Kamis, 19 Juli 2012

Makalah Goiter


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Istilah Goiter berarti terjadinya pembesaran pada kelenjar tiroid, yang dikenal dengan goiter non toxik atau simpel goiter atau struma endemik, dengan dampak yang ditimbulkannya hanya bersifat local yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ disekitarnya seperti pengaruhnya pada trachea dan esophagus.
Goiter adalah salah satu cara mekanisme kompensasi tubuh terhadap kurangnya unsure yodium dalam makanan dan minuman. Asupan yodium dapat diperiksa secara langsung yaitu dengan cara menganalisis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu yang mengidap goiter, sedangkan pemeriksaan secara tidak langsung dipakai berbagai cara antara lain  :  pemeriksaan kadar yodium dalam urine dan dengan studi kinetik yodium.
Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang disebut struma endemis dan sporadik. Secara sporadik dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab maka struma sporadik banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali, penggunaan obat-obat anti tiroid, peradangan dan neoplasma, secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok orang didaerah tertentu, sdihubungkan dengan penyakit defisiensi yodium.
Pada umumnya goiter sering dijumpai pada daerah pegunungan, namun ada juga yang ditemukan di dataran rendah dan ditepi pantai.
Goiter merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Goiter mungkin membesar secara difus dan atau bernodula.
B.       Tujuan Penulisan
1.         Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa diharapkan mampu mengenal dan mengetahui tentang kelenjar tiroid dan fungsinya bagi manusia.
2.         Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu :
a.         Mengetahui dan memahami konsep dasar penyakit Goiter
b.        Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan dari penyakit Goiter
C.       Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode diskritip melalui pendekatan studi kasus yang meliputi pengumpulan data, analisa data, dan menarik kesimpulan dengan cara :
1.         Studi keperpustakaan/literatur
Metode ini dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan judul dan permasalahan.
2.         Studi kasus
Metode ini diperoleh dari melakukan asuhan keperawatan terhadap klien mulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.
D.      Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan        : terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis : terdiri dari Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid dan Konsep Dasar Penyakit    Goiter
BAB III Askep                : terdiri dari Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
BAB IV Penutup             : terdiri dari Kesimpulan dan Saran














BAB II
TINJAUAN TEORI
A.      Anatomi dan fisiologi Kelenjar Tiroid
Pada manusia, kelenjar tiroid terletak dileher bagian anterior, dan fungsinya adalah sintesis dan sekresi hormon tidoid tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3). Hormon-hormon ini bersifat esensial untuk tumbuh kembang normal dan homeostasis tubuh dengan meregulasi produksi energi. Kelenjar paratiroid yang mensekresi hormon paratiroid tertanam dalam kelenjar tiroid, dan sel parafolikular yang tersebar diantara folikel tiroid memproduksi kalsitonin. Kelenjar tiroid manusia mulai berkembang sekitar 4 minggu setelah konsepsi dan bergerak turun ke leher sejalan dengan pembentukkan struktur bolibular yang khas. Proses ini selesai pada trimester ketiga.
Kelenjar tiroid, terletak tepat di bawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea, merupakan salah satu kelenjar endokrin terbesar, normalnya memiliki beasr 15 sampai 20 gram pada orang dewasa. Kelenjar tiroid terdiri dari banyak sekali folikel-folikel yang tertutup (diameternya antara 100-300 mikrometer) yang dipenuhi dengan bahan sekretorik yang disebut koloid dan dibatasi oleh sel-sel epitel kuboid yang mengeluarkan hormonnya ke bagian folikelitu. Unsur utama dalam koloid adalah glikoprotein tiroglobulin besar, yang mengandung hormon tiroid di dalam molekul-molekulnya. Begitu hormon yang diekskresikan sudah masuk ke dalam folikel, hormon itu harus diabsorbsi kembali melalui epitel folikel ke dalam darah, sebeum dapat berfungsi dalam tubuh. Setiap menitnya jumlah aliran darah di dalam kelenjar tiroid kira-kira lima kali lebih besar daripada berat kelenjar tiroid itu sendiri, yang menyuplai darah yang sama besarnya dengan bagian lain dalam tubuh, dengan pengecualian bagian korteks adrenal (Guyton, 2008).
Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus) dan bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di depan trachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus tambahan yang membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida.

