.
Penyuntikan dilakukan pada malam hari agar mencapai hasil yang optimal. Kram
abdomen adalahefek samping dari obat ini.
6.
Pemeriksaan Penunjang
1)
Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse
larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal akan menurunkan jumlah
urine, sedangkan pada Diabetes Insipidus urine akan menetap atau
bertambah.
Pemberian pitresin
akan menyebabkan turunnya jumlah urine pada pasien DIS dan menetapnya jumlah
urine pada pasien DIN.
Kekurangan pada
pengujuian ini adalah:
a.
Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan
menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan efek ADH.
b.
Interpretasi pengujicobaan ini adalah all or none sehingga tidak
dapat membedakan defect partial atau komplit.
2)
Fluid deprivation
a.
Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan pemberian
cairan selama 8 hingga 12 jam atau sampai terjadi penurunan berat badan sebesar
3% hingga 5%. Kemudian ditimbang BBnya, diperiksa volume dan berat jenis atau
osmolalitas urine pertama. Pada saat ini diambil sample plasma untuk mengukur
osmolalitasnya.
b.
Pasien diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
c.
Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam,
atau setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.
d.
Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam keadaan
segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua sample harus disimpan
dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.
e.
Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang lebih dahulu.
3)
Uji nikotin
Nicotine langsung
merangsang sel hipotalamus yang memproduksi vasopressin. Obat yang dipakai
ialah nicotine salicylate secara intra vena. Efek samping yang dapat
ditimbulkan ialah mual dan muntah. Penialaian tes ini sama seperti pada
Hickey-Hare test. (Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 292-293)
4) Uji
vasopressin
Dilakukan bersama
dengan pengukuran osmolalitas plasma serta urin; uji coba dengan menggunakan desmopresin (vasopressin sintetik); dan
pemberian infus larutan salin hipertonis.
5) CT-Scan
Untuk
mendeteksi adanya lesi di hipotalamik pituitary.
7.
Komplikasi
a
Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak adekuat.
Dehidrasi dapat menyebabkan:
·
Mulut
menjadi kering
·
Kelemahan
otot
·
Tekanan
darah rendah (hipotensi)
·
natrium darah Ditinggikan (hipernatremia)
·
Sunken penampilan untuk mata Anda
·
Demam
·
Sakit
kepala
·
Tingkat jantung cepat
·
Kehilangan Berat badan
b
Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hipenatremia dan hipokalemia. Keadaan ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak
teratur dan dapat
terjadi gagal jantung kongestif.
Diabetes insipidus juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Elektrolit mineral dalam darah Anda - seperti natrium, kalium dan kalsium - yang menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh Anda. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan gejala, seperti:
·
Sakit
kepala
·
Kelelahan
·
Lekas
marah
·
Otot sakit
c
Intoksikasi air
Asupan cairan yang berlebihan di dipsogenic diabetes insipidus dapat menyebabkan keracunan air, suatu kondisi yang menurunkan konsentrasi natrium dalam darah,yang dapat merusak otak.
Herediter,
familiar (Autosomal Dominan)
|
a.Penyakit system
saraf pusat (diabetes inspidius sentral) yang mengenal sistesis atau
sekresi vasopressin
|
Penyakit ginjal
(diabetes inspidius nefrogenik) karena lenyapnya kemampuan ginjal untuk
berespons terhadap vasopressin dalam darah dengan menghemat air
|
Kehamilan
|
Defek
generalisata di reseptor vasopressin V2(kanal air akuaporin-2 di duktus
colligens ginjal)
|
Defisiensi
arginin pada hormon ADH
|
Ginjal
tidak bisa mengkonservasi air
|
Kegagalan
sintesis/penyimpanan ADH
|
Rusaknya
nukleus supraoptik paraventrikulear & filiformis hipofisis
|
Rusaknya
akson traktus supraoptikulohipofisialis & hipofisis posterior
|
Enzim
plasenta menghancurkan ADH
|
Sekresi
ADH
|
Pengaktifan
adenosine & AMP siklik
|
Ginjal
|
Filtrasi
air terganggu
|
Hanya
air yang lolos dari penyaringan
|
Zat-zat
lain tertahan
|
Permeabilitas
epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air
|
Hipertermi
|
Infeksi
|
Demam
|
Gangguan
pola tidur
|
Nokturia
|
Poliuria
|
Terjadi
malam hari
|
GFR
|
Inbalance
elektrolit
|
Konsentrasi
urine
|
Denyut
jantung
|
Kerja
Jantung
|
Sistem
parasimpatis
|
SSO
|
Fungsi
otot
|
Hipokalemia
|
Hipermatremia
|
Ka
keluar
|
Na
tertahan
|
Mineralokortikoid
|
Reabsorbsi
cairan
|
Dehidrasi
|
Merangsang
pusat haus di anterolateral dari nuckeus peroptik
|
Polidipsia
|
Gaster
terisi air banyak
|
HCL
gaster rendah
|
Stimulus
pusat lapar
|
Gangguan
fungsi tubuh
|
Hipertensi
|
kematian
|
Syok
hipovolemik
|
Koma
|
Gangguan
Elimanasi Urin
|
Sakit
Kepala
|
Kelemahan
otot
|
Intoleransi
Aktivitas
|
Nyeri
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
|
Anoreksia
|
BAB III
Asuhan keperawatan
(pengkajian, diagnosa, rencana
keperawatan, dan evaluasi keperawatan).
