BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Istilah Goiter berarti terjadinya
pembesaran pada kelenjar tiroid, yang dikenal dengan goiter non toxik atau
simpel goiter atau struma endemik, dengan dampak yang ditimbulkannya hanya
bersifat local yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ
disekitarnya seperti pengaruhnya pada trachea dan esophagus.
Goiter adalah salah satu cara
mekanisme kompensasi tubuh terhadap kurangnya unsure yodium dalam makanan dan
minuman. Asupan yodium dapat diperiksa secara langsung yaitu dengan cara
menganalisis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu yang mengidap
goiter, sedangkan pemeriksaan secara tidak langsung dipakai berbagai cara
antara lain : pemeriksaan kadar yodium dalam urine dan dengan studi
kinetik yodium.
Berdasarkan kejadiannya atau
penyebarannya ada yang disebut struma endemis dan sporadik. Secara sporadik
dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah.
Bila dihubungkan dengan penyebab maka struma sporadik banyak disebabkan oleh
faktor goitrogenik, anomali, penggunaan obat-obat anti tiroid, peradangan dan
neoplasma, secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada
sekelompok orang didaerah tertentu, sdihubungkan dengan penyakit defisiensi
yodium.
Pada umumnya goiter sering dijumpai
pada daerah pegunungan, namun ada juga yang ditemukan di dataran rendah dan
ditepi pantai.
Goiter merupakan gangguan yang sangat
sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia
antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan
di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain
kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi.
Goiter mungkin membesar secara difus dan atau bernodula.
B.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum dari
penulisan makalah ini adalah mahasiswa diharapkan mampu mengenal dan mengetahui
tentang kelenjar tiroid dan fungsinya bagi manusia.
2.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari
penulisan makalah ini, yaitu :
a.
Mengetahui dan memahami konsep dasar
penyakit Goiter
b.
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan
dari penyakit Goiter
C.
Metode Penulisan
Penulisan makalah ini
menggunakan metode diskritip melalui pendekatan studi kasus yang meliputi
pengumpulan data, analisa data, dan menarik kesimpulan dengan cara :
1.
Studi
keperpustakaan/literatur
Metode ini dilakukan
dengan cara mempelajari buku-buku dan sumber-sumber lain yang berhubungan
dengan judul dan permasalahan.
2.
Studi kasus
Metode ini diperoleh dari
melakukan asuhan keperawatan terhadap klien mulai dari pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.
D.
Sistematika
Penulisan
BAB I Pendahuluan : terdiri dari Latar Belakang, Tujuan
Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis : terdiri dari Anatomi dan Fisiologi Kelenjar
Tiroid dan Konsep Dasar Penyakit
Goiter
BAB III Askep : terdiri dari Pengkajian,
Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
BAB IV Penutup :
terdiri dari Kesimpulan dan Saran
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A. Anatomi dan
fisiologi Kelenjar Tiroid
Pada manusia, kelenjar tiroid terletak dileher bagian anterior, dan
fungsinya adalah sintesis dan sekresi hormon tidoid tiroksin (T4)
dan tri-iodotironin (T3). Hormon-hormon ini bersifat esensial untuk
tumbuh kembang normal dan homeostasis tubuh dengan meregulasi produksi energi.
Kelenjar paratiroid yang mensekresi hormon paratiroid tertanam dalam kelenjar
tiroid, dan sel parafolikular yang tersebar diantara folikel tiroid memproduksi
kalsitonin. Kelenjar tiroid manusia mulai berkembang sekitar 4 minggu setelah
konsepsi dan bergerak turun ke leher sejalan dengan pembentukkan struktur
bolibular yang khas. Proses ini selesai pada trimester ketiga.
Kelenjar tiroid,
terletak tepat di bawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea,
merupakan salah satu kelenjar endokrin terbesar, normalnya memiliki beasr 15
sampai 20 gram pada orang dewasa. Kelenjar tiroid terdiri dari banyak
sekali folikel-folikel yang tertutup (diameternya antara 100-300 mikrometer)
yang dipenuhi dengan bahan sekretorik yang disebut koloid dan dibatasi oleh
sel-sel epitel kuboid yang mengeluarkan hormonnya ke bagian folikelitu. Unsur
utama dalam koloid adalah glikoprotein tiroglobulin besar, yang mengandung
hormon tiroid di dalam molekul-molekulnya. Begitu hormon yang diekskresikan
sudah masuk ke dalam folikel, hormon itu harus diabsorbsi kembali melalui
epitel folikel ke dalam darah, sebeum dapat berfungsi dalam tubuh. Setiap
menitnya jumlah aliran darah di dalam kelenjar tiroid kira-kira lima kali lebih
besar daripada berat kelenjar tiroid itu sendiri, yang menyuplai darah yang
sama besarnya dengan bagian lain dalam tubuh, dengan pengecualian bagian
korteks adrenal (Guyton, 2008).
Secara anatomi,
tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus) dan bilobular
(kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di depan
trachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus tambahan
yang membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida.
1.
Secara
embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:
Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah
tonjolan dari dinding depan bagian tengah farings, yang terbentuk pada usia
kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama disebut pharyngeal pouch, yaitu antara
arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen ceacum, yang berada
ventral di bawah cabang farings I.
a.
Pada
minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch melalui
saluran yang disebut ductus thyroglossus.
b.
Kelenjar
tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus thyroglossus
akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra
cervicalis 5, 6, dan 7.
c.
Namun
pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan di
pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang
lain.
2.
Kelenjar
tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
a.
thyroidea
superior (arteri utama).
b.
A.
thyroidea inferior (arteri utama).
c.
Terkadang
masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A.
anonyma.
3.
Kelenjar
tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
a.
V.
thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
b.
V.
thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
c.
V.
thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
4.
Persarafan
kelenjar tiroid:
Ganglion
simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior.
a.
Parasimpatis,
yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus) N.
laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita
suara terganggu (stridor/serak).
5.
Fungsi
fisiologi kelenjar tiroid:
a.
Hormon
tiroid meningkatkan transkripsi sejumlah besar gen
Efek yang umum dari hormn tiroid adalah untuk mengaktifkan transkripsi sejumlah besar gen. Oleh karena itu, sesungguhnya di semua sel tubuh, sejumlah besar enzim protein, protein structural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil akhirnya adalah peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh.
Efek yang umum dari hormn tiroid adalah untuk mengaktifkan transkripsi sejumlah besar gen. Oleh karena itu, sesungguhnya di semua sel tubuh, sejumlah besar enzim protein, protein structural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil akhirnya adalah peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh.
b.
Hormon
tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular
Hormon tirioid meningkatkan aktivitas metabolisme hampir seluruh jaringan tubuh. Bila sekresi hormon ini banyak sekali, maka kecepatan metabolisme basal mneingkat sampai setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal. Kecepatan penggunaan makanan sebagai sumber energi juga meningkat. Walaupun kecepatan sintesis protein pada saat itu juga meningkat, pada saat yang sama, kecepatan katabolisme protein juga meningkat.
Hormon tirioid meningkatkan aktivitas metabolisme hampir seluruh jaringan tubuh. Bila sekresi hormon ini banyak sekali, maka kecepatan metabolisme basal mneingkat sampai setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal. Kecepatan penggunaan makanan sebagai sumber energi juga meningkat. Walaupun kecepatan sintesis protein pada saat itu juga meningkat, pada saat yang sama, kecepatan katabolisme protein juga meningkat.
c.
aEfek
hormon tiroid pada pertumbuhan Efek yang penting dari hormon tiroid
adalah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan janin
dan beberapa tahun pertama bayi kehidupan pasca lahir.
d.
Meningkatkan
aliran darah, curah jantung, dan frekuensi denyut jantung
Meningkatnya metabolisme jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak pelepasan jumlah produk akhir metabolisme dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi di sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah. Kecepatan aliran darah di kulit terutama meningkat oleh karena meningkatnya kebutuhan untuk pembuangan panas dari tubuh. Sebagai akibat meningkatnya aliran darah, maka curah jantung juga akan meningkat sampai 60 persen atau lebih di atas normal bila terdapat kelebihan hormon tiroid dan turun sampai hanya 50 persen dari normal pada keadaaan hipotiroidisme yang sangat berat. Hormon tiroid mempunyai pengaruh langsung pada eksitabilitas jantung, yang selanjutnya meningkatkan frekuensi denyut jantung.
Meningkatnya metabolisme jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak pelepasan jumlah produk akhir metabolisme dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi di sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah. Kecepatan aliran darah di kulit terutama meningkat oleh karena meningkatnya kebutuhan untuk pembuangan panas dari tubuh. Sebagai akibat meningkatnya aliran darah, maka curah jantung juga akan meningkat sampai 60 persen atau lebih di atas normal bila terdapat kelebihan hormon tiroid dan turun sampai hanya 50 persen dari normal pada keadaaan hipotiroidisme yang sangat berat. Hormon tiroid mempunyai pengaruh langsung pada eksitabilitas jantung, yang selanjutnya meningkatkan frekuensi denyut jantung.
e.
Meningkatkan
pernapasan. Meningkatnya
kecepatan metabolisme akan meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan
karbondioksida; efek ini mengaktifkan semua mekanisme yang meningkatkan
kecepatan dan kedalaman pernapasan.
f.
Efek
merangsang pada system saraf pusat. Pada umumnya, hormon tiroid meningkatkan kecepatan
berpikir, tetapi juga sering menimbulkan disosiasi pkiran, dan sebaliknya.
Pasien dengan hypertiroid cederung menjadi sangat cemas dan psikoneurotik.
g.
Tremor
otot. Tremor ini bukan
merupakan tremor kasar seperti pada penyakit Parkinson atau pada waktu
menggigil, sebab tremor ini timbul dengan frekuensi cepat yakni 10 samapai 15
kali per detik. Tremor ini dianggap disebabkan oleh bertambahnya kepekaan
sinaps saraf di daerah medulla yang mengatur tonus otot (Guyton, 2008).
h.
Meningkatkan
transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan.
i.
Meningkatkan
jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP (adenosin trifosfat)
meningkat.
j.
Meningkatkan
transfor aktif ion melalui membran sel.
k.
Meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin.
B.
Konsep Dasar Penyakit Goiter
1.
Pengertian
Goiter adalah pembesaran pada kelenjar
tiroid. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal (eutirodisme),
pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi
hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher
sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid
yang tidak normal. (Rahza, 2010)
Kelenjar tiroid yang membesar disebut
goiter. Goiter dapat menyertai hipo maupun hiperfungsi tiroid. Bila secara
klinik tidak ada tanda-tanda khas, disebut giter non-toksik. (Tambayong, 2000)
Gondok adalah
suatu pembengkakan pada kelenjar tiroid yang abnormal dan penyebabnya bisa
bermacam-macam, dimana kelenjar tiroid diperlukan untuk memproduksi hormon
tiroid yang berfungsi mengontrol metabolisme tubuh, keseimbangan tubuh dan
pertumbuhan perkembangan yang normal.
2.
Etiologi
Berbagai faktor
diidentifikasikan sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid
termasuk didalamnya defisiensi yodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau
bahan ini dapat mensekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung, lobak,
kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid,
anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.
a.
Auto-imun (dimana tubuh menghasilkan antibodi yang
menyerang komponen spesifik pada jaringan tersebut).
Tiroiditis Hasimoto’s adalah
kondisi autoimun di mana terdapat kerusakan kelenjar tiroid oleh sistem
kekebalan tubuh sendiri. Sebagai kelenjar menjadi lebih rusak, kurang mampu
membuat persediaan yang memadai hormon tiroid.
Penyakit Graves. Sistem kekebalan menghasilkan
satu protein, yang disebut tiroid stimulating imunoglobulin (TSI). Seperti
dengan TSH, TSI merangsang kelenjar tiroid untuk memperbesar memproduksi sebuah
gondok.
b.
Defisiensi Yodium
Yodium sendiri dibutuhkan untuk
membentuk hormon tyroid yang nantinya akan diserap di usus dan disirkulasikan
menuju bermacam-macam kelenjar. Kelenjar tersebut diantaranya Choroid, Ciliary
body, Kelenjar susu, Plasenta, Kelenjar air ludah, Mukosa lambung, Intenstinum
tenue, Kelenjar gondok.
Sebagaian besar unsur yodium ini
dimanfaatkan di kelenjar gondok. Jika kadar
yodium di dalam kelenjar gondok kurang, dipastikan seseorang akan mengidap
penyakit gondok.
c.
Obat-obatan
tertentu yang dapat menekan produksi hormon tiroid.
d.
Peningkatan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) sebagai akibat dari kecacatan
dalam sintesis hormon normal dalam kelenjar tiroid.
1)
Kerusakan genetik, yang lain terkait dengan luka atau
infeksi di tiroid.
Tiroiditis adalah peradangan dari kelenjar tiroid
sendiri dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid.
2)
Beberapa disebabkan oleh tumor (Baik dan jinak
tumor kanker)
Multinodular Gondok. Individu
dengan gangguan ini memiliki satu atau lebih nodul di dalam kelenjar tiroid
yang menyebabkan pembesaran. Hal ini sering terdeteksi sebagai nodular pada
kelenjar perasaan pemeriksaan fisik. Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal
yang besar dengan nodul kecil di kelenjar, atau mungkin tampil sebagai nodul
beberapa ketika pertama kali terdeteksi.
Kanker Tiroid. Thyroid
dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun kurang dari 5 persen dari nodul
adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul bukan merupakan resiko terhadap
kanker.
3)
Kehamilan
Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan yaitu
gonadotropin dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
3.
Patofisiologi
Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk
berkonsentrasi yodium dari darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut
tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh
karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid.
Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid.
Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya,
hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam
ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang
disebut sebuah gondok
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid
stimulating hormone (TSH) yang juga dikenal sebagai thyrotropin. TSH
disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh hormon
thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus. Thyrotropin
bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine
dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH.
Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan
fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid
oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis reseptor TSH, seperti chorionic
gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecil
sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat,
suatu nodul tiroid dapat berkembang.
Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan
menyebabkan produksi TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan
cellularity dan hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar
hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok.
Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon
tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.
Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis
reseptor TSH. Pendorong reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi
terhadap hormon tiroid hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau,
dan tumor memproduksi human chorionic gonadotropin.
Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim
dalam tubuh, hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan
sekresi hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor
pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone
tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme
umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan
terjadi pembesaran (hipertrofi).
Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran
kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di
sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan
esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus
dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau
parau.
Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher
yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan
disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan
bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien (Rahza, 2010).
4.
Klasifikasi
a.
Goiter kongenital
Hampir selalu ada pada bayi
hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi pada ibu yang
memiliki riwayat penyakit graves.
b.
Goiter endemik dan kretinisme
Biasa terjadi pada daerah geografis
dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan hipotiroidisme dapat timbul
karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang tinggal
disepanjang laut.
c.
Goiter sporadis
Goiter yang terjadi oleh berbagai
sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim pada saudara kandung,
dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama dengan hipertiroidisme yang
merupakan petunjuk penting untuk diagnosa.
d.
Goiter yodium
Goiter akibat pemberian yodium
biasanya keras dan membesar secara difus, dan pada beberapa keadaan,
hipotirodisme dapat berkembang.
e.
Goiter sederhana (Goiter kollot)
Yang tidak diketahui asalnya. Pada
pasien bistokgis tiroid tampak normal atau menunjukan berbagai ukuran follikel,
koloid dan epitel pipih.
f.
Goiter multinodular
Goiter keras dengan permukaan
berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus yang dapat diraba, mungkin terjadi
perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis.
g.
Goiter intratrakea
Tiroid intralumen terletak dibawah
mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid ekstratrakea yang terletak
secara normal.
Klasifikasi Goiter menurut WHO :
a.
Stadium O – A : tidak
ada goiter.
b.
Stadium O – B : goiter
terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun leher terekstensi penuh.
c.
Stadium I :
goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher terekstensi penuh.
d.
Stadium II : goiter
terlihat pada leher dalam Potersi.
e.
Stadium III : goiter yang besar terlihat dari
Darun.
5.
Manifiestasi Klinis
Penderita
mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi
digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat
badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada
pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien
penyakit Graves (Sadler et al, 1999)
Penderita goiter
nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran
fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang
berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati
infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves (Price dan Wilson, 1994).
Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak
di retrosternal (Sadler et al, 1999).
Pada umumnya
pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan ketakutan akan keganasan.
Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh
adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea
(sesak napas) (Noer, 1996). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis
kronis karena konsistensinya yang keras (Tim penyusun, 1994). Biasanya tidak
disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul (Noer, 1996).
Keganasan tiroid
yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau (Tim penyusun,
1994). Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher
sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada
kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil.
Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase
karsinoma tiroid pada kranium (Tim penyusun, 1994).
Gejala utama :
a.
Peningkatan
frekuensi denyut jantung
b.
Peningkatan
tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin
c.
Peningkatan
laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap
panas, keringat berlebihan.
d.
Penurunan
berat badan, peningkatan rasa lapar
e.
Mata
melotot
f.
Dapat
terjadi eksoftalmus (penonjolan bola mata) Peningkatan frekuensi buang air besar
g.
Gondok
(biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid.
h.
Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil
untuk sebuah benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s
apple.
i.
Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
j.
Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena
kompresi batang tenggorokan).
k.
Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
l.
Suara serak.
m.
Distensi vena leher.
n.
Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
o.
Kelainan fisik (asimetris leher)
6.
Komplikasi
a.
Jantung
b.
Hiperkalsemia
c.
Nefrokalsinosis
d.
Penurunan
libido
e.
Impotensi
f.
Berkurangnya
jumlah sperma
g.
Ginekomastia
h.
Oftalmopati
graves
i.
Dermopati
graves
j.
Infeksi
karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
7.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Tes
ambilan RAI : meningkat pada
penyakit graves dan toksik goiter noduler, menurun pada tiroiditis.
b.
T4
dan T3 serum : meningkat
c.
T4
dan T3 bebas serum : meningkat
d.
TSH : tertekan dan
tidak berespon terhadap TRH (tiroid releasing hormon)
e.
Tiroglobulin
: meningkat
f.
Stimulasi
TRH : dikatakan hipertiroid
jika TRHdari tidak ada sampai meningkat setelah pembetian TRH.
g.
Ambilan
tiroid 131 : meningkat
h.
Ikatan
protein oidium : meningkat
i.
Gula
darah : meningkat (
seiring dengan kerusakan pada adrenal)
j.
Fosfat
alkali dan kalsium serum : meningkat
k.
Pemeriksaan
fungsi hepar : abnormal
l.
Elektrolit : hiponatemian yang
mungkin sebagai akibat dari respon adrenal atau efek dilusi dalam terapi cairan
pengganti. Hipokalsemia terjadi dengan sendirinya pada kehilangan melalui gastrointestinal
dan diuresis.
m. Katekolamin serum : menurun
n.
Kreatinin
urine : menurun
o.
EKG : fibrilasi
atrium, waktu sistolik memendek, kardiomegali.
8.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah
membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi
(obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi
subtotal).
a.
Konservatif
1)
Obat
Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih,
pasien mengalami gejala hipotiroidisme.Contoh obat adalah sebagai berikut :
a)
Thioamide
b)
Methimazole
dosis awal 20 -30 mg/hari
c)
Propylthiouracil
(PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis maksimal
2.000 mg/hari
2.000 mg/hari
d)
Potassium
Iodide
e)
Sodium
Ipodate
f)
Anion
Inhibitor
2)
Beta-adrenergic
reseptor antagonist. Obat ini adalah untuk mengurangi gejala-gejala
hipotiroidisme. Contoh: Propanolol
Indikasi :
Indikasi :
a)
Mendapat
remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma
ringan –sedang dan tiroktosikosis.
a)
Untuk
mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah
pengobatan yodium radioaktif.
b)
Persiapan
tiroidektomi.
c)
Pasien
hamil, usia lanjut .
d)
Krisis
tiroid
Penyekat adinergik ß pada awal terapi
diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu
pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal
pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan
setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3
dan TSHs.
Setelah tercapai eutiroid, obat anti
tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih
memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan
, dan dinilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun
obat antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun
kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps.
b.
Surgical
1)
Radioaktif
iodine. Tindakan ini adalah untuk memusnahkan
kelenjar tiroid yang hiperaktif.
2)
Tiroidektomi.
Tindakan pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar
tiroid yang membesar.
9.
Pencegahan
Penggunaan yodium yang cukup, makan
makanan yang banyak mengandung yodium, seperti ikan laut, ganggang-ganggangan
dan sayuran hijau. Untuk penggunaan garam beryodium dalam masakan perlu
diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan matang, bukan saat
sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas.
a.
Pada ibu hamil dianjurkan agar tidak menggunakan
obat-obatan yang beresiko untuk ketergantungan goiter kongenital.
b.
Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan
yang mengandung goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi hormone
tiroid seperti ubi kayu, jagung, lobak, kankung, dan kubis.
Penyakit goiter dapat dicegah dengan
pemberian senyawa yodium pada anak-anak dikawasan yang kandungan yodiumnya
buruk.
Hipertropi terjadi karena asupan
rerata yodium kurang dari 40 mg/hari, WHO menganjurkan yodiosasi garam hingga
mencapai konsentrasi satu bagian dalam 100.000 yang sudah cukup untuk
pencegahan goiter.
Pengenalan garam beryodium merupakan
satu-satunya cara yang paling efektif untuk mencegah Penyakit goiter dalam
masyarakat yang rentan.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN GOITER
A. Pengkajian
1.
Anamnesa
a.
Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku,
bangsa, pendidikan, pekerjaan.
b.
Integritas ego
Mengalami
stres yang berat baik emosional maupun fisik dan emosi labil.
c.
Sirkulasi
Palpitasi
dan angina dan sirkulasi kolaps.
d.
Pola aktivitas/istirahat
Gangguan
koordinasi, sensitivitas meningkat, kelelahan dan atrofi otot.
e.
Pola makanan/cairan
Kehilangan
berat badan yang mendadak, napsu makan meningkat, mual dan muntah, pembesaran
tiroid (goiter) dan edema non-pitting terutama daerah pretibial.
f.
Pola pernafasan
Frekuensi
pernapasan meningkst, takipnea, dipsnea.
g.
Neurosensori
Bicaranya
cepat dan parau, bingung, gelisah, tremor halus pada tangan.
h.
Nyeri/kenyamanan
Nyeri
orbital, fotofobia.
B. Diagnosa
Keperawatan
1.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d ketidakmampuan menelan makanan.
2.
Pola nafas tidak efektif b.d penekanan
kelenjar toroid terhadap trakea.
3.
Gangguan konsep diri : citra diri b.d
perubahana bentuk leher.
4.
Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
5.
Resti
gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penekanan pita suara.
6.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
C. Catatan
Keperawatan
1.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d ketidakmampuan menelan makanan
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat
terpenuhi
Kriteria
hasil :
a.
Klien menghabiskan porsi makannya
b.
Berat badan tetap (seperti sebelum sakit
) atau bertambah.
Intervensi
|
Rasional
|
-
kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi
klien.
-
Jelaskan pentingnya makanan bagi
proses penyembuhan.
-
Catat intake dan output makanan
klien.
-
Anjurkan makan sediki-sedikit
tapi sering.
-
Sajikan makanan secara menarik
|
-
Mengetahui kekurangan nutrisi
klien.
-
Dengan pengetahuan yang baik
tentang nutrisi akan memotivasi meningkatkan pemenuhan nutrisi.
-
Mengetahui perkembangan pemenuhan
nutrisi klien.
-
Dengan sedikit tapi sering
mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung.
-
Mengkatkan selera makan klien
|
2.
Pola nafas tidak efektif b.d penekanan
kelenjar toroid terhadap trakea
Tujuan : pola nafas kembali efektif
Kriteria
hasil :
a.
Frekuensi pernafasan teratur
b.
Kulit tidak pucat/sianosis
c.
Akral hangat
Intervensi
|
Rasional
|
-
Atur posisi semi fowler
-
Kaji frekuensi dan kedalaman
pernafasan.
-
Kolaborasi tim pemberian obat
seperti dexamethason
-
Bantu aktivitas klien ditempat
tidur
|
- Pola
nafas teratur
- Mengetahui
frekuensi dan kedalaman pernafasan klien untuk melakukan tindakan selanjutnya.
- Mengurangi
sesak klien.
-
Mempermudah aktivitas klien.
|
3.
Gangguan konsep diri : citra diri b.d
perubahana bentuk leher
Tujuan : setelah menjalani perawatan, klien
memiliki gambaran diri yang positif kembali.
Kriteria
hasil :
1) Menyenangi
kembaki tubuhnya
2) Klien
dapat melakukan aktivitas fisik dan sosial sehari-hari lagi
Intervensi
|
Rasional
|
-
Ikutsertakan klien dalam kegiatan
keperawatan sesuai kondisi klien
-
Jelaskan penyebab terjadinya
perubahan bentuk leher dan jalan keluar yang dapat dilakukan seperti operasi
|
- Mengalihkan
perhatian agar pembengkakan tidak semakin besar.
- Agar
klien mengetahui penyebab perubahan bentuk lehernya dan tidak merasa malu
lagi. Serta meyakinkan klien agar pada saat akan dilakukan tindakan klien
tidak takut dan cemas.
|
4.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan
: Klien dapat menyadari dan menerima keadaannya serta dapat mengekspresikan
perasaannya.
Kriteria
hasil :
a.
Klien nampak rileks.
b.
Klien melaporkan ansietasnya berkurang sampai tingkat
dapat diatasi.
c.
Klien mampu mengidentifikasi cara hidup yang sehat
untuk membagikan perasaannya.
d.
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan
baik.
Intervensi
|
Rasional
|
-
Observasi tingkah laku yang menunjukan tingkat
ansietas.
-
Jelaskan prosedur, lingkungan sekeliling atau suara
yang mungkin didengar oleh klien.
-
Tinggal bersama klien, mempertahankan sikap yang
tenang, mengakui atau menjawab kekuatirnnya dan mengijinkan perilaku klien
yang umum.
-
Diskusikan dengan klien atau orang terdekat penyebab
emosi yang labil.
|
- Untuk
memastikan tingkat ansietas klien.
- Memperbaiki
persepsi salah klien yang menyebabkan klien ansietas, untuk mengurangi
ansietas klien.
- Menghilangkan
ansietas secara perlahan-lahan.