1.         Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah: Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.
a.         Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.
b.        Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan 7.
c.         Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.
2.         Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
a.         thyroidea superior (arteri utama).
b.        A. thyroidea inferior (arteri utama).
c.         Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A. anonyma.
3.         Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
a.         V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
b.        V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
c.         V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
4.         Persarafan kelenjar tiroid: 
Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior.
a.         Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus) N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak).

5.         Fungsi fisiologi kelenjar tiroid: 
a.         Hormon tiroid meningkatkan transkripsi sejumlah besar gen
Efek yang umum dari hormn tiroid adalah untuk mengaktifkan transkripsi sejumlah besar gen. Oleh karena itu, sesungguhnya di semua sel tubuh, sejumlah besar enzim protein, protein structural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil akhirnya adalah peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh.
b.        Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular
Hormon tirioid meningkatkan aktivitas metabolisme hampir seluruh jaringan tubuh. Bila sekresi hormon ini banyak sekali, maka kecepatan metabolisme basal mneingkat sampai setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal. Kecepatan penggunaan makanan sebagai sumber energi juga meningkat. Walaupun kecepatan sintesis protein pada saat itu juga meningkat, pada saat yang sama, kecepatan katabolisme protein juga meningkat.
c.         aEfek hormon tiroid pada pertumbuhan Efek yang penting dari hormon tiroid adalah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan janin dan beberapa tahun pertama bayi kehidupan pasca lahir.
d.        Meningkatkan aliran darah, curah jantung, dan frekuensi denyut jantung
Meningkatnya metabolisme jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak pelepasan jumlah produk akhir metabolisme dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi di sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah. Kecepatan aliran darah di kulit terutama meningkat oleh karena meningkatnya kebutuhan untuk pembuangan panas dari tubuh. Sebagai akibat meningkatnya aliran darah, maka curah jantung juga akan meningkat sampai 60 persen atau lebih di atas normal bila terdapat kelebihan hormon tiroid dan turun sampai hanya 50 persen dari normal pada keadaaan hipotiroidisme yang sangat berat. Hormon tiroid mempunyai pengaruh langsung pada eksitabilitas jantung, yang selanjutnya meningkatkan frekuensi denyut jantung.
e.         Meningkatkan pernapasan. Meningkatnya kecepatan metabolisme akan meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida; efek ini mengaktifkan semua mekanisme yang meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernapasan.
f.         Efek merangsang pada system saraf pusat. Pada umumnya, hormon tiroid meningkatkan kecepatan berpikir, tetapi juga sering menimbulkan disosiasi pkiran, dan sebaliknya. Pasien dengan hypertiroid cederung menjadi sangat cemas dan psikoneurotik.
g.        Tremor otot. Tremor ini bukan merupakan tremor kasar seperti pada penyakit Parkinson atau pada waktu menggigil, sebab tremor ini timbul dengan frekuensi cepat yakni 10 samapai 15 kali per detik. Tremor ini dianggap disebabkan oleh bertambahnya kepekaan sinaps saraf di daerah medulla yang mengatur tonus otot (Guyton, 2008).
h.        Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan.
i.          Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP (adenosin trifosfat) meningkat.
j.          Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.
k.        Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin.

B.       Konsep Dasar Penyakit Goiter
1.         Pengertian
Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal. (Rahza, 2010)
Kelenjar tiroid yang membesar disebut goiter. Goiter dapat menyertai hipo maupun hiperfungsi tiroid. Bila secara klinik tidak ada tanda-tanda khas, disebut giter non-toksik. (Tambayong, 2000)
Gondok adalah suatu pembengkakan pada kelenjar tiroid yang abnormal dan penyebabnya bisa bermacam-macam, dimana kelenjar tiroid diperlukan untuk memproduksi hormon tiroid yang berfungsi mengontrol metabolisme tubuh, keseimbangan tubuh dan pertumbuhan perkembangan yang normal.
2.         Etiologi
Berbagai faktor diidentifikasikan sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid termasuk didalamnya defisiensi yodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau bahan ini dapat mensekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung, lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.
a.         Auto-imun (dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik pada jaringan tersebut).
Tiroiditis Hasimoto’s adalah kondisi autoimun di mana terdapat kerusakan kelenjar tiroid oleh sistem kekebalan tubuh sendiri. Sebagai kelenjar menjadi lebih rusak, kurang mampu membuat persediaan yang memadai hormon tiroid.
Penyakit Graves. Sistem kekebalan menghasilkan satu protein, yang disebut tiroid stimulating imunoglobulin (TSI). Seperti dengan TSH, TSI merangsang kelenjar tiroid untuk memperbesar memproduksi sebuah gondok.
b.        Defisiensi Yodium
Yodium sendiri dibutuhkan untuk membentuk hormon tyroid yang nantinya akan diserap di usus dan disirkulasikan menuju bermacam-macam kelenjar. Kelenjar tersebut diantaranya Choroid, Ciliary body, Kelenjar susu, Plasenta, Kelenjar air ludah, Mukosa lambung, Intenstinum tenue, Kelenjar gondok.
Sebagaian besar unsur yodium ini dimanfaatkan di kelenjar gondok. Jika kadar yodium di dalam kelenjar gondok kurang, dipastikan seseorang akan mengidap penyakit gondok.
c.         Obat-obatan tertentu yang dapat menekan produksi hormon tiroid.
d.        Peningkatan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) sebagai akibat dari kecacatan dalam sintesis hormon normal dalam kelenjar tiroid.
1)        Kerusakan genetik, yang lain terkait dengan luka atau infeksi di tiroid.
Tiroiditis adalah peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid.
2)        Beberapa disebabkan oleh tumor  (Baik dan jinak tumor kanker)
Multinodular Gondok. Individu dengan gangguan ini memiliki satu atau lebih nodul di dalam kelenjar tiroid yang menyebabkan pembesaran. Hal ini sering terdeteksi sebagai nodular pada kelenjar perasaan pemeriksaan fisik. Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal yang besar dengan nodul kecil di kelenjar, atau mungkin tampil sebagai nodul beberapa ketika pertama kali terdeteksi.
Kanker Tiroid. Thyroid dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun kurang dari 5 persen dari nodul adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul bukan merupakan resiko terhadap kanker.
3)        Kehamilan
Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan yaitu gonadotropin dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
3.         Patofisiologi
Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus. Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang.
Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.
Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic gonadotropin.
Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi).
Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien (Rahza, 2010).
4.         Klasifikasi
a.         Goiter kongenital
Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.
b.        Goiter endemik dan kretinisme
Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang tinggal disepanjang laut.


c.         Goiter sporadis
Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama dengan hipertiroidisme yang merupakan petunjuk penting untuk diagnosa.
d.        Goiter yodium
Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus, dan pada beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.
e.         Goiter sederhana (Goiter kollot)
Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau menunjukan berbagai ukuran follikel, koloid dan epitel pipih.
f.         Goiter multinodular
Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis.
g.        Goiter intratrakea
Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid ekstratrakea yang terletak secara normal.
Klasifikasi Goiter menurut WHO :
a.         Stadium O – A  : tidak ada goiter.
b.        Stadium O – B   : goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun leher terekstensi penuh.
c.         Stadium I           : goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher  terekstensi penuh.
d.        Stadium II         : goiter terlihat pada leher dalam Potersi.
e.         Stadium III        :  goiter yang besar terlihat dari Darun.
5.         Manifiestasi Klinis
Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves (Sadler et al, 1999)
Penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves (Price dan Wilson, 1994). Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di retrosternal (Sadler et al, 1999).
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas) (Noer, 1996). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras (Tim penyusun, 1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul (Noer, 1996).
Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau (Tim penyusun, 1994). Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium (Tim penyusun, 1994).
Gejala utama :
a.         Peningkatan frekuensi denyut jantung
b.        Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin
c.         Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan.
d.        Penurunan berat badan, peningkatan rasa lapar
e.         Mata melotot
f.         Dapat terjadi eksoftalmus (penonjolan bola mata) Peningkatan frekuensi buang air besar
g.        Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid.
h.        Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.
i.          Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
j.          Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang tenggorokan).
k.        Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
l.          Suara serak.
m.      Distensi vena leher.
n.        Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
o.        Kelainan fisik (asimetris leher)
6.         Komplikasi
a.         Jantung
b.        Hiperkalsemia
c.         Nefrokalsinosis 
d.        Penurunan libido 
e.         Impotensi
f.         Berkurangnya jumlah sperma
g.        Ginekomastia
h.        Oftalmopati graves 
i.          Dermopati graves
j.          Infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. 
7.         Pemeriksaan Diagnostik
a.         Tes ambilan RAI            : meningkat pada penyakit graves dan toksik goiter noduler, menurun pada tiroiditis.
b.        T4 dan T3 serum            : meningkat
c.         T4 dan T3 bebas serum : meningkat
d.        TSH                               : tertekan dan tidak berespon terhadap TRH (tiroid releasing hormon)
e.         Tiroglobulin                   : meningkat
f.         Stimulasi TRH               : dikatakan hipertiroid jika TRHdari tidak ada sampai meningkat setelah pembetian TRH.
g.        Ambilan tiroid 131        : meningkat
h.        Ikatan protein oidium    : meningkat
i.          Gula darah                     : meningkat ( seiring dengan kerusakan pada adrenal)
j.          Fosfat alkali dan kalsium serum : meningkat
k.        Pemeriksaan fungsi hepar          : abnormal
l.          Elektrolit                        : hiponatemian yang mungkin sebagai akibat dari respon adrenal atau efek dilusi dalam terapi cairan pengganti. Hipokalsemia terjadi dengan sendirinya pada kehilangan melalui gastrointestinal dan diuresis.
m.      Katekolamin serum        : menurun
n.        Kreatinin urine               : menurun
o.        EKG                              : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek, kardiomegali.
8.         Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
a.         Konservatif
1)        Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme.Contoh obat adalah sebagai berikut :
a)         Thioamide
b)        Methimazole dosis awal 20 -30 mg/hari
c)         Propylthiouracil (PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis maksimal
2.000 mg/hari
d)        Potassium Iodide
e)         Sodium Ipodate
f)         Anion Inhibitor
2)        Beta-adrenergic reseptor antagonist. Obat ini adalah untuk mengurangi gejala-gejala hipotiroidisme. Contoh: Propanolol
Indikasi :
a)         Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan –sedang dan tiroktosikosis.
a)         Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif.
b)        Persiapan tiroidektomi.
c)         Pasien hamil, usia lanjut .
d)        Krisis tiroid
Penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs.
Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan , dan dinilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps.
b.        Surgical
1)        Radioaktif iodine. Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif.
2)        Tiroidektomi. Tindakan pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar.

9.         Pencegahan
Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak mengandung yodium, seperti ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran hijau. Untuk penggunaan garam beryodium dalam masakan perlu diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan matang, bukan saat sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas.
a.         Pada ibu hamil dianjurkan agar tidak menggunakan obat-obatan yang beresiko untuk ketergantungan goiter kongenital.
b.        Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang mengandung goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi hormone tiroid seperti ubi kayu, jagung, lobak, kankung, dan kubis.
Penyakit goiter dapat dicegah dengan pemberian senyawa yodium pada anak-anak dikawasan yang kandungan yodiumnya buruk.
Hipertropi terjadi karena asupan rerata yodium kurang dari 40 mg/hari, WHO menganjurkan yodiosasi garam hingga mencapai konsentrasi satu bagian dalam 100.000 yang sudah cukup untuk pencegahan goiter.
Pengenalan garam beryodium merupakan satu-satunya cara yang paling efektif untuk mencegah Penyakit goiter dalam masyarakat yang rentan.




BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GOITER
A.      Pengkajian
1.         Anamnesa
a.         Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
b.        Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik dan emosi labil.
c.         Sirkulasi
Palpitasi dan angina dan sirkulasi kolaps.
d.        Pola aktivitas/istirahat
Gangguan koordinasi, sensitivitas meningkat, kelelahan dan atrofi otot.
e.         Pola makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, napsu makan meningkat, mual dan muntah, pembesaran tiroid (goiter) dan edema non-pitting terutama daerah pretibial.
f.         Pola pernafasan
Frekuensi pernapasan meningkst, takipnea, dipsnea.
g.        Neurosensori
Bicaranya cepat dan parau, bingung, gelisah, tremor halus pada tangan.
h.        Nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
B.       Diagnosa Keperawatan
1.         Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan menelan makanan.
2.         Pola nafas tidak efektif b.d penekanan kelenjar toroid terhadap trakea.
3.         Gangguan konsep diri : citra diri b.d perubahana bentuk leher.
4.         Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
5.         Resti gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penekanan pita suara.
6.         Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
C.       Catatan Keperawatan
1.         Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan menelan makanan
Tujuan           : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
a.         Klien menghabiskan porsi makannya
b.        Berat badan tetap (seperti sebelum sakit ) atau bertambah.
Intervensi
Rasional
-       kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien.
-       Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan.

-       Catat intake dan output makanan klien.


-       Anjurkan makan sediki-sedikit tapi sering.

-       Sajikan makanan secara menarik

-       Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
-       Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi meningkatkan pemenuhan nutrisi.
-       Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.

-       Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung.

-       Mengkatkan selera makan klien
2.         Pola nafas tidak efektif b.d penekanan kelenjar toroid terhadap trakea
Tujuan           : pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil :
a.         Frekuensi pernafasan teratur
b.        Kulit tidak pucat/sianosis
c.         Akral hangat
Intervensi
Rasional
-        Atur posisi semi fowler
-        Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan.

-        Kolaborasi tim pemberian obat seperti dexamethason
-        Bantu aktivitas klien ditempat tidur
-       Pola nafas teratur
-       Mengetahui frekuensi dan kedalaman pernafasan klien untuk melakukan tindakan selanjutnya.
-       Mengurangi sesak klien.

-       Mempermudah aktivitas klien.
3.         Gangguan konsep diri : citra diri b.d perubahana bentuk leher
Tujuan           : setelah menjalani perawatan, klien memiliki gambaran diri yang positif kembali.
Kriteria hasil :
1)      Menyenangi kembaki tubuhnya
2)      Klien dapat melakukan aktivitas fisik dan sosial sehari-hari lagi
Intervensi
Rasional
-        Ikutsertakan klien dalam kegiatan keperawatan sesuai kondisi klien

-        Jelaskan penyebab terjadinya perubahan bentuk leher dan jalan keluar yang dapat dilakukan seperti operasi
-       Mengalihkan perhatian agar pembengkakan tidak semakin besar.

-       Agar klien mengetahui penyebab perubahan bentuk lehernya dan tidak merasa malu lagi. Serta meyakinkan klien agar pada saat akan dilakukan tindakan klien tidak takut dan cemas.
4.         Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan  : Klien dapat menyadari dan menerima keadaannya serta dapat mengekspresikan perasaannya.
Kriteria hasil  :
a.         Klien nampak rileks.
b.        Klien melaporkan ansietasnya berkurang sampai tingkat dapat diatasi.
c.         Klien mampu mengidentifikasi cara hidup yang sehat untuk membagikan perasaannya.
d.        Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik.
Intervensi
Rasional
-       Observasi tingkah laku yang menunjukan tingkat ansietas.
-       Jelaskan prosedur, lingkungan sekeliling atau suara yang mungkin didengar oleh klien.
-       Tinggal bersama klien, mempertahankan sikap yang tenang, mengakui atau menjawab kekuatirnnya dan mengijinkan perilaku klien yang umum.
-       Diskusikan dengan klien atau orang terdekat penyebab emosi yang labil.
-       Untuk memastikan tingkat ansietas klien.