A.
Pengkajian
a. Keadaan
Umum
Meliputi
kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau
GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda
Vital
Meliputi
pemeriksaan:
ü Tekanan
darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan
kondisi patologis.
ü Pulse
rate
ü Respiratory
rate
ü Suhu
c.
Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien
pernah ada riwayattrauma kepala,
pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi kranial,
riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit yang sama.
d.
Pengkajian
Pola Gordon
1.
persepsi
kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
·
mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
·
Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.
2.
pola nutrisi metabolic
·
nafsu makan klien menurun.
·
Penurunan berat badan 20% dari berat badan ideal.
3.
pola
eliminasi
·
kaji frekuensi eliminasi urine klien
·
kaji karakteristik urine klien
·
klien mengalami poliuria (sering kencing)
·
klien mengeluh sering kencing pada malam hari
(nokturia).
4.
pola
aktivitas dan latihan
·
kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
·
kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan
lemah, letih sulit bergerak)
·
kaji penurunan kekuatan otot
5.
pola tidur dan istirahat
·
kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus
mengalami kencing terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola
tidur/istirahat klien.
6.
pola kognitif/perceptual
·
kaji fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman,
daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7.
pola persepsi diri/konsep diri
·
kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat
sedang mengalami sakit.
·
Kaji dampak sakit terhadap klien
·
Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan
diet sehat dan latihan).
8.
pola peran/hubungan
·
kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap
pekerjaannya
·
kaji keefektifan hubungan klien dengan orang
terdekatnya.
9.
pola seksualitas/reproduksi
·
kaji dampak sakit terhadap seksualitas.
·
Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas
seksualitas.
10. pola
koping/toleransi stress
·
kaji metode kopping yang digunakan klien untuk
menghidari stress
·
system pendukung dalam mengatasi stress
11. pola
nilai/kepercayaan
·
klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap
sembahyang tiap ada kesempatan.
e.
review
of system
1.
Pernafasan
B1 (Breath)
· Inspeksi : frekuensi nafas
normal (20/menit), Bentuk dada simetris, penggunaan otot bantu napas tidak
tampak.
· Perkusi : sonor/redup.
· Palpasi : gerakan thorak simetris
· Auskultasi : suara napas resonan,
tidak ada bunyi yang menunjukkan gangguan.
2.
Kardiovaskuler
B2 ( Blood)
· Inspeksi : (-) peningkatan JVP,(-)
tanda cyanosis
· Perkusi : Perkusi untuk menentukan
letak jantung (jantung pada batas kanan di intercosta 6, atas intercosta 2,
kiri intercosta 8, bawah intercosta 4/5) untuk mengetahui terjadinya
kardiomegali.
· Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada
letak anatomi jantung.
· Auskultasi : Irama jantung regular,
tidak ada bunyi jantung tambahan,TD : 90/60 mmHg,Nadi : Bradikardi
3.
Persyarafan
B3 ( Brain)
· Pasien tidak mengalami Pusing,
orientasi baik, tidak ada perubahan pupil, kesadaran kompos metis dengan skala
GCS = 15, reflek motorik penilaian 6,reflek pada mata pada penilaian 4,reflek
Verbal pada penilaian 5.
4.
Perkemihan
B4 (Bladder)
· Adanya penurunan pembentukan hormon
ADH jadi intensitas untuk berkemih semakin banyak untuk tiap harinya.Output
yang berlebih (frekuensi BAK ≥ 6x/hari) apalagi pada malam hari (nokturia).
5.
Pencernaan
B5 (Bowel)
· Pada penurunan pembentukan hormon
ADH ini juga menyababkan Klien menjadi dehidrasi jadi sistem pencernaan juga
terganggu. Pada Px diare terjadinya peningkatan bising usus dan peristaltik
usus yang menyebabkan terganggunya absorbsi makanan akibatnya gangguan
metabolisme usus, sehingga menimbulkan gejala seperti rasa kram perut, mual,
muntah.
f.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Inspeksi
Klien tampak banyak minum, banyak buang air kecil,
kulit kering dan pucat, bayi sering menangis, tampak kurus karena penurunan
berat badan yang cepat, muntah, kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit
kering.
2)
Palpasi
Turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa dan
kulit kering, takikardia, takipnea.
3)
Auskultasi
Tekanan darah turun (hipotensi).
B.
Diagnosa
·
Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan keluaran cairan aktif haluaran urine
yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone
diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30
liter/hari), klien sering berkemih,
haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan.
·
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas
tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia.
·
kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya paparan informasi ditandai dengan pengungkapan
masalah.
·
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat
poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun waktu
malam akibat ingin berkemih dan ingin minum.
C.
Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan / Out come
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1
|
Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan keluaran cairan aktif haluaran urine
yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone
diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30
liter/hari), klien sering berkemih,
haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan.
|
Setelah diberikan
askep selama … x 24 jam, diharapkan kekurangan volume cairan teratasi, dengan
kriteria hasil:
-
TTV dalam batas
normal/ not compromised (skala 5). (Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler
90-140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt;
RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt,
remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah
105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C)
-
Intake dan output
dalam 24 jam seimbang / not compromised (skala 5).
-
Kulit/membran mukosa
klien lembab / not compromised (skala 5).
-
BB klien tetap/tidak
terjadi penurunan berat badan (mencapai skala 5).
|
Fluid management
-
Kaji dan Pantau TTV
dan catat adanya jika ada perubahan
-
Berikan cairan sesuai
kebutuhan.
-
Catat intake dan
output cairan.
-
Monitor dan Timbang
berat badan setiap hari.
-
Monitor status
hidrasi (suhu tubuh, kelembaban membran mukosa, warna kulit).
|
-
Adanya perubahan TTV
menggambarkan status dehidrasi klien. Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh
hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat
ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring
ke posisi duduk/berdiri.
-
Memenuhi kebutuhan
cairan dalam tubuh.
-
Memberikan hasil
pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti
-
Mengetahui berapa
cairan yang hilang dalam tubuh
-
Mengetahui tingkat
dehidrasi.
|
2
|
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas
tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia.
|
Setelah diberikan
askep selama … x 24 jam, diharapkan gangguan eliminasi urin teratasi, dengan kriteria
hasil:
-
Karakteristik urine
meliputi warna, berat jenis, jumlah, bau normal/ not compromised (skala 5).
-
Tidak terjadi
nocturia/ not compromised (skala 5).
-
Pola eliminasi
normal/ not compromised (skala 5).
|
Urinary elimination
management
- monitor dan kaji karakteristik urine meliputi
frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna.
- Batasi pemberian cairan sesuai kebutuhan.
- Catat waktu terakhir klien eliminasi urin.
- Instruksikan klien/keluarga untuk mencatat output
urine klien.
|
-
Mengetahui sejauh mana perkembangan fungsi ginjal dan untuk mengetahui
normal atau tidaknya urine klien.
-
Mengurangi
pengeluaran cairan berupa urine terutama saat malam hari.
-
Mengidentifikasikan fungsi kandung kemih, fungsi ginjal, dan
keseimbangan cairan.
|
3
|
kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya paparan informasi ditandai dengan pengungkapan
masalah.
|
Setelah diberikan
askep selama … x 24 jam, diharapkan pengetahuan klien bertambah dengan
kriteria hasil:
- Klien
dan keluarga mengetahui definisi diabetes insipidus.
- Klien
dan keluarga mengetahui factor penyebab diabetes insipidus.
- Klien
dan keluarga mengetahui tanda dan gejala awal diabetes insipidus.
- Klien
dan keluarga mengetahui terapi pengobatan yang diberikan pada klien dengan
penyakit diabetes insipidus.
|
Teaching-disease
process
-
kaji pengetahuan awal
klien mengenai penyakitnya.
-
Jelaskan patofisologi
penyakitnya dan bagaimana itu bisa berpengaruh terhadap bentuk dan fungsi
tubuh.
-
Deskripsikan tanda
dan gejala penyakit yang diderita klien.
-
Diskusikan terapi pengobatan
yang diberikan kepada klien.
-
Diskusikan perubahan
gaya hidup yang dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan atau
mengontrol proses penyakit tersebut.
|
-
Mengetahui sejauh
mana pengetahuan klien tentang penyakitnya.
-
Klien mengetahui
penyebab perubahan fisiologis pada tubuhnya.
-
Klien dan keluarga
dapat mengetahui tanda dan gejala penyakitnya sehingga dapat mengetahui
jikalau salah satu keluarga klien mengalami salah satu gejala dari penyakit
tersebut.
-
Klien dan kelurga
mengetahui terapi yang dijalani untuk penyembuhan penyakit tersebut.
-
Mencegah terjadinya
komplikasi dari penyakit tersebut.
|
4
|
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat
poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun
waktu malam akibat ingin berkemih dan ingin minum.
|
Setelah diberikan
askep selama … x 24 jam, diharapkan pola tidur klien terkontrol, dengan
kriteria hasil:
- TTV klien dalam batas normal
(Nadi: bayi
120-160x/mnt, toddler 90-140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt, sekolah
75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler
25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54
mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu :
Suhu tubuh 36-37,5°C)
- klien tidak sering terbangun di malam hari akibat
ingin berkemih dan ingin minum.
- klien tidak mengalami kesulitan untuk tertidur/tetap
tidur.
|
-
Kaji dan Pantau TTV
dan catat adanya jika ada perubahan
- Jika berkemih malam mengganggu, batasi asupan cairan
waktu malam dan berkemih sebelum tidur.
- Anjurkan keluarga klien untuk memberi klien
rutinitas relaksasi untuk persiapan tidur.
|
- Terganggunya
pola tidur klien dapat mangakibatkan meningkatnya risiko hipotensi atau TTV
dalam batas yang tidak normal.
-
Meningkatkan
kenyamanan tidur pasien dan mencegah terbangun di malam hari akibat ingin
berkemih.
-
Dapat membantu klien
untuk cepat tertidur dan membuat tidur lebih nyenyak sehingga meminimalkan
risiko terbangun di malam hari.
|
5.
|
Intoleransi
aktivitas bd. Kelemahan umum atau kelemahan otot
|
Setelah diberikan
askep selama … x 24 jam, diharapkanMentoleransi aktivitas yang biasa
dilakukan dengan kriteria hasil :
-
Peningkatan energi yang kemampuan
seseorang untuk beraktivitas
-
Peningkatan pengelolaan energi
aktif untuk memulai dan memelihara aktivitas
-
Kemampuan untuk melakukan
tugas-tugas fisik yang paling dasar dan aktivitas perawatan pribadi
-
Kemampuan untuk melakukan
aktivitas yang dibutuhkan dan berfungsi dirumah atau komunitas
|
-
Kaji respon emosi, sosial, dan
spiritual terhadap aktivitas
-
Evaluasi motivasi dan keinginan
pasien
-
Tentukan penyebab keletihan
(misalnya, karena perawatan, nyeri, dan pengobatan)
-
Pantau respon kardiorespiratori
terhadap aktivitas (misalnya, takikardia, distrimnia lain, dispnea,
diaforesis, pucat, tekanan hemodinamik, dan frekuensi respirasi)
-
Pantau respon oksigen pasien
(misalnya, nadi, irama jantung, dan frekuensi respiarsi) terhadap aktivitas
perawatan diri.
-
Ajarkan kepada klien dan orang
yang penting bagi klien tentang teknik perawatan diri
-
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas
dan teknik manajemen waktu
-
Kolaborasikan dengan ahli terapi
okupasi, fisik dan/ atau rekreasi
-
Rujuk pada pelayanan kesehatan
rumah
|
-
Mengetahui pola dan cara pandang
klien terhadap diri sendiri
-
Untuk meningkatkan aktivitas
-
Untuk mengetahui tindakan yang
tepat dilakukan kepada pasien.
-
Untuk mengetahui tingkat respon
tubuh klien terhadap aktivitas
-
Untuk mengetahui tingkat respon
tubuh klien terhadap aktivitas
-
Melatih klien untuk mandiri dan
agar keluarga ikut serta dalam perawatan klien
-
Untuk mencegah kelelahan
-
Untuk merencanakan dan memantau
program aktivitas, sesuai dengan kebutuhan
-
Untuk
mendapatkan pelayanan tentang bantuan perawatanrumah, sesuai dengan
kebutuhan.
|
6.
|
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
|
Setelah diberikan
askep selama … x 24 jam, diharapkantidak ada masalah dalam suhu
tubuh dengan skala 4 sehingga suhu tubuh kembali normal atau turun dengan
kriteria hasil :
-
suhu tubuh
dalam rentang normal
-
suhu kulit
dalam batas normalnadi dan
pernafasan dalam batas normal.
|
-
Monitor suhu
sesering mungkin
-
Monitor
warna, dan suhu kulit
-
Monitor
tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
-
Monitor
intake dan output
-
Berikan
pengobatan untuk mengatasi penyebab demam.
|
-
Mengetahui tingkat perubahan suhu
-
Panas berpengaruh terhadap kulit
-
Panas yang berlebih dapat
berpengaruh terhadap kardiorespirasi
-
Memantau keseimbangan cairan
dalam tubuh
-
Menurunkan panas
|
7
|
Nyeri akut bd. Ketidak seimbangan elektrolit
|
Setelah diberikan
askep selama … x 24 jam, diharapkan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil :
-
Meningkatkan perasaan nyaman dan
aman individu
-
Meningkatkan kemampuan individu
untuk dapat melakukan aktifitas fisik yang diperlukan untuk penyembuhan
(misal; batuk dan nafas dalam, ambulasi)
-
Mencegah timbulnya gangguan tidur
|
-
Kaji terhadap
nyeri dengan skala 0-5.
-
Bantu pasien
dalam identifikasi faktor pencetus.
-
Berikan
tindakan kenyamanan.
-
Dorong pasien
menggunakan tehnik relaksasi.
-
Berikan obat
antinyeri sesuai pesanan.
|
-
Rasional :
pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
-
Rasional :
nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih
dan berbaring lama.
-
Rasional :
memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.
-
Rasional :
memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
-
Rasional :
untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan
meningkatkan istirahat.
|
8
|
Infeksi bd. poliuri
|
Setelah
diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkan infeksi Infeksi sembuh dan mencegah komplikasi dengan
kriteria hasil :
-
Tanda-Tanda
Vital dalam batas normal
-
Nilai
Kultur Urine Negatif
-
Urine
berwarna bening dan tidak berbau
|
-
Kaji suhu
klien setiap 4 jam dan lapor suhu diatas 38, 5 c
-
Catat
karakteristik urine
-
Anjurkan
klien untuk minum 2 – 3 liter
-
Monitor
pemeriksaan ulang urine kultur dan sensitivitas untuk menentukan respon
terapi
-
Berikan
perawatan perinel, pertahankan agar tetap bersih dan kering
|
-
TTV menandakan adanya perubahan
didalam tubuh
-
Untuk mengetahui /
mengindentifikasi indikasi kemajuan dan penimpangan hasil yang diharapkan
-
Untuk mencegah statis urine
-
Mengetahui seberapa jauh efek
obat terhadap keadaan penderita
-
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari
bakteri pembuat infeksi
|
D.
Evaluasi
No.
Dx
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Evaluasi
|
1
|
Ketidakseimbangan volume
cairan kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan keluaran cairan aktif haluaran urine yang berlebihan
sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone diuretic)
ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30
liter/hari), klien sering berkemih,
haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan.
|
S : klien mengatakan
tidak begitu sering berkemih dan tidak begitu sering haus.
O :
-
Kulit/membran mukosa
klien lembab
-
BB klien tetap/tidak
terjadi penurunan berat badan
-
TTV dalam batas
normal (Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-140x/mnt, prasekolah
80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-40
x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD:
bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65
mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C)
A : Tujuan
tercapai sebagian
P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan intervensi
|
2
|
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
penurunan permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia.
|
S : klien mengatakan
malamhari tidak sering berkemih.
O :
-
Tidak terjadi
poliuri.
-
Tidak terjadi
nocturia.
-
Tidak sering
berkemih.
A
: tujuan tercapai sebagian
P
: Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan intervensi
|
3
|
kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi ditandai dengan pengungkapan masalah.
|
S : klien dan
keluarga mengatakan mengerti tentang penyakit diabetes insipidus.
O :
- Klien
dan keluarga mampu menjabarkan tanda dan gejala diabetes insipidus.
- Klien
dan keluarga mampu mendeskripsikan pengertian diabetes insipidus.
- Klien
mampu menjelaskan gaya hidup sehat yang harus dijalani untuk mencegh
terjadinya komplikasi.
A : Tujuan tercapai
dan masalah teratasi
P : Lanjutkan
health promotion pada keluarga
|
4
|
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat
poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun
waktu malam akibat ingin berkemih dan ingin minum.
|
S :
- klien
mengatakan klien tidak sering terbangun di malam hari akibat ingin berkemih
dan ingin minum.
- klien
mengatakan bahwa klien tidak mengalami kesulitan untuk tertidur/tetap tidur.
O :
- TTV klien dalam batas normal
(Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler
90-140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt;
RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt,
remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah
105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C).
A : tujuan tercapai
sebagian.
P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan intervensi
|
5
|
Intoleransi
aktivitas bd. Kelemahan umum atau kelemahan otot
|
S
: klien mengatakan bahwa dapat melakukan kegiatan sehari - hari
O
: klien tampak mampu untuk beraktivitas yang sederhana ( mandi, berjalan, dll
)
A
: tercapai sebagian
P
: lanjutkan tindakan
|
6
|
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
|
S : kluen mengatakan
tubuhnya sudah tidak terasa panas lagi
-
O : TTV dalam rentang
normal (TTV dalam batas normal (Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler
90-140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt;
RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt,
remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah
105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C )
A
: tercapai sebagian
P
: lanjutkan tindakan dan pertahanka kondisi klien
|
7
|
Nyeri akut bd. Ketidak seimbangan elektrolit
|
S
: nyeri berkurang / hilang
O
:
-
klien tampak tidak meringis
kesakitan
-
Tidur klien tidak terganggu
karena nyari
A
: tercapai sebagian
P
:lanjutkan tindakan
|
8
|
Infeksi bd. poliuri
|
S
: pada saat kencing klien tidak merasa sakit
O
:
-
tidak ada tanda – tanda infeksi
-
Kultur urine negatif
A
: tercapai sebagian
P
: lanjutkan tindakan
|
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN.
Diabetes Insipidus adalah sindroma
yang ditandai dengan poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi
vasopressin oleh system saraf pusat yang dapat disebut dengan diabetes
insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan
ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat
disebut dengan diabetes insipidus nefrogenik. Di manifestasikan dengan poliuria
dan polidipsia.
B.
SARAN
Penulis memberi saran kepada :
1.
Para pembaca pada umumnya agar lebih menjaga ginjal
kita agar selalu berfungsi dengan baik, dengan mengetahui penyakit-penyakit
yang berkaitan dengan tubuh kita misalnya diabetes insipidus, SIADH, dan atau
hipopituitary anterior maupun posterior seperti yang telah dibahas dalam
makalah ini diharapkan mampu menggunakan koping yang efektif dan dapat
mencegahnya serta menghubungi dokter untuk tindak lanjut berikutnya.
2.
Para mahasiswa/i
khususnya supaya lebih memahami konsep penyakit-penyakit dan atau
hipopituitari itu sendiri agar mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan hipopitutari anterior dan posterior.
kartal alarko carrier klima servisi
BalasHapustuzla lg klima servisi
tuzla alarko carrier klima servisi
tuzla daikin klima servisi
çekmeköy toshiba klima servisi
ataşehir toshiba klima servisi
kadıköy alarko carrier klima servisi
maltepe daikin klima servisi
kadıköy daikin klima servisi
özel ambulans
BalasHapusyurtdışı kargo
minecraft premium
uc satın al
en son çıkan perde modelleri
lisans satın al
en son çıkan perde modelleri
nft nasıl alınır