BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik
yang meng-infeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di
dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup
karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri.
Dalam sel inang, virus merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi
tak berdaya. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat yang
diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid,
glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang
digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur
hidupnya. Makanya virus yang sangat merugikan jika tinggal di sel inangnya ( manusia ), karena virus dapat
berreplikasi dengan menghacurkan DNA dan RNA sel inangnya, hal ini sangat berbahaya
sekali bagi sel inangnya.
Virus
yang dapat menyebabkan penyakit pada semua jaringan dan sel pada manusia, salah
satunya pada kulit. Kulit merupakan organ terluas dan kulit merupakan pertahan
pertama bagi manusia. Sistem pertahanan kulit sangat berguna sekali untuk
melindungi organ yang berada didalam tubuh. Kulit juga dapat terkena penyakit
terutama yang disebabkan oleh virus, diantaranya adalah penyakit varisela,
herpes zoster, dan herpes simplek.
Penyakit
varisela dan herpes zoster disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), tapi
bedanya adalah varisela ini adalah infeksi primer dan herpes zoster merupakan
kelanjutan dari penyakit varisela ( infeksi sekunder ) sedangkan herpes
simpleks disebabkan oleh Virus Herpes Simplek (VHS) tipe I dan tipe II yang
biasanya merupakan salah satu penyakit menular seksual.
Di negara barat kejadian varisela
terutama meningkat pada musim dingin dan awal musim semi, sedangkan di
Indonesia virus menyerang pada musim peralihan antara musim panas ke musim
hujan atau sebaliknya Namun varisela dapat menjadi penyakit musiman jika
terjadi penularan dari seorang penderita yang tinggal di populasi padat,
ataupun menyebar di dalam satu sekolah. Varisela sering menyerang anak-anak
dibawah 10 tahun terbanyak usia 5-9 tahun. Varisela merupakan penyakit yang
sangat menular, 75 % anak terjangkit setelah terjadi penularan.
Departemen penelitian pusat kesehatan Omsteld
melakukan penelitian dengan metode menggunakan data dari 1 Januari 1996-15
Oktober 2005, dilakukan studi pada populasi penduduk dewasa (≥ 22 tahun) dari
Olmsted County, MN, untuk menentukan (dengan peninjauan rekam medis) kejadian
herpes zoster dan tingkat komplikasi herpes zoster. Tingkat insiden ditentukan
oleh usia dan jenis kelamin dan disesuaikan dengan populasi Amerika Serikat.
Hasilnya adalah Sebanyak 1.669 penduduk dewasa dengan diagnosis dikonfirmasi
herpes zoster diidentifikasi antara 1 Januari 1996 dan 31 Desember 2001.
Sebagian besar (92%) dari pasien imunokompeten dan 60% adalah perempuan. Ketika
disesuaikan dengan populasi orang dewasa Amerika Serikat, kejadian herpes
zoster adalah 3,6 per 1000 orang-tahun (95% confidence interval, 3.4-3,7),
dengan peningkatan temporal 3,2-4, 1 per 1000 orang-tahun dari 1996 sampai
2001. Insiden herpes zoster dan tingkat komplikasi herpes zoster meningkat
dengan usia, dengan 68% kasus terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas.
Neuralgia terjadi pada 18% pasien dewasa dengan herpes zoster dan di 33% dari
senior.
Untuk herpes simpleks, dalam beberapa tahun
terakhir, herpes genital telah menjadi infeksi menular seksual meningkat. Sejak
tahun 1970, prevalensi HSV-2 di Amerika Serikat telah meningkat sebesar 30%
sebagai hasilnya satu dari lima orang dewasa terinfeksi. Perbandingan
negara-negara berkembang, telah ada jauh lebih tinggi tingkat HSV-2 di Afrika,
di mana prevalensi orang dewasa bervariasi dari 30% sampai 80% pada wanita dan
10% sampai 50% pada pria akhirnya lebih dari 80 % dari pekerja seks perempuan
yang terinfeksi [12]. Di Amerika Selatan, data yang tersedia terutama bagi
perempuan, di antaranya prevalensi HSV-2 berkisar antara 20% dan 40%.
Prevalensi pada populasi umum negara-negara Asia menunjukkan nilai yang lebih rendah
dari 10% sampai 30%.
Pusat Pengendalian Penyakit dan (CDC) Pencegahan
statistik menunjukkan sekitar 17% dari segala usia Amerika 14 49 memiliki virus
herpes simpleks 2 (HSV-2, biasanya dikaitkan dengan herpes kelamin), tapi di
kalangan Afrika Amerika, rate dua kali lipat. Perempuan kulit hitam sangat
keras, dengan hampir setengah dalam penelitian ini menemukan bahwa HSV-2.
Data tren Nasional Prevalensi HSV-2 di antara
mereka berusia 14-49 tahun dari The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES) 2005-2008
dibandingkan dengan survei NHANES di Amerika serikat tahun
1988-1994 dan 1999-2004. Prevalensi menurun dari 21% (95% CI: 19,1-23,1) pada
tahun 1988-1994 menjadi 17,0% (95% CI: 15,8-18,3) pada 1999-2004 dan 16,2% (95%
CI: 14,6-17,9) tahun 2005-2008 . Data ini, bersama dengan data dari survei
NHANES tahun 1976-1980, menunjukkan bahwa orang kulit hitam memiliki prevalensi
lebih tinggi dari kulit putih untuk setiap periode survei dan kelompok umur
(Gambar 52). Selama 2005-2008, persentase dari peserta survei NHANES berusia
20-49 tahun yang melaporkan diagnosis herpes kelamin adalah 18,9%. Meskipun
HSV-2 prevalensi menurun, sebagian besar orang dengan HSV-2 belum menerima
diagnosis. Peningkatan jumlah kunjungan untuk herpes genital, seperti yang
disarankan oleh NDTI data, dapat menunjukkan infeksi pengakuan meningkat.
Sebuah studi laboratorium pada insiden herpes
simpleks okular infeksi virus dilakukan di Jakarta pada tahun 1997. Sebanyak
479 spesimen yang dikumpulkan dari pasien secara klinis didiagnosis dengan
herpes simpleks okular infeksi virus diperiksa di Departemen Mikrobiologi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta. Sejumlah 409 (85,39%) dari
jumlah total 479 spesimen menunjukkan herpes simpleks positif infeksi virus. Pasien
tertua beumur 18 tahun, sedangkan pasien tertua berusia 62 tahun. Jumlah
terbesar pasien herpes okular diteliti jatuh di bawah usia 18 dan 30 tahun dari
332 pasien. Verifikasi distribusi jenis kelamin dari semua pasien yang
diteliti, yang menderita herpes simpleks okular infeksi virus menunjukkan bahwa
pasien laki-laki yang lebih umum daripada perempuan.
Varisela, herpes zoster, dan herpes
simpleks sangat berbahaya apalagi penyakit ini merupakan penyakit cepat untuk
menular. Oleh karena itu sebagai mahasiswa keperawatan kita harus megenali dan
mengetahui konsep penyakit dan bagaimana menanganinya. Sehingga perawat dapat
menyelesaikan ini dengan menggunakan proses keperawatan, berpedoman kepada
standar keperawatan, berlandaskan etika dan etiket keperawatan dalam ruang
lingkup wewenang serta tanggungjawab keperawatan. Terutama pada kegiatan
preventif dan promotif tanpa meninggalkan kuratif dan rehabilitatif.
B. Tujuan
penulisan
1. Tujuan
umum
Mahasiswa dapat memahami konsep dasar penyakit dan
konsep dasar asuhan keperawatan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus
khususnya varisela, herpes zoster dan herpes simpleks
2. Tujuan
khusus
Adapun tujuan khusus
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Mahasiswa
dapat memahami dan menjelaskan mekanisme infeksi virus pada kulit.
b. Mahasiswa
dapat memahami dan menjelaskan konsep dasar penyakit varisela, herpes zoster
dan herpes simpleks
c. Mahasiswa
dapat memahami dan menjelaskan asuhan keperawatan teoritis pada penyakit
varisela, herpes zoster dan herpes simpleks
C. Metode
penulisan
Dalam
pembuatan makalah ini tim penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan dan
internet, diskusi kelompok, serta konsultasi dengan dosen pembimbing.
D. Sistematika
Penulisan
Makalah
ini disusun berdasarkan sistematika penulisan dalam 3 BAB yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,
tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teori yang terdiri dari konsep dasar
teori dan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit kulit yang disebabkan oleh
virus diantaranya penyakit varisela, herpes zoster dan herpes simpleks
BAB III : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
TINJAUAN TEORI
A.