-       Memperbaiki persepsi salah klien yang menyebabkan klien ansietas, untuk mengurangi ansietas klien.
-       Menghilangkan ansietas secara perlahan-lahan.



-       Mengetahui penyebab emosi, untuk menghindari penyebab emosi dan peningkat ansietas.
5.         Resti gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penekanan pita suara.
Tujuan  : Klien mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Intervensi
Rasional
-       Kaji fungsi biacara secara periodik, anjurkan untuk tidak bicara terus menerus.
-       Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”.
-       Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar.
-       Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin, kunjungi klien secara teratur.
-       Beritahu klien untuk terus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan segera.
-       Pertahankan lingkungan yang tenang.
-       Untuk mengurangi resiko gangguan komunikasi.

-       Agar klien tidak banyak bicara, dan mengurangi rasa nyeri saat bicara banyak.
-       Mencegah klien terlalu banya bicara, namun mengurangi resiko terjadinya gangguan.
-       Mencegah komplikasi yang dapat timbul.

-       Bicara seperlunya saja, untuk mengurangi rasa nyeri karena terlalu banyak bicara.
-       Lingkungan yang tenang, meningkatkan rasa nyaman klien.
6.         Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan                       : Menunjukkan peningkatan pengetahuan klien
Kriteria Hasil            :
a.         Mengikuti pengobatan yang disarankan
b.        Peningkatan pengetahuan pasien
c.         Dapat menghindari sumber stress.
Intervensi
Rasional
-       Berikan informasi yang tepat dengan keadaan individu.
-       Identifikasi sumber stress dan diskusikan faktor pencetus krisis tiroid yang terjadi, seperti orang/sosial, pekerjaan, infeksi, kehamilan.
-       Berikan informasi tentang tanda dan gejala dari penyakit gondok serta penyebabnya.
-       Diskusikan mengenai terapi obat-obatan termasuk juga ketaatan terhadap pengobatan dan tujuan terapi serta efek samping obat tersebut.
-       Meningkatkan pengetahuan pasien.

-       Agar pasien bisa menghindari sumber stress.



-       Dapat mengidentifikasi gejala awal dari gondok.

-       Pasien bisa mengikuti terapi yang disarankan
























BAB IV
PENUTUPAN

A.      Kesimpulan
Goiter adalah pembesaran kelenjar tiroid sebagai akibat pertambahan ukuran sel atau jaringan.
Berbagai faktor sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid diantaranya seperti defisiensi yodium, goitrogenik glikosida agent yang merupakan zat atau bahan yang dapat mensekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung, lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali,peradangan dan tumor/neoplasma.
Pencegahan Goiter dapat diberikan senyawa yodida di kawasan yang kandungan yodiumnya buruk.
Penatalaksanaan : menekan kelenjar hipofisis untuk menstimulasi tiroid diberi preparat yodium, seperti larutan jenuh kalium yodida dan dilakukan tindakan operatif.
Untuk Asuhan Keperawatan  :
1.         Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trachea.
2.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutrien kurang akibat disfagia.
3.         Gangguan konsep diri ; citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk leher.
4.         Ansietas berhbungan perubahan status kesehatan.
5.         Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
6.         Resti gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penekanan pita suara.
B.       Saran
1.         Untuk Perawat
Perawat harus bisa memahami bagaimana cara menangani klien dengan penyakit goiter, dan melakukan pengkajian.
2.         Untuk Mahasiswa
Mahasiswa harus bisa mengetahui konsep dasar penyakit goiter dan asuhan keperawatan untuk menangani dan mencegah.
3.         Masyarakat
Agar masyarakat bisa memahami gejala dan pencegahan pada penyakit goiter.

4.         Rumah sakit
Rumah sakit harus bisa melengkapi peralatan dan memenuhi kebutuhan klien khusus dengan penyakit goiter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar