Kamis, 09 Agustus 2012

Alopesia Androgenetika


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sistem integumen adalah suatu sistem yang vital bagi kehidupan seluruh manusia, yang terletak pada organ tubuh terluar, melindungi bagian dalam tubuh,  luas 1,5-2 m2, berat 15 % BB, yang merupakan cermin kehidupan, dapat dilihat, diraba, dan hidup, sebagai   penampilan & kepribadian. apabila kulit kita mengalami gangguan, tentu saja ini akan mempengaruhi dari sistem  kerja lapisan kulit lainnya dan membuat penampilan yang terkesan jelek. Salah satu dari penyakit yang menyerang sistem integumen yang disebabkan oleh infeksi mikotik.
Alopesia atau kebotakan dapat terjadi setempat dan berbatas tegas, umumnya pada kepala atau dapat juga mengenai daerah rambut lainnya, alopesia juga dapat juga terjadi karena keturunan, pengaruh horman, dan life style, alopesia dapat disebabkan abnormalitas batang rambut yang menyebabkan rambut mudah putus.
Adapun jenis-jenis alopesia sebagai berikut:
1.      Alopesia androgenik
Alopesia androgenik (juga dikenal sebagai androgenetic alopecia, alopecia androtesticleas, male pattern baldness, common baldness) merupakan sebuah bentuk umum kehilangan rambut pada laki-laki dan perempuan.
2.      Alopesia areata
Kehilangan rambut yang cepat dan komplit sehingga terbentuk bercak satu atau lebih, berupa bulatan atau oval, biasanya dikepala dan tempat berambut lain.
3.      Alopesia prematur
Sering terjadi pada pria berumur dua puluhan dan disertai dermatitis seboroika yang berat.
Sindrom alopesia androgenik mempunyai prevalensi yang tinggi akhir-akhir ini. Alopesia androgenik merupakan tipe kebotakan yang paling banyak, sekitar 50-80% dialami laki-laki kaukasia. Pada wanita sekitar 20-40% populasi. Banyak pria usia muda yang mengalami penipisan rambut kronis dan menjadi botak sebelum masanya.
Angka kejadian pada laki-laki sekitar 50% dan pada perempuan biasanya terjadi usia lebih dari 40 tahun. Dilaporkan 13% dari perempuan premenopause menderita alopesia androgenik, namun, insidennya sangat meningkat setelah menopause. Menurut beberapa penulis, 75% dari perempuan yang berumur lebih dari 65 tahun kemungkinan menderita alopesia androgenik. Insiden tertinggi pada orang kulit putih, kedua di Asia dan Afrika-Amerika, dan terendah pada penduduk asli Amerika dan Eskimo. Hampir semua pasien memiliki onset sebelum usia 40 tahun, walaupun banyak pasien (baik laki-laki dan perempuan) menunjukkan bukti gangguan pada usia 30 tahun.
Sehingga dari peryataan-peryataan diatas penulis tertarik mengangkat makalah yang berjudul alopesia androgenik.
B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar alopesia androgenik dan asuhan keperawatannya
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui konsep dasar penyakit alopesia androgenik
b.      Mengetahui asuhan keperawatan penyakit alopesia androgenik

C.    Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup dari penulisan makalah ini, yaitu asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit alopesia androgenik yang mencakup konsep dasar dan asuhan keperawatan pada alopesia androgenik secara teoritis.
D.    Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriftif yaitu dengan menggambarkan konsep dasar tentang penyakit alopesia androgenik dan asuhan keperawatan klien dengan penyakit alopesia androgenik, dengan melakukan tinjauan terhadap beberapa referensi baik melalui buku literatur yang terdapat di perpustakaan maupun melalui media informasi online (internet).

E.     Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari 4 bab yang meliputi :
BAB I:            Pendahuluan   : latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup,  metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II:           Tinjauan teoritis : anatomi fisiologi kulit, anatomi fisiologi rambut, konsep dasar alopesia androgenetik dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan rambut : alopesia androgenetik.
BAB III:         Asuhan Keperawatan Klien dengan kelainan rambut : Alopesia Androgenetik
BAB IV:         Penutup           : Kesimpulan dan Saran.

Tinea ( Infeksi Mikotik Pada Kulit )


BAB I
PENDAHULUAN
   A.    Latar Belakang
Sistem integumen adalah suatu sistem yang vital bagi kehidupan seluruh manusia, yang terletak pada organ tubuh terluar, melindungi bagian dalam tubuh,  luas 1,5-2 m2, berat 15 % BB, yang merupakan cermin kehidupan, dapat dilihat, diraba, dan hidup, sebagai   penampilan & kepribadian . Tapi bagaimana, apabila kulit kita mengalami gangguan, tentu saja ini akan mempengaruhi dari sistem  kerja lapisan kulit lainnya dan membuat penampilan yang terkesan jelek. Dan salah satu dari penyakit yang menyerang sistem integumen yang disebabkan oleh infeksi mikotik.
Agen mikotik adalah jamur yang merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia.Invasi jamur (dermatofit) ke epidermis dimulai dengan perlekatan (adherens) artrokonodia pada keratinosit diikuti dengan penetrasi melalui atau diantara sel epidermis sehingga menimbulkan reaksi dari hospes.
Tinea adalah jenis gangguan kulit yang disebabkan oleh jamur.Tinea yang  juga disebut dermatofitosis  adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita(jamur yang menyerang kulit). (Adhi Djuanda, 2000:90).
Pertumbuhan tinea terbatas pada lapisan kulit mati, tetapi didukung oleh lingkungan setempat yang lembab dan hangat. Jamur ini telah berevolusi sehingga kelangsungan hidup dan penyebaran spesiesnya tergantung pada infeksi manusia atau hewan. Anda bisa mendapatkannya dengan menyentuh orang yang terinfeksi, dari permukaan lembab seperti lantai kamar mandi, atau bahkan dari binatang peliharaan. Bagaimana pun juga, Tinea harus dipikirkan sebagai keadaan yang cukup serius karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita akibat tidak beratnya tetapi gejala ini dapat mengalami ganguan body image dan juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Penderita akan mengalami keterbatasan dalam aktifitas sehari-hari, sering meninggalkan sekolah bagi yang bersekolah  atau pekerjaannya atau bagi yang telah berkerja. Penyakit infeksi jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia, oleh karena negara kita beriklim tropis dan kelembabannya tinggi.
 Di Indonesia angka kejadian Tinea paling tinggi sekitar 30% dan pekerja penebang kayu di Palembang dan 11,8% dan pekerja perusahaan kayu lapis menderita dermatitis kontak utama Wijaya (1972) menemukan 23,75% dan pekerja pengelolaan  minyak di Sumatera Selatan menderita dermatitis akibat kerja, sementara Raharjo (1982) hanya menemukan 1,82%. Sumamur (1986) memperkirakan bahwa 50-60% dari seluruh penyakit akibat kerja adalah dermatofitosis akibat kerja. Dari data sekunder ini terlihat bahwa dermatofitosis akibat kerja memang mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, walaupun jenis dermatofitosisnya tidak sama. Dan angka insidensi dermatofitosis pada tahun 1998 yang tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari persentase terendah sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga persentase tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta) dari seluruh kasus dermatomikosis. Begitu pula bagi para kalangan belajar, gejala-gejala yang timbul dari tinea ini akan mengakibatkan sangat terganggunya proses belajar mereka di sekolah, harga diri klien menjadi rendah karena menggangu body image.
Tinea  juga dipengaruhi kebiasan pola hidup yang tidak bersih. Penyakit ini masih sering disepelekan oleh masyarakat, untuk itu perlu diberikan beberapa informasi agar penderita tidak terlalu meremehkan dan dapat mengetahui berbagai upaya untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi yang lain.
Berdasarkan uraian diatas tentang Tinea, dimana angka kejadian ini sangat sering berada disekitar kita, dan sering diabaikan penanganaanya, sehingga membuat semakin banyak angka penderita, oleh karena itu kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit Tinea yang diakibatkan infeksi mikotik  pada sistem integumen ini lebih mendalam yang disajikan dalam sebuah makalah sehingga mahasiswa dan mahasiswi mengetahui bagaimana jika terjadi infeksi  mikotik pada sistem integumen khususnya Tinea. Dan mahasiswa/ mahasiswi dapat melakukan asuhan keperawatan terhadap klien dengan baik dan benar, serta pencengahan yang tepat agar  tidak menyebar luas untuk masyarakat dan diri sendiri.