Mekanisme infeksi virus
Pada mekanisme infeksi virus terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu :
1. Tahapan Daur Litik
Pada daur litik, virus melakukan
penetrasi ke inang dan memperbanyak diri dalam tubuh inang, kemudian ke luar
dari inang.Sel inang mengalami lisis (pecah).
a. Adsorpsi (penempelan) dari
partikel virus (virion) pada sel inang yang sesuai.
b. Penetrasi (injeksi) asam
nukleat virus ke dalam sel inang.
c. Tahap awal replikasi dari
asam nukleat virus. Dalam peristiwa ini mesin biosintesa sel inang diambil alih
untuk memulai sintesa asam nukleat virus. Enzim-enzim spesifik virus mulai dihasilkan
dalam tahap ini, yang disebut tahap eclipse.
d. Replikasi dari asam nukleat
virus.
e. Sintesa dari protein
subunit mantel virus.
f. Perakitan dari asam nukleat
dan protein subunit serta komponen membran pada virus bermembran ke dalam
partikel virus.
g. Pelepasan partikel virus
yang matang dari sel (lisis).
2. Tahapan Daur Lisogenik
Pada daur lisogenik, asam nukleat
virus menyisip pada asam nukleat inang, tidak terjadi perbanyakan virus dalam
inang, dan sel inang tidak mengalami lisis.
a. Adsorpsi (penempelan) dari
partikel virus (virion) pada sel inang yang sesuai.
b. Penetrasi (injeksi) asam
nukelat virus ke dalam sel inang.
c. Asam nukleat virus
menyisip/ melebur pada asam nukleat inang membentuk profage.
d. Ketika bakteri melakukan
pembelahan, profage tersebut akan ikut mengganda dan seterusnya.
e. Suatu ketika profage
tersebut dapat keluar dari tubuh bakteri dan masuk ke daur litik.
3.
Skema 2.1 mekanisme infeksi virus pada kulit
Sumber : (Mansjoer Arief 2000)
B.
Konsep Dasar Penyakit Varicella
1.
Defenisi Varicella
Varisela
berasal dari bahasa latin, Varicella.
Di Indonesia penyakit ini dikenaldengan istilah cacar air, sedangkan di luar
negeri terkenal dengan nama Chicken – pox.
Varicella
adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang disebabkan oleh
Varicella Zoster Virus (VZV) dan menyerang kulit serta mukosa, ditandai oleh
adanya vesikel-vesikel. (Rampengan, 2008
hal 28)
Varicella
(Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang biasanya terjadi pada
anak-anak dan merupakan akibat dari infeksi primer Virus Varicella
Zoster.Varicella pada anak mempunyai tanda yang khas berupa masa prodromal yang
pendek bahkan tidak ada dan dengan adanya bercak gatal disertai dengan papul,
vesikel, pustula, dan pada akhirnya, crusta, walaupun banyak juga lesi kulit
yang tidak berkembang sampai vesikel. (Mansjoer
arif, 2000 hal. 128)
June M. Thomson mendefinisikan
varisela sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster (V-Z
virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya menganai anak, yang
ditandai oleh demam yang mendadak, malese, dan erupsi kulit berupa
makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel selama
3-4 hari dan dapat meninggalkan krusta
(Thomson, 1986, p. 1483).
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulakan bahwa varisela adalah infeksi
primer yang menular, disebabkan oleh virus varisela-zoster dan bersifat akut
serta ditandai dengan terdapat makula, papul, vesikel, pustula, dan pada
akhirnya, crusta, walaupun banyak juga lesi kulit yang tidak berkembang sampai
vesikel.
2.
Etiologi
Varicella disebabkan
oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk kelompok Herpes Virus dengan
diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut Capsid, terdiri dari protein
dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan
membentuk suatu garis dengan berat molekl 100 juta yang disusun dari 162
capsomir dan sangat infeksius.(Mansjoer Arif,
2000 hal. 130)
Varicella Zoster Virus
(VZV) dapat ditemukan dalan cairan vesikel dan dalam darah penderita Varicella
sehingga mudah dibiakkan dalam media yang terdiri dari Fibroblast paru embrio
manusia. (Mansjoer Arif, 2000 hal 131)
Varicella Zoster Virus
(VZV) dapat menyebabkan Varicella dan Herpes Zoster. Kontak pertama dengan
penyakit ini akan menyebabkan Varicella, sedangkan bila terjadi serangan
kembali, yang akan muncul adalah Herpes Zoster, sehingga Varicella sering
disebut sebagai infeksi primer virus ini.(
Mansjoer Arif, 2000 hal. 131)
3.
Patofisiologi
Menyebar
Hematogen.Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit di sekitar Neuron
pada ganglion akar dorsal Sumsum Tulang Belakang.Dari sini virus bisa kembali
menimbulkan gejala dalam bentuk Herpes Zoster. Sekitar 250 – 500 benjolan akan
timbul menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit
kepala, mulut bagian dalam, mata , termasuk bagian tubuh yang paling intim.
Namun dalam waktu kurang dari seminggu , lesi teresebut akan mengering dan
bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu bekas pada kulit
yang mengering akan terlepas. Virus Varicella Zoster penyebab penyakit cacar
air ini berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang
berasal dari batuk atau bersin penderita dan diterbangkan melalui udara atau
kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi.(Valentina L, 2001, hal. 314)
Virus
ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar kebagian tubuh
melalui kelenjar getah bening. Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan
menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini
dialami pada masa kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa.Sebab seringkali
orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini. (Valentina L, 2001, hal. 314)
Varicella
pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara bermusin empat, 90% kasus
varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak , pada umumnya penyakit
ini tidak begitu berat. (Valentina
L, 2001, hal. 314)
Namun
di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja dan orang
dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela terjadi diatas
usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia pada remaja dan
dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat. (Valentina L, 2001, hal. 314)
4.
Tanda dan Gejala
Diawali dengan
gejala melemahnya kondisi tubuh..(Behrman,
1996, hal. 1098)
a.
Pusing.
b.
Demam dan kadang –
kadang diiringi batuk.
c. Dalam 24 jam timbul
bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi (mirip kulit yang terangkat karena
terbakar).
Terakhir menjadi benjolan –
benjolan kecil berisi cairan. Sebelum
munculnya erupsi pada kulit, penderita biasanya mengeluhkan adanya rasa tidak
enak badan, lesu, tidak nafsu makan dan sakit kepala.Satu atau dua hari
kemudian, muncul erupsi kulit yang khas.( Mansjoer
Arif, 2000 hal 131)
Munculnya erupsi pada kulit diawali
dengan bintik-bintik berwarna kemerahan (makula), yang kemudian berubah menjadi
papula (penonjolan kecil pada kulit), papula kemudian berubah menjadi vesikel
(gelembung kecil berisi cairan jernih) dan akhirnya cairan dalam gelembung
tersebut menjadi keruh (pustula). Bila tidak terjadi infeksi, biasanya pustel
akan mengering tanpa meninggalkan abses (Mansjoer Arif,
2000 hal 131).
Masa inkubasi Varicella bervariasi
antara 10-21 hari, rata-rata 10-14 hari.Penyebaran varicella terutama secara
langsung melalui udara dengan perantaraan percikan liur. Pada umumnya tertular
dalam keluarga atau sekolah..(Mansjoer arif,
2000 hal 131)
Perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 2 stadium,
yaitu (Rampengan,2008
hal 22)
a.
Stadium
Prodromal: 24 jam sebelum kelainan kulit timbul,
terdapat gejala panas yang tidak terlalu tinggi, perasaan lemah (malaise),
sakit kepala, anoreksia, rasa berat pada punggung dan kadang-kadang disertai
batuk keringdiikuti eritema pada kulit dapat berbentuk scarlatinaform atau morbiliform.
Panas biasanya menghilang dalam 4 hari, bilamana panas tubuh menetap perlu
dicurigai adanya komplikasi atau gangguan imunitas.
b.
Stadium
erupsi: dimulai saat eritema berkembang dengan
cepat (dalam beberapa jam) berubah menjadi macula kecil, kemudian papula yang
kemerahan lalu menjadi vesikel. Vesikel ini biasannya kecil, berisi cairan
jernih, tidak umbilicated dengan dasar eritematous, mudah pecah serta mongering
membentuk krusta, bentuk ini sangat khas dan lebih dikenal sebagai “tetesan
embun”/”air mata”.Lesi kulit mulai nampak di daerah badan dan kemudian menyebar
secara sentrifugal ke bagian perifer seperti muka dan ekstremitas. Dalam
perjalanan penyakit ini akan didapatkan tanda yang khas yaitu terlihat adanya
bentuk papula, vesikel, krusta dalam waktu yang bersamaan, dimana keadaan ini
disebut polimorf. Jumlah lesi pada kulit dapat 250-500, namun kadang-kadang
dapat hanya 10 bahkan lebih sampai 1500. Lesi baru tetap timbul selama 3-5
hari, lesi sering menjadi bentuk krusta pada hari ke-6 (hari ke-2 sampai ke-12)
dan sembuh lengkap pada hari ke-16 (hari ke-7 sampai ke-34). Erupsi kelamaan atau
terlambatnya berubah menjadi krusta dan penyembuhan, biasanya dijumpai pada
penderita dengan gangguan imunitas seluler. Bila terjadi infeksi sekunder,
sekitar lesi akan tampak kemerahan dan bengkak serta cairan vesikel yang jernih
berubah menjadi pus disertai limfadenopati umum. Vesikel tidak hanya terdapat
pada kulit, melainkan juga terdapat pada mukosa mulut, mata, dan faring.
5.
Klasifikasi
Pada penderita varicella yang
disertai dengan difisiensi imunitas (imun defisiensi) sering menimbulkan
gambaran klinik yang khas berupa perdarahan, bersifat progresif dan menyebar
menjadi infeksi sistemik.Demikian pula pada penderita yang sedang mendapat imunosupresif.Hal
ini disebabkan oleh terjadinya limfopenia. (Harrison.
1995 hal.102 - 105)
Pada ibu hamil yang menderita
varicella dapat menimbulkan beberapa masalah pada bayi yang akan dilahirkan dan
bergantung pada masa kehamilan ibu, antara lain (Harrison. 1995 hal.102 - 105) :
a.
Varisela neonatal
Varisela
neonatal dapat merupakan penyakit serius, hal ini bergantung pada saat ibu kena
varisela dan persalinan.
1)
Bila ibu hamil
terinfeksi varisela 5 hari sebelum partus atau 2 hari setelah partus, berarti
bayi tersebut terinfeksi saat viremia kedua dari ibu, bayi terinfeksi
transplasental, tetapi tidak memperoleh kekebalan dari ibu karena belum
cukupnya waktu ibu untuk memproduksi antibody. Pada keadaan ini, bayi yang
dilahirkan akan mengalami varisela berat dan menyebar. Perlu diberikan
profilaksis atau pengobatan dengan varicella-zoster immune globulin (VZIG) dan
asiklovir. Bila tidak diobati dengan adekuat, angka kematian sebesar 30%.
Penyebab kematian utama akibat pneumonia berat dan hepatitis fulminan.
2)
Bila ibu terinfeksi
varisela lebih dari 5 hari antepartum, sehingga ibu mempunyai waktu yang cukup
untuk memproduksi antibody dan dapat diteruskan kepada bayi. Bayi cukup bulan
akan menderita varisela ringan karena pelemahan oleh antibody transplasental dari
ibu. Pengobatan dengan VZIG tidak perlu, tetapi asiklovir dapat dipertimbangkan
pemakaiannya, bergantung pada keadaan bayi.
b.
Sindrom varisela
congenital
Varisela
congenital dijumpai pada bayi dengan ibu yang menderita varisela pada umur
kehamilan trimester I atau II dengan insidens 2%.Manisfestasi klinik dapat
berupa retardasi pertumbuhan intrauterine, mikrosefali, atrofi kortikalis,
hipoplasia ekstremitas, mikroftalmin, katarak, korioretinitis dan scarring pada
kulit.Beratnya gejala pada bayi tidak berhubungan dengan beratnya penyakit pada
ibu.Ibu hamil dengan zoster tidak berhubungan dengan kelainan pada bayi.
c.
Zoster infantile
Penyakit
ini sering muncul dalam umur bayi satu tahun pertama, hal ini disebabkan karena
infeksi varisela maternal setelah nasa gestasi ke-20. Penyakit ini sering
menyerangg pada saraf dermatom thoracis.
6. Patogenesis
Virus Varicella Zooster masuk dalam mukosa nafas atau orofaring,
kemudian replikasi virus menyebar melalui pembuluh darah dan limfe ( viremia
pertama ) kemudian berkembang biak di sel retikulo endhotellial setelah itu
menyebar melalui pembuluh darah (viremia ke dua) maka timbullah demam dan
malaise..(Behrman, 1996, hal. 651)
Permulaan bentuk lesi pada kulit mungkin infeksi dari
kapiler endothelial pada lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel pada
epidermis, folikel kulit dan glandula sebacea dan terjadi pembengkakan.Lesi
pertama ditandai dengan adanya makula yang berkembang cepat menjadi papula,
vesikel da akhirnya menjadi crusta.Jarang lesi yang menetap dalam bentuk makula
dan papula saja. Vesikel ini akan berada pada lapisan sel dibawah kulit. Dan
membentuk atap pada stratum korneum dan lusidum, sedangkan dasarnya adalah lapisan
yang lebih dalam.Degenarasi sel akan diikuti dengan terbentuknya sel raksasa
berinti banyak, dimana kebanyakan dari sel tersebut mengandung inclusion body
intranuclear type A. Penularan secara airborne droplet. Virus dapat menetap dan
laten pada sel syaraf. Lalu dapat terjadi reaktivitas maka dapat terjadi herpes
Zooster..(Behrman, 1996, hal. 651)
Skema 2.2. Pathway Varicella
Virus varisella
zooster
Masuk ke dalam
Mukosa nasal mukosa
kulit
mukosa orofaring
Replikasi virus
Virus menyebar melalui
Pembuluh
darah
limfe
(vircoma pertemel)
Berkembang biak sel retikuloendotelia
Menyebar
melalui pembuluh darah ( verisoma ke II )
hipertermi
kulit mata saluran pernafasan
benjolan
menyebar (makula) terdapat
benjolan terjadi proses peradangan
sal nafas
papula gangguan sensori persepsi: gangguan ventilasi
|
Sumber : mansjoer Arief 2000
7.
Komplikasi
Komplikasi varisela pada anak biasanya jarang dan lebih sering pada
orang dewasa. (mansjoer arif,2000
hal.132 - 134).
a.
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder disebabkan oleh Stafilokok atau Streptokok dan
menyebabkan selulitis, furunkel. Infeksi sekunder pada kulit kebanyakan pada kelompok umur di
bawah 5 tahun. Dijumpai pada 5-10% anak.Adanya infeksi sekunder bila
manifestasi sistemik tidak menghilang dalam 3-4 hari atau bahkan memburuk.( mansjoer arif,2000 hal.132 - 134)
b.
Otak
Komplikasi
ini lebih sering karena adanya gangguan imunitas.“Acute postinfectious cerebellar ataxia” merupakan komplikasi pada
otak yang paling ditemukan (1:4000 kasus varisela).Ataxia timbul tiba-tiba
biasanya pada 2-3 minggu setelah varisela dan menetap selama 2 bulan.Klinis
mulai dari yang ringan sampai berat, sedang sensorium tetap normal walaupun
ataxia berat.Prognosis keadaan ini baik, walaupun beberapa anak dapat mengalami
inkoordinasi atau dysarthria. (mansjoer
arif, 2000 hal.132 - 134)
“Ensefalitis”
dijumpai 1 dari 1000 kasus varisela dan memberikan gejala ataksia serebelar dan
biasanya timbul antara hari ke-3 sampai hari ke-8 setelah timbulnya
rash.Biasanya bersifat fatal.( mansjoer
arif,2000 hal.132 - 134)
c.
Pneumonitis
Komplikasi ini lebih sering dijumpai pada penderita keganasan,
neonatus, imunodefisiensi, dan orang dewasa.Pernah dilaporkan seorang bayi 13
hari dengan komplikasi pneumonitis dan meninggal pada umur 30 hari (Mansjoer arif,2000 hal.132 - 134).
Gambaran klinis pneumonitis adalah panas yang tetap tinggi, batuk,
sesak napas, takipnu dan kadang-kadang sianosis serta hemoptoe.Pada pemeriksaan
radiologi didapatkan gambaran nodular yang radio-opak pada kedua paru.( mansjoer arif,2000 hal.132 - 134)
d.
Sindrom Reye
Komplikasi ini lebih jarang dijumpai.Dengan gejala sebagai berikut,
yaitu nausea dan vomitus, hepatomegali dan pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan peningkatan SPGT dan SGOT serta ammonia.( mansjoer arif,2000 hal.132 - 134)
e.
Komplikasi lain
Seperti arthritis, trombositopenia
purpura, miokarditis, keratitis. Penderita perlu dikonsulkan ke spesialis bila
dijumpai adanya gejala-gejala berikut (David & Derek.1995) :
1)
Varisela yang progesif atau
berat
2)
Komplikasi yang dapat mengancam
jiwa seperti pneumonia, ensefalitis
3)
Infeksi bakteri sekunder yang
berat terutama dari golongan grup A Streptococcus yang dapat memicu terjadinya
nekrosis kulit dengan cepat serta terjadi “Toxic Shock Syndrome”
4)
Penderita dengan komplikasi berat
perlu dirawat di Rumah Sakit atau bila
perlu ICU
5)
Indikasi rawat di ICU/NICU
antara lain:
a)
Penurunan kesadaran
b)
Kejang
c)
Sulit jalan
d)
Gangguan pernapasan
e)
Sianosis
f)
Saturasi oksigen menurun
6)
Semua neonatus lahir dari ibu
yang menderita varisela kurang dari 5 hari sebelum melahirkan atau 2 hari
setelah melahirkan.
8.
Pencegahan
Pencegahan
terhadap infeksi varisela zoster virus dilakukan dengan cara imunisasi pasif
atau aktif.(Elizabeth, 2008 hal. 120 – 121)
a.
Imunisasi aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksin varisela
yang dilemahkan (live attenuated) yang berasal dari OKA Strain dengan efek
imunogenisitas tinggi dan tingkat proteksi cukup tinggi berkisar 71-100% serta
mungkin lebih lama. Dapat diberikan pada anak sehat ataupun penderita leukemia,
imunodefisiensi. Untuk penderita pascakontak dapat diberikan vaksin ini dalam
waktu 72 jam dengan maksud sebagai preventif atau mengurangi gejala penyakit.
Dosis yang dianjurkan
ialah 0,5 mL subkutan. Pemberian vaksin ini ternyata cukup aman. Dapat
diberikan bersamaan dengan MMR dengan daya proteksi yang sama dan efek samping
hanya berupa rash yang ringan. Efek samping: biasanya tidak ada, tetapi bila ada biasanya bersifat
ringan.
b.
Imunisasi pasif
Dilakukan dengan memberikan Zoster Imun Globulin (ZIG)
dan Zoster Imun Plasma (ZIP). Zoster
Imun Globulin (ZIG) adalah suatu globulin-gama dengan titer antibody yang
tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari infeksi herpes
zoster. Dosis Zoster Imuno Globulin (ZIG): 0,6 mL/kg BB intramuscular diberikan
sebanyak 5mL dalam 72 jam setelah kontak. Indikasi pemberian Zoster
Imunoglobulin ialah:
1)
Neonatus yang lahir dari ibu
menderita varisela 5 hari sebelum partus atau 2 hari setelah melahirkan.
2)
Penderita leukemia atau limfoma
terinfeksi varisela yang sebelumnya belum divaksinasi.
3)
Penderita HIV atau gangguan
imunitas lainnya.
4)
Penderita sedang mendapat
pengobatan imunosupresan seperti kortikosteroid.
Tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukimea
atau penyakit keganasan lainnya, pemberian Zoster Imun Globulin (ZIG) tidak
menyebabkan pencegahan yang sempurna, lagi pula diperlukan Zoster Imun Globulin
(ZIG) dengan titer yang tinggi dan dalan jumlah yang lebih besar.
Zoster Imun Plasma (ZIP) adalah plasma yang berasal dari
penderita yang baru sembuh dari herpes zoster dan diberikan secara intravena
sebanyak 3-14,3 mL/kg BB. Pemberian Zoster Imun Plasma (ZIP) dalam 1-7 hari
setelah kontak dengan penderita varisela pada anak dengan defisiensi
imunologis, leukemia, atau penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya
insiden varisela dan merubah perjalanan penyakit varisela menjadi ringan dan
dapat mencegah varisela untuk kedua kalinya.
9. Pengobatan
Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan
penderita tidak memerlukan terapi khusus selain istirahat dan pemberian asupan
cairan yang cukup.Yang justru sering menjadi masalah adalah rasa gatal yang
menyertai erupsi. Bila tidak ditahan-tahan , jari kita tentu ingin segera
menggaruknya. Masalahnya,bila sampai tergaruk hebat, dapat timbul jaringan
parut pada bekas gelembung yang pecah. Tentu tidak menarik untuk dilihat.(behrman,1996 hal 1100)
a.
Anjuran Umum
1)
isolasi untuk mencegah penularan.
2)
Diet bergizi tinggi (Tinggi
Kalori dan Protein).
3)
Bila demam tinggi, kompres
dengan air hangat.
4)
Upayakan agar tidak terjadi
infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air mandi.
5)
Upayakan agar vesikel tidak
pecah.
a)
Jangan menggaruk vesikel.
b)
Kuku jangan dibiarkan panjang.
c)
Bila hendak mengeringkan badan,
cukup tepal-tepalkan handuk pda kulit, jangan digosok.
b.
Terapi Farmakologi:
1.
Obat topical
Pengobatan
local dapat diberikan Kalamin lotion atau bedak salisil 1%.
2.
Antipiretik/analgetik
Biasanya dipakai aspirin, asetaminofen, ibuprofen.
3.
Antihistamin
Golongan antihistamin yang dapat
digunakan, yaitu Diphenhydramine, tersedia dalam bentuk cair (12,5mg/5mL),
kapsul (25mg/50mg) dan injeksi (10 dan 50 mg/mL).Dosis 5mg/kg/hari, dibagi
dalam 3 kali pemberian.
4.
Obat anti virus
a)
Vidarabin (adenosine
arabinoside)
Vidarabin adalah obat antivirus yang diperoleh
dari fosforilase dalam sel dan dalam bentuk trifosfat, menghambat polymerase
DNA virus. Dosis: 10-20 mg/kg BB/hari, diberikan sehari dalam infuse selama 12
jam, lama pemberian 5-7 hari. Pada pemberian vidarabin, vesikel menghilang
secara cepat dalam 5 hari.Efek samping:
1)
Gangguan neurologi berupa
tremor, kejang
2)
Gangguan hematologi berupa
netropenia, trombositopia
3)
Gangguan gastrointestinal
berupa muntah serta peninggian SGPT dan SGOT.
b)
Asiklovir = 9 (2 Hidroksi
etoksi metal) Guanine
Asiklovir merupakan salah satu
antivirus yang banyak digunakan akhir-akhir ini.Asiklovir lebih baik
dibandingkan dengan vidarabin.Obat ini bekerja dengan menghambat polymerase DNA
virus Herpes dan mengakhiri replikasi virus. Obat ini dapat mengurangi
bertambahnya lesi pada kulit dan lamanya panas, bila diberikan dalam 24 jam
mulai timbulnya rash.
Pada anak kecil yang tanpa komplikasi, penggunaan obat
ini kurang bermanfaat dan tidak direkomendasikan secara rutin sehingga
Asiklovir lebih banyak digunakan pada penderita dengan komplikasi atau
penderita dengan gangguan imunitas.Obat ini tidak mengurangi rasa gatal pada
kulit, komplikasi atau penularan sekunder.
Dosis: 5-10 mg/kg BB dibagi dalam 4-5 dosis/hari, dapat
diberikan secara oral atau iv/drip tiap 8 jam selama 5-7 hari. Dengan dosis
jangan melebihi 3200 mg/hari.Tersedia dalam bentuk kapsul (200 mg/400 mg/800
mg), cairan (400 mg/5 mL), injeksi (500 mg/5 mL).Efek samping:Gangguan ginjal
berupa renal insufisiensi, malaise dan gangguan pencernaan
c)
Kadang-kadang penderita
mengalami anoreksia, sebaiknya dimotivasi banyak minum untuk mempertahankan
status hidrasi. Cairan yang cukup sangat diperlukan bila penderita diberikan
Asiklovor, karena obat ini dapat berkristalisasi dalam tubulus renalis bila
penderita dalam keadaan dehidrasi.
C. Konsep
Dasar Penyakit herpes zooster
1. Pengertian
Herpes
Zoster adalah radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu vesikel-vesikelnya
yang tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensoik kulit sesuai dermatom.
(Menurut R.S Siregar, 1996, Hal 96).
Herpes
Zoster adalah suatu penyakit gelembung yang akut, biasanya mengenai orang
dewasa, yang karakteristik oleh karena lokasi penyakit ini mengenai sebelah
bagian badan di dalam satu dermatom. (Judonarso dan Fahmi, 1985, Hal 13).
Herpes
Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelah infeksi primer. (Menurut Adhi Djuanda dkk, 1993, Hal 94).
Dari ketiga definisi diatas herpes
Zoster adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi sekunder mempunyai sifat khas yaitu vesikel-vesikelnya yang
tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensoik kulit sesuai dermatom.
2.
Etiologi
Penyakit
herpes zoster disebabkan oleh virus varicella-zoster yang beada laten di jaras
saraf sensorik setelah pasien pulih dari cacar air (varisela). Virus tersebut
dapat menimbulkan penyakit varicella (cacar air) atau penyakit herpes zoster,
bergantung pada kekebalan penderita. Infeksi primer dengan virus ini akan menimbulkan
penyakit varicella. Jadi varicella terjadi pada seorang penderita yang tidak
mempunyai kekebalan. Sedangkan virus yang bangkit kembali (reaktivasi virus)
dari saraf posterior (dorsal nerve root) akan menimbulkan penyakit herpes
zoster, terjadi pada seseorang yang mempunyai kekebalan yang tidak sempurna.(Mansjoer arif,2000 hal. 129)
Virus
varicella zoster merupakan salah satu dari empat virus herpes yang dapat
menimbulkan penyakit pada manusia. Secara morfologi, semua virus herpes tidak
dapat dibedakan satu sama lain. Virus herpes dapat menimbulkan infeksi akut,
kronik, laten atau kambuhan (rekuren) dan sebagian lagi mempunyai potensial
onkogenik (kemampuan untuk menimbulkan kanker). Sampai sekarang belum pernah
dilaporkan timbulnya kanker sebagai akibat penyakit herpes zoster.(Mansjoer arif,2000 hal. 129)
3. Patofisiologi
Selama
terjadinya infeksi varisela, VZV (varicella zoster virus) meninggalkan lesi di
kulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara
sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke
ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan di
sini tidak infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak
berarti ia kehilangan daya infeksinya.(Elizabeth
j.2008 hal 118)
Bila daya
tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi virus. Virus
mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis
pada saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai neuralgia
yang hebat.(Elizabeth
j.2008 hal 118)
VZV
(varicella zoster virus) yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik
sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf
sensorik di kulit dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoster.(Elizabeth j.2008 hal 118).
Skema 2.3. Pathway Herpes Zooster
Organ telah
terkena infeksi varisela
Virus demam/
laten di jaringan saraf sensori
faktor pencetus
Virus aktif
(reaktivasi virus) sel pointer
meningkatkan suhu
|
herpes zooster
jaringan
kulit
nyeri otot pada tulang
perubahan fisik
|
|
|
|
sumber : Elizabeth.
J. (2008)
4. Manifestasi
Klinis
Penyakit herpes zoster biasanya didahului oleh gejala
permulaan penyakit berupa lemah-lesu (malaise), demam, dan mual. Satu atau dua hari kemudian akan diikuti perasaan
seperti terbakar, gatal, dan kesemutan. Dua tiga hari kemudian timbul kemerahan
setempat yang disertai edema (sembab) pada daerah dermatom yang akan muncul
kelainan kulit. Kelainan kulit tersebut hanya setempat dan mengenai hanya
sebelah bagian badan, yaitu terbatas hanya pada daerah kulit yang dipersarafi
oleh satu saraf sensorik.(arif.2000 hal. 128)
Kadang-kadang dapat ditemukan pembesaran kelenjar
getah bening setempat pada permukaan kulit. Selanjutnya pada kulit yang
terdapat kemerahan tadi akan timbul bentol-bentol kecil yang disebut papul,
yang dalam waktu 36 jam akan berubah lagi menjadi gelembung-gelembung yang
disebut vesikel dan berisi cairan jernih. Setelah 3 atau 4 hari isi
gelembung-gelembung tersebut akan berubah menjadi keruh seperti nanah dan
disebut pastul. Pastul-pastul tersebut akan mengering dan membentuk keropeng
dalam waktu 10-12 hari. Penyakit tersebut berlangsung kurang lebih 2,5minggu.
Vesikel herpes zoster biasanya terdapat dikulit secara unilateral
disepanjang dermatom yang terinfeksi. Tempat yang sering terinfeksi adalah
wajah, leher, dan dada.(arif.2000 hal. 128)
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah lokal,
walaupun daerah-daerah lain tidak jarang. Frekuensi penyakit ini pada
pria dan wanita sama, sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa.
Sebelum timbul gejala kulit terdapat gejala prodromal baik sistemik (demam,
pusing, malese), maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot-tulang, gatal,
pengal dan sebagainya). Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat
menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang erimatosa dan edema.
Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna
abu-abu), dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung
darah dan disebut herpes zoster hemoragik. Dan pula timbul infeksi sekunder
sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatris.
Menurut lokasi lesinya, dikenal beberapa herpes (arif.2000 hal. 128) :
a.
Bila menyerang wajah,
yang dipersarafi Nervus V disebut herpes zoster frontalis.
b.
Bila menyerang dahi dan
sekitar mata disebut herpes zoster oftalmik.
c.
Bila menyerang dada dan
perut disebut herpes zoster torakalis.
d.
Bila menyerang bokong
dan paha disebut herpes zoster lumbalis.
e.
Bila
menyerang pundak dan lengan disebut herpes zoster
servikalis.
f.
Bila
menyerang sekitar anus disebut herpes zoster sakralis.
g.
Bila
menyerang telinga disebut herpes zoster otikum.
5.
Klasifikasi
Pada penyakit herpes zooster terbagi menjadi beberapa
klasifikasi yaitu :
a.
Herpes
zoster hemoragika
b.
Herpes
zoster abortivum
c.
Herpes
zoster generalisata
6. Komplikasi
a.
Neuralgia
post-herpetik atau nyeri setelah penyakit herpes zoster itu sembuh
b.
Infeksi
bakteri sekunder pada vesikel
c.
Dapat timbul sindrom Reye pada anak yang
diberi aspirin sewaktu mengidap cacar air
d.
Sikatriks
7.
Penatalaksanaan
Menurut Goerge dewanto dkk. ( 2009 hal. 118) penatalaksanaan untuk herpes zoster adalah
sebagai berikut :
a.
Istirahat
b.
Analgetik
c.
Bedak salisil 2%
d.
Salep kloramfenikol 2%
e.
Penatalaksanaan terutama
bersifat suportif dan ditujukan untuk terjadinya infeksi bakteri sekunder
f.
Obat
antivirus asiklovir
g.
Pengobatan
dengan imunomodulator, seperti isoprinosin dan antivirus seperti
interferon
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Goerge dewanto dkk. ( 2009 hal. 118) penatalaksanaan untuk herpes zoster adalah
sebagai berikut :
a.
Gejala-gejala klinik
b.
Sitologi (64 % tz anak
smear ditemukan sel raksasa yang multilokuler dan sel-sel akuntalitik).
c.
Kultur virus (lembaga
virologi).
D.
Konsep Dasar Penyakit Herpes
Simplek
1. Definisi
Herpes simplex adalah infeksi akut oleh virus
Herpes Simplex (virus Herpes Hominis) tipe I dan tipe IIyang ditandai dengan
vesikel berkelompok diatas kulit yang eritematosa di daerah
mukokutan. Dapat berlangsung primer maupun rekurens. Herpes simplex disebut
juga fever blister, cold score, herpes febrilis, herpes labialis, herpes progenitalis(genitalis).(arif.2000
hal 151)
Herpes simpleks adalah erupsi vesikula pada kulit
dan membran mukosa yang disebabkan oleh virus herpes.(Geri & Carole.2003 hal. 219)
Dari beberapa definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa herpes simpleks adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan infeksi akut oleh virus herpes Simplex (virus
Herpes Hominis) tipe I dan tipe II yang ditandai dengan erupsi
vesikel berkelompok diatas kulit yang eritematosa di daerah
mukokutan, dan kulit.
2. Etiologi
Menurut mansjoer arif (2000, hal. 151), Virus Herpes Simplek (VHS) tipe I
dan tipe II adalah Herpes hominis
yang termasuk virus DNA.Herpes simpleks menyebabkan timbulnya erupsi pada kulit
atau selaput lendir. Erupsi ini akan menghilang meskipun virusnya tetap ada
dalam keadaan tidak aktif di dalam ganglia (badan sel saraf), yang mempersarafi
rasa pada daerah yang terinfeksi.
Secara periodik, virus ini akan kembali aktif dan
mulai berkembangbiak, seringkali menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada
lokasi yang sama dengan infeksi sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam
kulit tanpa menyebabkan lepuhan yang nyata, dalam keadaan ini virus merupakan
sumber infeksi bagi orang lain.Timbulnya erupsi bisa dipicu oleh :
a.
pemaparan cahaya matahari
b.
demam
c.
stres fisik atau emosional
d.
penekanan sistem kekebalan
e.
obat-obatan atau makanan
tertentu.
Penyebab lain yang dapat ditemukan adalah adanya: Terdapat
2 jenis virus herpes simpleks yang menginfeksi kulit, yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-1
merupakan penyebab dari luka di bibir (herpes labialis) dan luka di kornea mata
(keratitis herpes simpleks); biasanya ditularkan melalui kontak dengan sekresi
dari atau di sekitar mulut. HSV-2 biasanya menyebabkan herpes genitalis dan
terutama ditularkan melalui kontak langsung dengan luka selama melakukan
hubungan seksual.Virus Herpes Simpleks tipe 1 dan 2 merupakan virus DNA (Dinucleotide
) yang termasuk kedalam sekelompok virus yang termasuk kedalam famili
herpesviridae yang mempunyai morfologi yang identik dan mempunyai kemampuan
untuk berada dalam keadaan laten sel hospes setelah infeksi primer. Virus yang
berada dalam keadaan laten dapat bertahan untuk periode yang lama bahkan seumur
hidup penderita. Virus tersebut tetap mempunyai kemampuan untuk mengadakan
reaktifvasi kembali sehingga dapat terjadi infeksi yang rekuren(Behrman1996. Hal 1090).
3.
Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari virus herpes simpleks (Elizabeth j.2008 hal. 117):
a.
Herpes simpleks tipe I :
menyebabkan lesi atau luka pada sekitar wajah, bibir, mukosa mulut dan leher.
b.
herpes simpleks tipe II :
menyebabkan lesi pada genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha)
c.
Tercatat ada 7 virus menyebabkan penyakit
herpes pada manusia, yaituHerpes SimplexVirus, Varizolla Zoster,Virus (VZV), Cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr
Virus (EBV), dan Human Herpes Virus tipe 6 (HHV-6),
tipe 7 (HHV-7), tipe 8 (HHV-8). Semua virus herpes memiliki ukuran dan
morfologi yang sama dan semuanya melakukan replikasi pada inti sel. Herpes
Simplex Virus sendiri dibagi menjadi dua tipe, yaitu Herpes
Simplex Virus tipe 1 (HSV-1) yang menyebabkan infeksi pada mulut,
mata, dan wajah dan Herpes Simplex Virus tipe 2 (HSV-2) yang
menyebabkan infeksi pada alat kelamin (genital).
4.
Patofisiologi
Herpes simpleks menyebabkan timbulnya erupsi (pengikisan) pada kulit atau
selaput lendir. Erupsi ini akan menghilang meskipun virusnya tetap ada dalam
keadaan tidak aktif di dalam ganglia (badan sel saraf), yang mempersarafi rasa
pada daerah yang terinfeksi.(Valentina
L. 2001 hal 393)
Secara periodik, virus ini akan kembali aktif dan mulai berkembangbiak,
seringkali menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama dengan
infeksi sebelumnya. Siklus pertumbuhan
HSV berlangsung dengan cepat, memakan waktu 8-16 jam sampai selesai. HSV
ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang dikeluarkan
oleh seseorang. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus menembus permukaan mukosa
atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka bersifat resisten). Infeksi
HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui droplet
pernapasan atau melalui kontak langsung dengan air liur yang terinfeksi.HSV-2
biasanya ditularkan secara seksual. Perkembangbiakan virus terjadi pertama kali
ditempat infeksi. Virus kemudian memasuki ujung saraf setempat dan dibawa
melalui aliran akson retrograd ke akar ganglion dorsalis, tempat terjadi
perkembangbiakan selanjutnya, dan bersifat laten. infeksi genital HSV-2
menimbulkan infeksi laten di ganglia sakral.(Valentina
L. 2001 hal 393)
Menurut Jawet (1996) transmisi infeksi HSV seringkali berlangsung lewat
kontak erat dengan pasien yang dapat menularkan virus lewat permukaan mukosa. Infeksi
HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui droplet
pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi. HSV-2
biasanya ditularkan secara seksual. Setelah virus masuk ke dalam tubuh hospes,
terjadi penggabungan dengan DNA hospes dan mengadakan multiplikasi serta
menimbulkan kelainan pada kulit. Waktu itu pada hospes itu sendiri belum ada
antibodi spesifik. Keadaan ini dapat mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah
yang luas dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui
serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional dan berdiam di sana serta
bersifat laten. Infeksi orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglia
trigeminal, sedangkan infeksi genital HSV-2 menimbulkan infeksi laten di
ganglion sakral. Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor),
virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah
infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik
sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat pada waktu
infeksi primer. Faktor pencetus tersebut antara lain adalah trauma atau koitus,
demam, stres fisik atau emosi, sinar UV, gangguan pencernaan, alergi makanan
dan obat-obatan dan beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas penyebabnya.
Penularan hampir selalu melalui hubungan seksul baik genito genital, ano
genital maupun oro genital. Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala
klinis dan kelompok ini bertanggung jawab terhadap penyebaran penyakit. Infeksi
dengan HSV dimulai dari kontak virus dengan mukosa (orofaring, serviks,
konjungtiva) atau kulit yang abrasi. Replikasi virus dalam sel epidermis daan
dermis menyebabkan destruksi seluler dan keradangan. Transmisi infeksi HSV
seringkali berlangsung lewat kontak erat dengan pasien yang dapat menularkan
virus lewat permukaan mukosa (Jawetz, 1996).
Skema. 2.4. Pathway Herpes Simpleks
Kontak
langsung, droplet, seksual
Masuk kedalam sel host
Penetrasi kedalam DNA host
Virus berkembang
biak (membelah diri) dan merangsang protein dan sentosa DNA virus dengan
membentuk virus-virus baru, membran host yang lisis
Melepaskan pirofan Merusak epidermis
membentuk vesikel intraepidormail
Sel point
hipotalamus
meningkatkan
suhu kerusakan jaringan kulit bentuk fisik berubah kerusakan
|
|
|
|
Sumber : Jawet (1996)
5.
Manifestasi Klinis
Pada penyakit herpes simpleks terdapat beberapa manifestasi klinis yaitu :
a. Demam
b. Pusing
c.
Lemas
d.
Gatal
e.
Pegal
f.
Kulit kebas
Menurut mansjoer arif ( 2000, hal 151 ), gejala-gejala herpes simpleks
diantaranya lecet atau borok (paling sering di bibir mulut, dan gusi, atau alat
kelamin), pembesaran kelenjar getah bening di leher atau selangkangan (biasanya
hanya pada saat infeksi awal), demam lepuh (terutama pada episode pertama),
lesi genital (mungkin akan ada sensasi terbakar atau kesemutan), luka pada
mulut, dan lain-lain.Sering kali dokter dapat mengetahui apakah seseorang
menderita penyakit herpes simpleks hanya dengan melihat luka. Namun, tes
tertentu mungkin diperlukan untuk memastikan diagnosis, misalnya tes darah
untuk antibodi (serologi) atau fluorescent antibody (DFA) yang diuji dari
sel-sel lesi. Tahap infeksi
a.
Infeksi primer yang biasanya
disertai gejala ( simtomatik ) meskipun dapat pula tanpa gejala ( asimtomatik
). Keadaan tanpa gejala kemungkinan karena adanya imunitas tertentu dari
antibodi yang bereaksi silang dan diperoleh setelah menderita infeksi tipe 1
saat anak-anak. Masa inkubasi yang khas selama 3 – 6 hari ( masa inkubasi
terpendek yang pernah ditemukan 48 jam ) yang diikuti dengan erupsi papuler
dengan rasa gatal, atau pegal-pegal yang kemudian menjadi nyeri dan pembentukan
vesikel dengan lesi vulva dan perineum yang multipel dan dapat menyatu.
Adenopati inguinalis yang bisa menjadi sangat parah. Gejala sistemik mirip
influenza yang bersifat sepintas sering ditemukan dan mungkin disebabkan oleh
viremia. Vesikel yang terbentuk pada perineum dan vulva mudah terkena trauma
dan dapat terjadi ulserasi serta terjangkit infeksi sekunder. Lesi pada vulva
cenderung menimbulkan nyeri yang hebat dan dapat mengakibatkan disabilitas yang
berat. Retensi urin dapat terjadi karena rasa nyeri yang ditimbulkan ketika
buang air kecil atau terkenanya nervus sakralis. Dalam waktu 2 – 4 minggu,
semua keluhan dan gejala infeksi akan menghilang tetapi dapat kambuh lagi
karena terjadinya reaktivasi virus dari ganglion saraf.
b.
Fase Laten. Tidak ditemukan
gejala klinis , tetapi VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada
ganglion dorsalis. Penularan dapat terjadi pada fase ini, akibat pelepasan
virus terus berlangsung meskipun dalam jumlah sedikit.
c.
Infeksi rekuren. Setelah infeksi
mukokutaneus yang primer, pertikel-partikel virus akan menyerang sejumlah
ganglion saraf yang berhubungan dan menimbulkan infeksi laten yang berlangsung
lama. Infeksi laten dimana partikel-partikel virus terdapat dalam ganglion
saraf secara berkala akan terputus oleh reaktivasi virus yang disebut infeksi
rekuren yang mengakibatkan infeksi yang asimtomatik secara klinis ( pelepasan
virus ) dengan atau tanpa lesi yang simtomatik. Lesi ini umumnya tidak banyak,
tidak begitu nyeri serta melepaskan virus untuk periode waktu yang lebih
singkat (2 – 5 hari) dibandingkan dengan yang terjadi pada infeksi primer, dan
secara khas akan timbul lagi pada lokasi yang sama. Walaupun sering terlihat
pada infeksi primer, infeksi serviks tidak begitu sering terjadi pada
infeksi yang rekuren.
6.
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut mansjoer arif ( 2000, hal 152 ), pemeriksaan diagnostik untuk
herpes simpleks adalah sebagai berikut
a.
Virologi
1)
Mikroskop cahaya.
Sampel berasal dari sel-sel di dasar lesi, apusan
pada permukaan mukosa, atau dari biopsi, mungkin ditemukan intranuklear inklusi
(Lipschutz inclusion bodies). Sel-sel yang terinfeksi dapat menunjukkan sel
yang membesar menyerupai balon (ballooning) dan ditemukan fusi. Pada percobaan
Tzanck dengan pewarnaan Giemsa atau Wright, dapat ditemukan sel datia berinti
banyak dan badan inklusi intranuklear.
2)
Pemeriksaan antigen langsung
(imunofluoresensi).
Sel-sel dari spesimen dimasukkan dalam aseton yang
dibekukan. Kemudian pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan cahaya elektron
(90% sensitif, 90% spesifik) tetapi, pemeriksaan ini tidak dapat dicocokkan
dengan kultur virus.
3)
PCR
Test reaksi rantai polimer untuk DNA HSV lebih
sensitif dibandingkan kultur viral tradisional (sensitivitasnya >95 %,
dibandingkan dengan kultur yang hanya 75 %). Tetapi penggunaannya dalam
mendiagnosis infeksi HSV belum dilakukan secara reguler, kemungkinan besar
karena biayanya yang mahal. Tes ini biasa digunakan untuk mendiagnosis
ensefalitis HSV karena hasilnya yang lebih cepat dibandingkan kultur virus.
4)
Kultur Virus
Kultur virus dari cairan vesikel pada lesi (+)
untuk HSV adalah cara yang paling baik karena paling sensitif dan spesifik dibanding
dengan cara-cara lain. HSV dapat berkembang dalam 2 sampai 3 hari. Jika tes ini
(+), hampir 100% akurat, khususnya jika cairan berasal dari vesikel primer
daripada vesikel rekuren. Pertumbuhan virus dalam sel ditunjukkan dengan
terjadinya granulasi sitoplasmik, degenerasi balon dan sel raksasa berinti
banyak. Sejak virus sulit untuk berkembang, hasil tesnya sering (-). Namun cara
ini memiliki kekurangan karena waktu pemeriksaan yang lama dan biaya yang
mahal.Virus Herpes dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Jika tidak
ada lesi dapat diperiksa antibody VHS. Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan
Giemsa dari bahan vesikel dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan
inklusi intranuklear.
7.
Pencegahan
a.
Menghindari kontak langsung
dengan cold sore atau luka herpes lainya
b.
Memperkecil kemungkinan
terjadinya penularan secara tidak langsung dengan cara mencuci benda-benda yang
telah digunakan oleh penderita dengan air panas.
c.
Tidak memakai benda bersama-sama
dengan penderita herpes,terutama ketika lukanya sedang aktif.
8.
Penatalaksanaan Medis
Menurut mansjoer arif ( 2000, hal 151-152 ), penatalaksanaan untuk herpes
simpleks adalah sebagai berikut :
a. Belum ada terapi medical
b.
Pada episode pertama berikan :
1)
asiclovyr 200mg per oral 5 x
sehari selama 7 hari, atau
2)
asiclovyr 5mg/kgBB, Intravena
tiap 8 jam selama 7 hari(bila gejala sistemik berat)
3)
preparat isoprinosin sebagai
imunomodulator
4)
asiclovyr parenteral atau
preparat adenine arabinosid (vitarabin) untuk penyakit yang lebih berat atau
jika timbul komplikasi pada alat dalam.
c.
Pada episode rekurensi , umumnya
tidak perlu diobati karena bisa membaik, namun bila perlu dapat diobati dengan
krim Asiclovyr. Bila pasien dengan gejala berat dan lama, berikan asiclovyr
200mg per oral 5 x sehari, selama 5 hari. Jika timbul ulserasi dapat dilakukan
kompres.Untuk mencegah atau mengobati suatu infeksi bakteri, bisa diberikan
salep antibiotik (misalnya neomisin-basitrasin). Jika infeksi bakteri semakin
hebat atau menyebabkan gejala tambahan, bisa diberikan antibiotik per-oral atau
suntikan.Krim anti-virus (misalnya idoksuridin, trifluridin dan asiklovir)
kadang dioleskan langsung pada lepuhan. Asiklovir atau vidarabin per-oral bisa
digunakan untuk infeksi herpes yang berat dan meluas. Kadang asiklovir perlu
dikonsumsi setiap hari untuk menekan timbulnya kembali erupsi kulit, terutama
jika mengenai daerah kelamin.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS DENGAN
KLIEN PENYAKIT KULIT yang DISEBABKAN OLEH VIRUS
A.
Pengkajian
1.
Identitas Umum/ diri
a.
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering
terjadi pada remaja dandewasa muda
b.
Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria dan wanita
c.
Pekerjaan;beresiko tinggi pada penjajak seks komersial
2.
Keluhan utamaGejala yang sering menyebabkan penderita
datang ke tempat pelayanankesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
3.
Riwayat penyakit sekarangKembangkan pola PQRST pada
setiap keluhan klien.Pada beberapa kasus,timbul lesi/vesikel perkelompok pada
penderita yang mengalami demam ataupenyakit yang disertai peningkatan suhu
tubuh atau pada penderita yangmengalami trauma fisik maupun psikis
4.
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada
area kulit yang mengalami peradangan berat danvesikulasi yang hebat
5.
Riwayat penyakit dahuluSering diderita kembali oleh
klien yang pernah mengalami penyakit herpes simplek atau memiliki riwayat
penyakit seperti ini
6.
Riwayat penyakit keluargaAda anggota keluarga atau
teman dekat yang terinfeksi virus ini
7.
Kebutuhan psikososial : Klien dengan penyakit kulit,
terutama yang lesinya berada pada bagian mukaatau yang dapat dilihat oleh
orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri. Hal itu meliputi perubahan
citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri,penampilan peran, atau
identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah:
a.
Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian
tubuh
b.
Menarik diri dari kontak sosial
c.
Kemampuan untuk mengurus diri berkurang
8.
Kebiasaan sehari-hari : Dengan adanya nyeri,
kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalamigangguan, terutama untuk
istirahat/tidur dan aktivitas
9.
Pemeriksaan fisik Keadaan umum klien bergantung
pada luas, lokasi timbulnya lesi, dandaya tahan tubuh klien
a.
Pada kondisi awal/saat proses peradangan,dapat
terjadipeningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital
yanglain
b.
Pada pengkajian kulit,ditemukan adanya vesikel-vesikel
berkelompok yang nyeri,edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus
pada infeksisekunder
c.
Perhatikan mukosa mulut, hidung, dan penglihatan klien
d.
padapemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu
diperhatikan adalah bagianglans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus
e.
Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas,warna,
dan keadaan lesi
f.
Palpasi kelenjar limfe regional, periksa
adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar
limferegional
g.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji
respon individuterhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon
perilaku
h.
Secarafisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan
denyut jantung, peningkatanpernapasan, dan peningkatan tekanan darah; pada
perilaku, dapat jugadijumpai menangis, merintih, atau marah
i.
Lakukan pengukuran nyeri denganmenggunakan skala nyeri
0-10 untuk orang dewasa
j.
Untuk anak-anak, pilihskala yang sesuai dengan usia
perkembangannya kita bisa menggunakan skalawajah untuk mengkaji nyeri sesuai
usia; libatkan anak dalam pemilihan
10. Pengkajian
khusus herpes zoster
a.
Anamnesis :Hal yanga ditanyakan : Pertanyaan anamnesis
umum, yaitu keluhan utama, sejak kapan, apakah lesi yang dihasilkan produktif,
apa cairan yang keluar, yang harus diperhatikan pada kasus ini adalah riwayat
penyakit apakah pernah terkena varicella sebelumnya (waktu anak-anak biasanya)
atau sedang sakit kronis, pernah terpapar varicella zoster (anak, keponakan,
saudara kena cacar dan pernah berdekatan, kali aja cacarnya sub klinis jadi
tiba-tiba herpes zoster yang keluar), pastikan keluhan lain seperti nyeri,
takutnya ketuker sama herpes simplex, trus tanya apakah ada sakit yang
menyertai, gejala prodormal sebelum muncul kayak demam, nafsu makan menurun,
dan sebagainya.
b.
Fisik : Periksa lesi, lihat ada atau tidak nyeri (atau
malah masti rasa di lesinya), perjalanan lesi dari pertama muncul, lesi yang
lama gimana keadaannya apakah tambah parah, atau justru menyembuh, lihat jenis
lesi apakah monomorf atau polimorf, pastikan jenis dari herpes, liat seluruh
tubuh bahkan yang pasien yang gak bisa liat kayak punggug, kali aja ternyata
herpes zosternya generalisata lebih dari satu flexus saraf, supaya bisa segera
mengatasi kemungkinan komplikasi, periksa daerah yang rawan komplikasi misalnya
kalo lesinya di wajah, lihat mata sama palpebra mungkin ada komplikasi, ulkus
kornea dan sebagainya, pastikan belum ada neuralgia pasca herpetic kalo
pasiennya orang lanjut usia (<60th), pembesaran organ sama KGB di
cek juga, tanda vital wajib, reflek fisiologi sama patologi juga.Penunjang :
1)
Tzanck smear : tujuan untuk memastikan diagnosis, jika
ada sel datia multi neklotid maka herpes zoster positif. Objek diambil dari
lesi.
2)
Histopatologi, pastikan adanya sel balon yaitu sel
stratum spinosum yang mengalami degenerasi dan pembesaran.
3)
Pada dermis terdapat dilatasi pembuluh darah dan
sebukan limfosit
11. Pengajian
khusus varicela
a.
Anamnesis Hal yang ditanyakan : tempat pertama kali
muncul (predileksi, penting banget nih), gejala prodormal sebelum muncul,
pernah atau tidak terkena sebelumnya, rata-rata orang awam mengenali kalo lagi
kena cacar jadi gak terlalu susah diagnosanya.
b.
Fisik : Lihat betul-betul penyebaran lesi, sifat lesi,
bedakan dengan herpes zoster (penting dianamnesis), bedakan juga dengan variola
(cacar besifat polimorf sedangkan variola monomorf dan cenderung lebih parah,
tapi jaman sekarang variola kayaknya dah hampir gak pernah ada lagi deh), lihat
juga ada pembesaran KGB apa tidak, sifat cairan yang keluar, UKK apa aja yang
muncul, perhatikan adanya infeksi lain kayak dimata, ada atau tidak pembesaran
organ, tanda vital, cek nyeri, reflek fisiologis dan patologis.
c.
Penunjang/lab :
1)
Tzanck smear, sama kayak herpes zoster, nge cek ada
tidak sel datia multi neukleotid, kalo positif kemungkinan penyebab penyakit
adalah varicella, tinggal dibedakan apakah itu cacar atau herpes zoster.
2)
Pemeriksaan histopatologi, objeknya adalah si lesi,
lihat adanya ‘sel balon’. Dalam pemeriksaan lab biasanya cacar, herpes zoster,
herpes simplex rada susah dibedakan, jadi waktu anamnesis sama pemeriksaan
fisik dah harus ada modal diagnose sementara yang cukup meyakinkan.
B.
Diagnosa keperawatan
Menurut
NANDA (2011) terdapat beberapa diagnosa yang dapat diangkat pada penyakit yang
disebabkan oleh virus (varicella, herpes zooster, herpes simpleks) :
1. Kerusakan
integritas kulit b.d perubahan fungsi barier kulit
2. Nyeri
b.d reaksi peradangan
3. Gangguan
citra tubuh b.d penampakan kulit yang tidak bagus.
5. Hambatan
mobilitas fisik bd. nyeri otot
6. Ketidakefektifan pola
pernafasan bd. gangguan ventilasi.
C. Intervensi
keperawatan
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
DAN KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
|
Kerusakan integritas kulit b.d
perubahan fungsi barier kulit
|
Kerusakan integritas kulit teratasi
dengan kriteria hasil :
a. Kulit
menjadi sehat
b. Friksi
bisa terhindari
c. Cedera
bisa terhindari
d. Kulit
bisa terhindari dari sinar UV berlebihan
|
a. Kaji
ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka
b. Berikan
perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi
c. Lakukan
mamase dengan lembut kulit sekitar area yang sakit
|
a. Memberikan
info dasar tentang kebutuhan penanam kulit dan kemungkinan petunjuk tenang
sirkulasi pada area grafitasi
b. Menyiapkan
jaringan untuk penanam dan menurunkan resiko infeksi
c. Merangsang
sirkulasi
|
2.
|
Nyeri b.d reaksi peradangan
|
Nyeri hilang atau berkurang dengan
kriteria hasil :
a.
Klien mengatakan bahwa nyeri
hilang atau berkurang
b.
Klien tampak tidak meringis
c.
Klien tampak rileks
|
a. Kaji
keluhan nyeri, perhatika lokasi atau karakteristik dan intensitas
b. Ubah
posisi sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi
c. Pertahankan
suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat
d. Kolaborasi
pemberian analgesik
|
a. Nyeri
hampis selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan atau kerusakan
tapi biasanya paling berat selama pergantian balutan dan debridemen.
Perubahan lokasi atau karakteristik atau intensitas nyeri dapat
mengindikasikan terjadinya komplikasi
b. Gerakan
dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tapi tipe latihan
tergantung pada lokasi dan luas cedera
c. Pengeturan
tubuh dapat mencegah menggigil
d. Mengurangi
nyeri
|
3.
|
Gangguan citra tubuh b.d
penampakan kulit yang tidak bagus.
|
Ganguan citra tubuh teratasi dengan
kriteria hasil :
a. klien
tidak mengalami gangguan citra diri
b. klien
memahami kondisi kulitnya
c. Klien
lebih merasa nyaman
d. klien
tidak merasa takut lagi
e. klien
bisa menilai diri dan mengenali masalahnya
|
a. Kaji
adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri
sendiri.)
b. Identifikasi
stadium psikososial terhadap perkembangan.
c. Berikan
kesempatan pengungkapan perasaan.
d. Nilai
rasa keprihatinan dan ketakutan klien
e. Bantu
klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali
masalahnya.
|
a. Gangguan
citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi
klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
b. Terdapat
hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman
klien terhadap kondisi kulitnya.
c. klien
membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
d. Memberikan
kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi
e. Memulihkan
realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
|
4.
|
Hipertermi b.d proses
infeksi
|
suhu badan anak dalam batas normal
|
1.
Ukur suhu badan anak setiap 4 jam
2.
Pantau suhu lingkungan
3.
Berikan kompres hangat
4.
Berikan selimut pendingin
5.
Kolaborasi dengan tim medis : pemberian antipiretik
|
1.
Rasional : suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses
penyakit infeksius
2.
Rasional : Untuk mempertahankan suhu badan mendekati
normal
3.
Rasional : Untuk mengurangi demam
4.
Rasional : Untuk mengurangi demam lebih dari 39,5 0C
5. Rasional
: Untuk emngurangi demam dengan aksi sentralnya di hipotalamus
|
5.
|
Hambatan mobilitas fisik
bd. nyeri otot
|
Pasien
akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal dengan kriteria hasil :
|
|
|
6.
|
Ketidakefektifan pola
pernafasan bd. gangguan ventilasi.
|
Tujuan
·
Mepertahankan pola pernafasan
agar efektif
·
Memperbaiki perfusi jaringan
·
Mengeluarkan secret
·
Meningkatkan ekspansi paru
b. Kriteria
Hasil
·
Menunjukkan pernafasan yang
efektif dan mengalami pertukaran gas pada paru-paru
·
Menyatakan gejala berkurang
·
Menyatakan faktor-faktor penyebab
dan menyatakan cara-cara adaptif untuk mengatasi faktor-faktor tsb.
|
1. Evaluasi
fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan serak, dispnea, perubahan tanda
vital.
2. Auskultasi
bunyi napas dan catat bunyi napas tambahan
3. Tinggikan
kepala tempat tidur, letakkan pada posisi semi fowler
4. Bantu
klien untuk melakukan batuk efektif dan napas dalam
5. Berikan
tambahan oksigen masker atau oksigen nasal sesuai indikasi
6. Bantu
pasien mengatasi takut
7. Berikan
fisioterapi dada.
8. Berkolaborasi
dengan dokter dalam pemberian expectoran
|
1.
distress pernafasan dan perubahan
pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau
dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan pendarahan.
2.
Bunyi napas menurun / tak ada
bila jalan napas abstruksi sekunder terhadap perdarahan, bekuan, atau kolaps
jalan napas kecil.
3.
Merangsang fungsi pernapasan /
ekspansi paru
4.
Meningkatkan gerakan secret ke
jalan nafas, sehingga mudah untuk dikeluarkan
5.
Meningkatkan pengiriman oksigen
ke paru untuk kebutuhan sirkulasi, khususnya pada adanya penurunan/gangguan
ventilasi.
6.
Perasaan takut dan ansietas berat
berhubungan dengan ketidakmampuan bernapas / terjadinya hipoksemia dan dapat
secara actual meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan.
7.
Memberikan kelembapan pada
membrane mukosa dan membantu pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.
8.
Membantu mengencerkan secret,
sehingga mudah untuk dikeluarkan
|
Resources like the one you mentioned ntc77 net apk scr888 casino game here will be very useful to me! I will post a link to this page on my blog.
BalasHapusI wanted to thank you for this great
BalasHapusmega888 slot game download read!! I definitely enjoying every little bit of it.I have you bookmarked to check out new stuff you post.
It was another joy to see your post. It is such an important topic and ignored 168 8099 apk scr888 casino game 4 by so many, even professionals. I thank you to help making people more aware of possible issues. Great stuff as usual...
BalasHapusThanks for the information and links you rapid slim diet pills shared this is so should be a useful and quite informative!
BalasHapusThank you for the helpful post. I found your blog with Google and I will start following. Hope to see new blogs soon.
BalasHapuslive 22 , live22 Malaysia , live22 login , live22 slot games , live22 agent, live22 online , live22 download apk , live22 ios download , live22 download link , live22 game
Dude.. I am not much scr888 casino into reading, but somehow I got to read scr888 kiosk lots of articles on your blog. Its amazing how interesting it is for me scr888 agent to visit you very often.
BalasHapusI was very 918kiss malaysia free credit pleased to find this site.I wanted to thank you for this great read!! I 918kiss malaysia apk definitely enjoying every little bit of it and I have you bookmarked to check out 918kiss company Malaysia new stuff you post.
BalasHapuswow that is so interesting and it's a great art. thanks
BalasHapushttps://500px.com/aladdin99my/galleries/aladdin99-aladdin-99
Ultra Fast Keto Boost whenever you hit that void within the stomach or a co-worker offer a deal with, refuse and devour your bar.
BalasHapushigh or Low Fructosamine - What Does It suggest?
The fructosamine test is similar to the hemoglobin A1C take a look at, however isn't as usually used. It shows how well a person's blood glucose ranges are over a selected time period.
https://purefitketodietplan.com/ultra-fast-keto-boost/
Most often found in natural weight loss supplements, camu-camu is an acidic fruit that has almost twice the vitamin C that an acerola has and 60 times more than an orange! Go ketogenic In addition to increasing immunity and metabolism, camu-camu helps to eliminate toxins, reduces localized fat and stimulates blood circulation, which helps in the appearance of cellulite.
BalasHapushttps://goketoganic.com/