-
Mengetahui penyebab emosi, untuk
menghindari penyebab emosi dan peningkat ansietas.
|
5.
Resti gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
penekanan pita suara.
Tujuan
: Klien mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Intervensi
|
Rasional
|
-
Kaji fungsi biacara secara periodik, anjurkan untuk
tidak bicara terus menerus.
-
Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri
pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”.
-
Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai,
seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar.
-
Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin, kunjungi klien
secara teratur.
-
Beritahu klien untuk terus membatasi bicara dan
jawablah bel panggilan dengan segera.
-
Pertahankan lingkungan yang tenang.
|
- Untuk
mengurangi resiko gangguan komunikasi.
- Agar
klien tidak banyak bicara, dan mengurangi rasa nyeri saat bicara banyak.
- Mencegah
klien terlalu banya bicara, namun mengurangi resiko terjadinya gangguan.
- Mencegah
komplikasi yang dapat timbul.
- Bicara
seperlunya saja, untuk mengurangi rasa nyeri karena terlalu banyak bicara.
- Lingkungan
yang tenang, meningkatkan rasa nyaman klien.
|
6.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal
sumber informasi.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan
pengetahuan klien
Kriteria
Hasil :
a.
Mengikuti pengobatan yang disarankan
b.
Peningkatan pengetahuan pasien
c.
Dapat menghindari sumber stress.
Intervensi
|
Rasional
|
- Berikan informasi yang tepat dengan
keadaan individu.
- Identifikasi sumber stress dan
diskusikan faktor pencetus krisis tiroid yang terjadi, seperti orang/sosial,
pekerjaan, infeksi, kehamilan.
- Berikan informasi tentang tanda dan
gejala dari penyakit gondok serta penyebabnya.
-
Diskusikan
mengenai terapi obat-obatan termasuk juga ketaatan terhadap pengobatan dan
tujuan terapi serta efek samping obat tersebut.
|
-
Meningkatkan
pengetahuan pasien.
-
Agar
pasien bisa menghindari sumber stress.
-
Dapat
mengidentifikasi gejala awal dari gondok.
- Pasien bisa mengikuti terapi yang
disarankan
|
BAB IV
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Goiter adalah pembesaran kelenjar tiroid sebagai akibat pertambahan ukuran
sel atau jaringan.
Berbagai faktor sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid
diantaranya seperti defisiensi yodium, goitrogenik glikosida agent yang
merupakan zat atau bahan yang dapat mensekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu,
jagung, lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan
anti tiroid, anomali,peradangan dan tumor/neoplasma.
Pencegahan Goiter dapat diberikan senyawa yodida di kawasan yang kandungan
yodiumnya buruk.
Penatalaksanaan : menekan kelenjar hipofisis untuk menstimulasi tiroid
diberi preparat yodium, seperti larutan jenuh kalium yodida dan dilakukan
tindakan operatif.
Untuk Asuhan Keperawatan :
1.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan
kelenjar tiroid terhadap trachea.
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan asupan nutrien kurang akibat disfagia.
3.
Gangguan konsep diri ; citra diri berhubungan dengan
perubahan bentuk leher.
4.
Ansietas berhbungan perubahan status kesehatan.
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi.
6.
Resti gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
penekanan pita suara.
B. Saran
1.
Untuk
Perawat
Perawat harus bisa
memahami bagaimana cara menangani klien dengan penyakit goiter, dan melakukan pengkajian.
2.
Untuk
Mahasiswa
Mahasiswa harus bisa
mengetahui konsep dasar penyakit goiter dan asuhan keperawatan untuk
menangani dan mencegah.
3.
Masyarakat
Agar masyarakat bisa
memahami gejala dan pencegahan pada penyakit goiter.
4.
Rumah
sakit
Rumah sakit harus bisa melengkapi peralatan dan memenuhi kebutuhan
klien khusus dengan penyakit goiter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar